Minggu, 08 Juni 2008

Ilmu Sebagai Landasan Moral

Ilmu diin sebagai landasan moral

Suatu ketika seorang remaja berusia lulusan SMP sebut saja Ahmad mempunyai keinginan yang menggebu-gebu untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah pondok persantren dan mempelajari ilmu agama. Iapun mengutarakan keinginannya tersebut kepada kedua orang tuanya dengan penuh harap. Namun tak seperti yang di inginkan, justru orang tuanya mengomel “Kamu sekolah di pondok mau jadi apa? Kalau lulus bisa kerja apa?”.

Mungkin kejadian serupa banyak telah kita jumpai. Ada juga diantara mereka yang beralasan “sekolah di pesantren hanyalah menghambur-hamburkankan uang toh buktinya juga tidak bisa menjadi orang”. Namuan di balik ini semua pada hakikatnya mereka juga mempunyai keinginan agar anak-anak mereka bisa berbakti di kehidupan kelak. Ada pepatah arab yang mengatakan :

engkau mengharapkan kesuksesan namun engkau tidak berjalan diatasnya…

sesungguhnya bahtera itu tidak akan berlayar di daratan…

Yah, demikianlah kenyataannya mereka mengharapkan hasil namun justru meniti jalan kegagalan. Kalau demikian adanya maka merupakan suatu hal yang lumrah apabila terjadi kebobrokan moral di kalang para pemuda mulai dari minuman keras, obat terlarang, pergaulan bebas dan kema’syiatan lainnya. Hal ini di karenakan ilmu diin adalah pondasi bagi pembangunan moral seseorang. Seorang salaf pernah berkata:

لولا العلم لكان الناس كالبهائم

“Kalau bukan karena ilmu maka manusia itu tak ubahnya seperti binatang”

Pekataan ini memberikan gambaran tentang perbedaan antara orang yang membangun moral di atas ilmu syar’i dan di atas kejahilan. Manusia yang jahil akan berkutat dalam kehidupan hariannya pada perkara pemenuhan syahwat tanpa memperdulikan akibat buruk yang akan dia peroleh nantinya. Memang harta dan jabatan di satu sisi sangat di butuhkan namun ini semua kalau tidak di topang dengannya maka hanya akan menjadi penyebab kehancuran. Alloh Subhanahu Wata’ala juga mensifati orang-orang kafir dengan syarrod dawaab ( sejelek-jelek binatang melata ) dan “mereka makan sebagaimana makannya binatang dan nerakalah tempat kembali mereka”, karena mereka menyandang krireria tersebut di atas.

Dengan demikian apakah yang menjadikan alasan orang tua menghalangi anak-anak mereka dalam menuntut ilmu diin.? Bukanakan fahamnya mereka terhadap ilmu diin justru akan mewujudkan cita-cita untuk menjadikan anak-anaknya berbakti di kehidupan kelak..? Tidakkah cukup bagi kita kisah tentang pembangkangan seorang anak terhadap orang tuanya di karenakan tidak faham terhadap ilmu diin..? Semoga ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita. ( izd )

0 komentar: