Minggu, 08 Juni 2008

Mendudukkan perkara Bid'ah, Maslahah Mursalah dan Istihsan

MENDUDUKKAN PERKARA BID’AH, MASLAHAH MURSALAH DAN ISTIHSAN

Oleh :

Uweis Abdulloh

Bin Abdul Muhith

Bin Abdurrohman Bin Ahmad

Disampaikan Dalam Munadhoroh Ilmiyah

Di Ma’had ‘Aly An Nuur Liddirosat Al-Islamiyah

Pada hari/ tanggal : Ahad, 15 Robi’ul Awal 1429 H/ 23 Maret 2008 M


A. Muqoddimah

Segala puji hanya milik Alloh Subhanahu wata'ala dan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam.

Laksana air mengalir di sungai, berawal dari sumber yang bersih nan suci setelah menempuh perjalanan jauh dan memakan waktu yang cukup lama maka tercampurlah dengan kotoran sedikit demi sedikit hingga mengotorinya. Begitulah kiranya Diinul Islam ini, bersumber dari masa keemasan yang diemban oleh sebaik-baik manusia dan terlepas dari dorongan hawa nafsu:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى, إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Tidaklah ia berbicara dengan hawa nafsunya kecuali dengan wahyu yang sampai kepadanya”.( An-Najm: 3-4 )

Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam Telah menyampaikan risalahnya secara “Kaamil” Tanpa menyembunyikan salah satupun dari padanya, hingga cahaya kebenaran bersinar menerangi jagad raya.

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلاهَالِكٌ ( رواه أحمد )

"Aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih yang malam harinya seperti siang dan tidak ada yang menyimpang kecuali akan binasa".

Demikian pula generasi penerus beliau, yaitu para sahabat Rodiallahu anhum, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in juga turut andil dalam menyebarkan Al-Haq di seantero penjuru hingga mencapai setertiga belahan dunia. Namun dengan berjalannya masa yang menggiring kaum muslimin semakin jauh dari sumber asalnya, menjadikan keorisinilan diin makin tercemari dengan keinginan-keinginan hawa nafsu dan berbagai syubhat, maka bermuculan lah perkara bid’ah yang diada-adakan. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah:

واعلم أن عامة البدع المتعلقة بالعلوم والعبادات في هذا القدر وغيره إنما وقع في الأ مة في أواخر خلافة الخلفاء الرا شدين كما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلام حيث قال: من يعش منكم بعدي فسيرى إختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنتي الخلفاء الراشدين المهدين من بعدي ( رواه أبو داود والترمذي )

”Ketahuilah bahwa bid’ah secara umum yang berkaitan dengan ilmu, ibadah dan yang lainnya yang ada pada ummat terjadi akhir – akhir masa kekhilafahan khulafa’urrosyidin, sebagai mana yang di khabarkan oleh Nabi shollallohu alaihi wasallam dalam sabdanya : Barang siapa yang hidup pada masa sesudahku maka akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka berpeganglah terhadap sunnahku dan sunnah Khulafa’urrosyidin setelahku ( HR. Abu dawud dan Tirmidzi ). [1]

Semenjak itulah kebid’ahan mulai menyelimuti kebenaran dengan kegelapan, pandangan matapun mulai samar-samar hingga sesuatu yang benar dianggap kesalahan dan kebid’ahan dianggap sunnah. Lebih ironisnya lagi, terkadang para mubtadi’ menggunakan Hujjah-hujjah yang nampak logis dalam rangka menjustifikasi perbuatannya tersebut, seperti peristiwa “Jam'ul-Qur’an” dan lain sebagainya, yang membutuhkan kejelian dalam rangka meng Counter pemahaman yang menyimpang ini.

Makalah dengan judul “MENDUDUKKAN PERKARA BID’AH, MASLAHAH MURSALAH DAN ISTIHSAN” ini, semoga bisa membuka cakrawala berfikir kita dan mengarah kepada persepsi yang benar dalam memahami perkara ini. Wallo a'lam bis showab

B. Ta'rif

1. Bid'ah : Secara etimologi ( bahasa ) bid'ah diambil dari kata (بدع – يبدع ) yang ma'nanya ما أحدث على غير مثال سابق " Sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya".[2]

Sedangkan secara terminologi ( istilah ), menurut Imam As Syatibiy adalah: suatu jalan yang diada-adakan di dalam diin yang menyerupai syari'at dengan maksud berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Alloh[3]. Sedangkan menurut Syaikh Sholih Fauzan Bin Abdulloh Al-Fauzan adalah: Sesuatu yang diada-adakan yang menyelisihi Sunnah Rosululloh dan para sahabatnya baik dalam masalah aqidah atau amaliah.[4]

2. Maslahah

Mursalah : Secara etimologi maslahah adalah "suatu amalan yang ditempuh oleh seseorang untuk mendapatkan suatu manfa'at bagi dirinya atau kaumnya"[5]. Sedangkan Mursalah adalah : ( المطلقة ) sesuatu yang terlepas/terbebas.

Sedangkan secara terninologi Ahli Ushul adalah: suatu maslahat yang tidak disebutkan di dalam syari'at perintah untuk melaksanakannya dan juga tidak didapatkan pengakuan atau pengingkaran terhadapnya.[6]

3. Istihsan : Secara etimologi Istihsan adalah "menganggap dan meyakini sesuatu sebagi kebaikan"[7], semisal firman Alloh :

الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه

"Orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang ia anggap baik"

Sedangkan secara terminologi ahli ushul adalah "Berpindah dari satu hukum ke hukum yang seharusnya diterapkan dalam suatu masalah kepada hokum lain dikarenakan adanya kesamaan dengan dalil syar'i.[8]

Ada juga yang mema'nai: Berpindahnya seorang mujtahid dalam menghukumi sesuatu dari qiyas Dzohir ( nampak ) kepada qiyas Khofiy ( Yang tersembunyi )[9]

Setelah mengetahui pengertian di atas maka maksud dari judul ini adalah menempatka perkara Bid'ah, Maslahah Mursalah dan Istihsan, sesuai dengan termpat penggunaannya, sehingga tidak terjadi kerancuan ma'na yang berujung pada penyalahgunaan hal tersebut dalam menjustifikasi sebuah kesalahan.

B. Bid'ah dan pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat

Berpegang teguh terhadap Al-Qur'an dan Sunnah merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi bila seseorang ingin selamat dan tidak tersesat dalam menjalani hidup, terlebih pada zaman yang penuh dengan fitnah syahwat dan syubhat seperti sekarang ini. Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dan jangan mengikuti jalan-jalan yang lain itu maka niscaya kalian akan berpecah belah dari jalannya". ( Al-An am: 153 ).

Dari Ibnu Mas'ud Rodiallohu anhu berkata:[10] Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam membuat suatu garis lurus dengan tangannya kemudian berkata "inilah jalanku yang lurus" kemudian ia membuat dari kanan dan kirinya sembari berkata "dan tidaklah jalan-jalan ini kecuali ada syaitan yang menggodanya untuk kepadanya. Mereka yang terjerumus kedalam jalan-jalan tersebut adalah merka yang mengabikan al-qur'an dan sunnah. Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda:

تركت فيكم أمرين لن تضل أبدل إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنتي

"Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat salama berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitabulloh dan sunnahku".( HR. Malik )

Ada beberapa penyebab terjerumusnya kaum muslimin dalam kebid'ahan, diantaranya adalah:

1. Bodoh terhadap Diin

Sebagai mana hadits Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam:

إن الله لا يقبض العلم إنتزعا ينتزعه من العباد ولكن بقبض العلماء حتى إذا لم يبقى عالما اتخذالناس رؤسا جهالا فسألوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا ( رواه البخاري )

"Sesungguhnya Alloh tidak mengangkat secara langsung dari hambanya akan tetapi dengan di matikannya para ulama, sehingga manusia megambil pemimpin orang-orang yang bodoh, merekapun memintainya fatwa dan mereka menjawab tidak dengan dasar ilmu hingga mereka sesat dan menyesatkan".

  1. Mengikuti hawa nafsu

Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"Siapakah yang lebih sesat di bandingkan dengan mereka yang mengikuti hawa nafsunya selain dari petunjuk Alloh. Sesungguhnya Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dzolim" ( Al-Qoshos: 50 )

  1. Ta'asshub

Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ

"Dan apabila di katakan kepada mereka ikutilah apa yang di turunkan oleh Alloh maka merkapun berkata, lebih kami mengikuti apa yang di buat oleh nenek moyang kami meskipun nenek moyang merka adalah oran-orang tidak berakal dan tidak mendapat petunjuk". ( Al-Baqoroh: 170 )

  1. Tasyabbuh terhadap orang-orang kafir

Disebutkan dalam Hadits Waqid Al-laitsi:…Seusai perang tabuk para sahabat yang baru masuk islam menyaksikan orang-orang yahudi mempunyai pohon yang mana mereka berthhawaf dan menggantungkan pedang-pedang mereka di sana yang mereka bernama "Dzatu Anwaat" para sahabatpun berkata wahai Rosululloh…Buatkanlah bagi kami "Dzatu anwat" sebagaimana yang mereka punyai. Maka Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersanda : Allohu Akbar..demi jiwaku yang berada di dalam genggamannya sesungguhnya kalian telah mengatakan sesuatu yang juga pernah dikatakan orang-orang bani Isor'il terbadap Musa "Wahai Musa jadikanlah bagi kami tuhan-tuhan sebagai mana yang mereka miliki, iapun berkata sesungguhnya engkau adalah kaum yang bodoh". ( Al-A'rof: 138 )[11]

Inilah di antara penyebab munculnya perbuatan bid'ah yang pada akhirnya menimbulkan dampak negatif di tengah masyarakat, di antaranya adalah:

  1. Turunnya murka Alloh Subhanahu Wata'ala

Perbuatan Bid'ah adalah merupakan salah satu bentuk maksiat kepada Alloh Subhanahu wata'ala, dan setiap kemaksiatan akan menyebabkan turunnya murka Alloh. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata :

إن أبغض الأمور إلى الله تعالى البدع

"Sesungguhnya perkara yang paling dimurkai oleh Alloh adalah bid'ah". ( HR. Baihaqi )

  1. Terabaikannya Sunnah-sunnah Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam

Disebabkan tersebarnya kebid'ahan menjadikan manusia melalaikan sunnah-sunnah rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan lebih cenderung untuk melakukan sesuatu yang diada-adakan tersebut, terlebih lagi bahwa perbuatan bid'ah tidak akan terlepas dari pada hawa nafsu yang disenangi oleh kebanyakan manusia. Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda:

ما ابتدع قوم بدعة إلا نزع الله عنهم من السنة مثله

"Tidaklah suatu kaum melakukan kebid'ahan kecuali akan terangkatnya dari mereka satu sunnah yang sejenis" ( HR.Ahmad )

Maksudnya adalah perbuatan Bid'ah itu akan menduduki wilayah sunnah, setiap kali seseorang melakukannya maka sunnah yang yang sejenisnya akan terabaikan.

  1. Terjadinya perpecahan

Sebagaimana kunci tercapainya persatuan adalah mengikuti jalan Alloh yaitu Al-Qur'an dan Sunnah, Maka perbuatan Bid'ah adalah di antara penyebab utama terjadinya perpecahan Ummat Islam dikarenakan melesat dari pedoman yang seharusnya mereka pegang.

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dan jangan mengikuti jalan-jalan yang lain itu maka niscaya kalian akan berpecah belah dari jalannya". ( Al-An am: 153 ).

  1. Berkuasanya kesesatan

Berkata Sufyan Ats Tsauri:

البدعة أحب إلى إبليس من المعصية

"Bida'ah itu lebih di cintai oleh iblis dari pada Bid'ah"[12]

Missi utama iblis adalah menyebarkan kesesatan di kalangan manusia agar bisa menjadi bala tentaranya. Maka para pelaku bid'ah adalah sasaran empuk dan paling disenangi oleh iblis dalam melaksanakan missi tersebut dibandingkan para pelaku maksiat lainnya. Para pelaku maksiat masih meyakini bahwa perbuatannya itu salah dan tidak di benarkan oleh agama, namun para pelaku bid'ah tidak merasa bersalah bahkan menganggap itulah tuntunan agama sebenarnya.

  1. Kembalinya kejahiliahan di tengah masyarakat

Pelaku Bid'ah adalah orang yang sombong karena menganggap syari'at yang dibawa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam masih kurang sepurna. Berkata Imam Malik: "Barangsiapa yang melakukan kebid'ahan yang dianggap suatu kebaikan maka pada hakikatnya dia menganggap bahwa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam telah menghianati kerosulannya, karena Alloh Subhanahu Wata'ala berfirman: "Hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu".( Al Maidah: 3 ). Para pelaku bid'ah bangga dengan apa yang mereka perbuat, dan menganggap orang-orang yang tidak mau meniru perbuatannya salah dan menyimpang. Alloh berfirman :

كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُون

"Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki" ( Ar rum: 22 )

D. Contoh-contoh Perbuatan Bid'ah, Maslahah Mursalah Dan Istihsan

Untuk lebih bisa memahami perkara ini tentunya kita harus mengetahui contoh dari masing-masing perkara tersebut.

  1. Contoh Bid'ah

1. Perayaan Maulid Nabi

Golongan yang pertama kali melaksanakan perayaan ini adalah pecahan dari Syi'ah yaitu Ubaidiyyun dan Fatimiyyun[13]. Ini dikarenakan kecintaan mereka yang berlebihan hingga menganggap perbuatan ini merupakan implementasi dari pada kecintaan kepada Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam. Perbuatan ini di kategorikan sebagai bid'ah karena tidak pernah dicontohkan oleh salaf, berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah: "Meskipun terdapat perbedaan pendapat tentang waktu kelahiran beliau akan tetapi para salaf tidak pernah mencontohkan perbuatan ini ( Maulid Nabi )………Dan andaikata perbuatan ini adalah suatu kebaikan murni dan bisa di pertanggung jawabkan maka niscaya para salaf lebih berhak untuk melakukan perbuatan ini dari pada kita. Karena mereka lebih besar kecintaannya kepada Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan lebih rakus terhadap kebaikan. Akan tetapi justru kesempurnaan kecintaan itu terletak pada ketaatan, ittiba dan menghidupkan sunnah-sunnahnya baik yang dzohir ataupun yang batin serta turut menyebarkan agama islam dan berjihad dengan harta, tangan dan lisan, karena jalan inilah yang di tempuh oleh Assabiquunal awwaluun dari golongan muhajirin dan anshor serta orang-orang yang mengikutinya.[14]

2. Perayaan Isro' Mi'roj

Dalil tentang Isro' Mi'roj baik di dalam alqur'an ataupun sunnah, bersifat umum dan tidak ada penghususan ibadah tertentu sebagaimana yang dilakukan sebagian kaum muslimin. Misalnya firman Alloh Subhanahu wata'ala:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى...الخ

"Segala puji bagi Alloh Subhanahu Wata'ala yang telah meng Isro' kan hambanya dari masjidil harom ke masjidil aqso…." ( Al-Isro: 1 )

Ini tidak bisa dijadikan dalil untuk menjustifikasi perbuatan mereka, karena tidak didapatkan isyarat yang memerintahkan untuk memperingatinya. Bahkan bila mereka melakukan ritual khusus maka secara otomatis mereka melakukan kebid'ahan dari sisi penghususan terhadap sesuatu yang tidak pernah di khususkan oleh Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam.

3. Perayaan 1 Muharram

Ini adalah salah satu bentuk tasyabbuh terhadap orang-orang kafr pada perayaan tahun baru masehi. Meski menggunakan label Islam namun hal ini tidak bisa merubah keharamannya karena tidak pernah di contohkan oleh salaf dan termasuk perbuatan Bid'ah. Alloh Subhanahu wata'ala berfirman:

ومن يتولهم منكم فأولئك منهم

"Barang siapa diantara kalian yang berwala' kepada mereka maka termasuk dalam golongannya". ( Al Maidah: 51 )

Rosululloh bersabda:

من تشبه بقوم فهو منهم ( رواه أبو داود )

"Barang siapa yang meniru suatu kaum maka ia termasuk dalam golongan kaum tersebut".

B. Contoh Maslahah Mursalah / Istislah

1. Peristiwa Jam'ul Qur'an

Para Sahabat Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersepakat atas pengumpulan Al Qur'an, meski tidak didapatkan nash shorih yang memerintahkan perbuatan tersebut. Dari Zaid Bin Tsabit beliau berkata: "Disampaikan kepada Abu Bakar perihal terjadinya perang Yamamah dan Umar sedang berada di dekatnya. Abu Bakar berkata: Umar datang kepadaku dan berkata "Sesungguhnya perang Yamamah telah menelan banyak korban dari kalangan para penghafal Al Qur'an, dan saya khawatir pada perperangan selanjutnya akan menghabiskan para Qurro' dan akan hilang sebahagian besar dari Al-Qur'an. Maka saya berharap agar kiranya engkau memerintahkan untuk mengumpulkan Al Qur'an menjadi satu". Saya berkata kepada Umar "Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rosululloh?". Berkata Umar "Demi Alloh itu adalah suatu kebaikan. Umar berulang kali mengusulkan hal tersebut sampai akhirnya Alloh melapangkan hatiku untuk menerima hal tersebut dan setuju terhadap pandapatnya.-Berkata Zaid: Betkata Abu Bakat ( Kepadaku )"Sesungguhnya engkau adalah pemuda yang jenius dan kamu tidak meragukanmu, dan sesungguhnya engakau telah menulis wahyu dari Rosululloh, oleh karena itu maka telitilah Al Qur'an dan kumpulkanlah". Sayapun berkata: andai kata mereka membebankan kepadaku untuk memikul gunung maka itu lebih ringan bagiku dari apa yang kalian perintahkan ini. Bagaimana mungkin kalian akan melakukan sesuatu yang tidak pernah di perintahkan oleh Roululloh..? Dia berkata: Demi Alloh itu adalah suatu kebaikan. Abu bakar beberapa kali mengulangi tawarannya tersebut hingga akhirnya Alloh melapangkan hatiku untuk menerimanya penjelasan Abu Bakar. Maka akupun meneliti Al Qur'an dan mengumpulkan dari dedaunan dan batu-batu serta yang berada di dada para penghafal. Dan saya mendapatkan akhir dari surat At Taubah pada Khozimah Al Anshori yang saya tidak mendapatkan dari selain dia[15].

Sisi maslahat yang terdapat pada perkara ini adalah terjaganya Al Qur'an dan tidak sirna dengan meninggalnya para Huffadz pada masa tersebut.

2. Hukum Had bagi peminum khomr

Para sahabat bersepakat terhadap penetapan hukum had bagi peminum khomr. Sebagian Ulama berkata bahwa tidak didapatkan pada masa Nabi Shollallohu Alaihi Wasallam had yang tetap bagi peminum khomr, yang ada hanyalah ta'zir. Akan tetapi pada masa Abu Bakar di tetapkan sebanyak 40 kali. Sedangkan pada masa Utsman beliau mengumpulkan manusia untuk bermusyawarah, dan ketika itu Ali mengeluarkan argumentasinya "Barangsiapa yang mabuk maka ia akan mengigau dan barangsiapa yang mengigau maka dia akan menuduh dusta ( iftiro' ), maka menurutku hukumannya adalah sama dengan Haddul Iftiro".

Sisi maslahat dari tindakan di atas, para sahabat memandang bahwa meminum khomr adalah penyebab ketidaksadaran yang mengakibatkan terjadinya tuduhan dusta ( Al-Iftiro' ) oleh karena itu maka hukumannya disamakan.

3. Dibunuhnya satu kelompok atas pembunuhan seseorang

Diperbolehkan membunuh sekelompok orang dikarenakan membunuh seseorang. Yang menjadi sandaran dalil dalam perkara ini adalah Maslahah Mursalah, dikarenakan tidak adanya Nash yang menjelaskan tentang hal tersebut akan tetapi dinukil dari Umar Ibnul Khottob. Adapun sisi maslahat perbuatan ini adalah terjaganya darah yang di haramkan, dan terlaksananya qishos secara adil, karena pada hakekatnya pembunuhan itu terlaksana atas andil mereka semua.

4. Pengangkatan Imamah Kubro yang belum mencapai derajat mujtahid pada kondisi tertentu.

Para ulama bersepakat bahwa yang berhak menduduki posisi Imamah Kubro adalah mereka yang telah mencapai derajat seorang mujtahid. Akan tetapi apabila dalam suatu masa tidak didapatkannya seorang yang sampai kepada derajat mujtahid, dan kondisi menuntut adanya seorang Imam yang akan menegakkan hukum, dan menjaga kaum muslimin dari gangguan orang-orang kafir maka hendaknya di angkat seorang Imam yang lebih mendekati derajat mujtahid. Karena pada posisi semacam ini hanya ada dua pilihan yaitu antara menyelisihi Ijma' akan tetapi mendatangkan kemaslahatan bagi kaum muslimin atau tetap bersikeras mensyaratkan Mujtahid hingga terjadi kerusakan yang besar di tengah-tengah masyarakat.

C. Contoh Istihsan

1. Bagi orang yang makan dan minum pada saat puasa secara umum dihukumi batal puasanya. Akan tetapi ini dikecualikan bagi mereka yang melakukannya karena terlupa, karena ada hadits Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam yang mengatakan:

من نسي وهو صائم فأكل أو شرب فاليتم صومه فإنما أطعمه الله وسقاه ( رواه الترمذي )

"Barang siapa yang lupa sedang dalam keadaan puasa kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena Alloh lah yang memberi makan dan minum kepadanya".[16]

Nah, berpindah dari menghukumi dengan qiyas jaliy kepada qiyas khofiy inilah merupakan contoh pererapan daripada istihsan.

2. Menurut Madzhab hanafi, sisa minuman burung yang buas seperti burung elang, gagak dan sebagainya adalah suci dan halal di munum. Hal ini di tetapkan dengan Istihsan. Menurut qiyas jaliy, sisa minuman burung-burung yang buas adalah haram di minum karena dikiaskan dengan binatang buas yang mana air liuarnya berada pada mulutnya yang terbuat dari daging haram. Akan tetapi menurut qiyas khofiy mulut binatang buas tersebut berbeda dengan apa yang dimiliki oleh burung, karena mulutnya adalah paruh yang terbuat dari tulang atau zat tanduk yang tidak najis. Oleh karena itu maka sisa air minum tersebut tidak bertemu dengan daging haram yang tercampur dengan liurnya.

3. Ijama' para ulama di perbolehkan seseorang membuat Akad dengan seseorang untuk membuatkan sesuatu dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang di tentukan. Secara qiyas hal ini tidak diperbolehkan karena yang di akadkan pada waktu terjadinya akad tidak hadir di tempat ( ma'dum ). Namun apabila permasalahan ini kita bawa kepada istihsan, maka hal ini diperbolehkan karena telah sering di lakukan banyak manusia pada setiap zaman, akan tetapi tidak didapatkan ulama yang mengingkari hal tersebut. Maka ijma' ini dijadikan pelarian dari pada qiyas tersebut dalam rangka menjaga maslahat dan memudahkan manusia.

4. Sujud tilawah di dalam sholat, dipandang dari sisi qiyas maka sujud ini bisa diganti ruku' dengan niatan sujud, karena sujud intinya adalah menampakkan pengagungan kepada Alloh dan ketundukan terhadapnya menyelisihi orang-orang sombong yang tidak mau sujud. Dan ternyata keadaan serupa juga bisa terealisasi cukup dengan ruku. Oleh karena itu kata-kata ruku di dalam Al Qur'an bila di sebutkan secara mutlak sudah mencakup sujud, sebagaimana firman Alloh: وخر راكعا ) ) yang mana ma'nanya adalah: ( سقط ساجدا ). Akan tetapi qiyas yang semacam ini terdapat kesalahan, yaitu diperbolehkannya mengganti suatu bentuk ibadah yang telah di tentukan caranya dengan ibadah yang lain atau menggantikan ibadah yang hakiki dengan yang bersifat majazi. Akan tetapi apabila permasalahan ini kita bawa kepada istihsan maka perbuatan semacam tidak di perbolehkan karena perintahnya adalah sujud, maka tidak diperbolehkan mengganti sujud tilawah dengan ruku. Ruku dan sujud di dalam sholat kedua-duanya di perintahkan: ( يا أيها الذين أمنوا اركعوا واسجدوا ) , maka tidak diperbolehkan melakukan yang satu dalam rangka mengganti yang lain.

D. Perbedaan antara Bid'ah, Maslahah Mursalah dan Istihsan

Yang menjadi titik tekan pada pembahasan ini adalah perbedaan di antara tiga perkara tersebut di atas, yang sering dijadikan qiyasan untuk menjustifikasi perbuatan bid'ah mereka. Adapun perbedaan antara Maslahah mursalah dan istihsan tidak akan kami bahas secara detail dan mungkin hanya secara global saja.

1. Beda antara Bid'ah dan Maslahah Mursalah

Sebahagian kaum muslimin menganggap bahwa Maslahah Mursalah sama halnya dengan bid'ah dan mereka nisbatkan kepada apa yang pernah terjadi pada masa sahabat dan tabi'in. Bahkan mereka sampai membagi bid'ah menjadi beberapa jenis, di antaranya ada bid'ah wajib seperti jam'ul qur'an , bid'ah mandub sebagaimana sholat taraweh berjama'ah pada bulan Romadhon, Mubah, Makruh dan haram. Menurut mereka inti dari maslahah mursalah adalah tercapainya sebuah maslahah yang tidak di sebutkan di dalam nash syar'i secara khusus. Kalau kenyataannya semacam ini maka sama halnya dengan bid'ah. Penerimaan terhadap Maslahah Mursalah juga mewajibkan kita untuk menerima Bid'ah Hasanah karena kedua-duanya masil berada dalam satu rel.

Untuk meluruskan pemahaman ini maka perlu kita jabarkan beberapa penjelasan tentang maslahat sebagaimana berikut.

Jenis-jenis Maslahah di dalam syar'i ada tiga yaitu:

A. Al-Masholih Al-Mu'tabaroh, yaitu maslahat yang diakui oleh nash syari' sepeti adanya hukum qishos dalam rangka menjaga jiwa yang di haramkan oleh Alloh.

B. Al-Masholih Al-Mulghoh, yaitu maslahat yang diingkari oleh syar'i seperti perbuatan zina.

C. Al-Masholih Al-Mursalah, yaitu yang didiamkan oleh syar'i.

Yang menjadi obyek dalam pembahasan Maslahah mursalah adalah Maslahat yang tidak didapatkan nash khusus yang mengakuinya dan tidak pula di dapatkan yang mengingkarinya. Akan tetapi Maslahah Mursalah ini mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi, dan inilah yang membedakannya dengan apa yang mereka anggap dengan Bid'ah hasanah.

A. Hendaknya maslahat tersebut bersifat hakiki bukan sekedar praduga.

Maksudnya, penetapan hukum dalam masalah tersebut benar-benar bisa mendatangkan sebuah maslahat atau mencegah suatu mudhorot. Adapun kalau hanya sekedar praduga belaka, maka tidak tisebut sebagai maslahah mursalah, akan tetapi maslahah "wahamiyyah".

B. Hendaknya maslahat tersebut bersifat umum bagi seluruh kaum muslimim dan bukan individual atau kepentingan kelompok tertentu.

C. Hendaknya syari'at tidak menolak keberadaan maslahat tersebut.

Tiga syarat inilah yang tidak terdapat di dalam bid'ah hasanah yang mereka katakana tersebut.

2. Beda antara bid'ah dan istihsan

Di antara para ulama ada yang mengingkari penetapan hukum dengan istihsan di antaranya adalah Imam Syafi'i Rohimahulloh yang masyhur dengan perkataan beliau " من إستحسن فقد شرع " barang siapa yang menetapkan hukum dengan istihsan maka sama halnya dengan membuat syari'at baru.

Adapun yang menjadi landasan mereka dalam menolak Istihsan adalah sebagaimana berikut:

A. Bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk menetapkan suatu hukum tanpa dasar nash atau qiyasan dari suatu nash, karena hal tersebut hanya bersandarkan kepada hawa. Alloh berfirman Subhanahu wata'ala:

وأن احكم بما أنزل الله ولا تتبع الهوى

"Dan hedaklah kalian menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Alloh dan janganlah menuruti hawa nafsu".

B. Rosululloh tidak pernah menfatwakan sesuatu dengan istihsan akan tetapi beliau melihat kepada wahyu, karena beliau tidaklah mengatakan sesuatu dari hawa nafsu kecuali dari wahyu yang sampai kepadanya.

C. Istihsan landasannya adalah akal, dan tidak ada perbedaan antara orang jahil dan alim di dalamnya. Kalau seandainya Istihsan itu di perbolehkan maka niscaya di perbolehkan juga seseorang membuat syari'at baru.

Adapun yang menjadi landasan dalil bagi mereka yang memperbolehkan adalah sebagai berikut:

A. Bahwasanya mengambil sesuatu yang mudah dan meninggalkan yang susah/memberatkan adalah ada pijakan hukumnya, sebagaimana firman Alloh Subhanahu wata'ala:

يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر

"Dan Alloh menginginkan atas kalian kemudahan dan tidak menginginkan atas kalian kesusahan"

Demikian pula di ayat yang lain Alloh berfirman Subhanahu wata'ala:

واتبعوا أحسن ما أنزل إليكم من ربكم

"Dan ikutilah apa yang lebih baik dari apa yang di turunkan oleh Robb kalian"

Ibnu Mas'ud berkata:

ما راه المسلمون حسنا فهو عند الله حسنا

"Apa yang dianggap oleh kaum muslimin itu sebagai suatu kebaikan maka di sisi Alloh pula suatu kebaikan".

B. Sesungguhnya penetapan istihsan adalah berdasarkan kepada dalil yang disepakati oleh para ulama. Seperti halnya istihsan kepada Nash dalam menghukumi tidak batalnya puasa karena makan dan minum dalam keadaan lupa, begitu juga istihsan kepada ijma'.

Kalau kita mencermati permasalahan di atas pada hakikatnya perbedaan pendapat yang terjadi diantara mereka berawal dari pendefinisian yang berbeda. Yang diingkari oleh Imam Syafi'i beserta ulama yang sependapat dengannya adalah Istihsan yang bersandar hanya kepada hawa nafsu akal manusia belaka, tidak berlandaskan kepada suatu dalil. Sedangkan definisi yang ditetapkan oleh para ahli ushul tidaklah demikian, akan tetapi sesuatu yang ada dalil syar'ienya akan tetapi dialihkan kepada yang lebih kuat dhilalahnya.

Nah, celah kecil dalam perbedaan mema'nai Istihsan inilah yang digunakan landasan bagi para mubtadi' untuk mengatakan bahwa Istihsan adalah penetapan hukum yang tidak ada dasarnya dalam syar'i lantas mereka qiyaskan dengan apa yang mereka sebut dengan bid'ah hasah. Ini tentunya sebuah kesalahan yang nyata.

3. Adapun perbedaan antara Maslahah Mursalah dan istihsan bisa kita ketahui dari definisinya. Yaitu Istihsan berawal dari sesuatu yang ada pijakan nashnya akan tetapi berpindah kepada yang lebih kuat dhilalahnya, sedangkan Maslahah Mursalah berangkat dari sesuatu yang tidak ada pijakan nashnya secara khusus.

E. Kesimpulan

1. Perbuatan Bid'ah yang terjadi di tengah masyarakat mempunyai dampak yang sangat negatif dan mengotori kemurnian ajaran islam.

2. Karena para mubtadi' terkadang menggunakan alasan yang logis dalam menjustifikasi kesalahan mereka, maka seharusnya bagi para Du'at mempunyai ilmu dan kejelian dalam rangka meng Counter kekeliruan mereka.

3. Syubhat penyamaan antara Istihsan, Maslahah Mursalah dan Bid'ah adalah suatu kesalahan yang fatal dan tidak mempunyai dasar pijakan yang kuat.

4. Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah adalah satu-satunya solusi yang harus ditempuh bagi mereka yang ingin selamat dari sesatnya bid'ah.

F. Referensi

1. Al-Qur'anul Karim, Daaru Ibn Katsir, Cet. 3, Tahun 1426 H / 2005 M

2. Azzahroniy, Aliy Bin Bukhoit, Al-Inkhiroofat Al-Aqdiah Wal Amaliyah, Daru Ar-Risalah, Makkah, Tanpa tahun

3. Al-Imam Al-Hafidz, Al-Qursiy Ad-Damsiqiy, Abul Fida' Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'anul Adzim, Maktabah Al-Ashriyah, Beirut, Cet. 3, Tahun 1420 H / 2000 M

4. Al-Ashimiy An-Najdiy Al-Hambaliy, Abdurrohman Bin Muhammad Bin Qosim, Majmu' Fatawa Ibnu Taymiyah, Tahun 1418 H / 1997 M

5. Al-Alamah Asy-Syaikh, Al-Fatuhiy Al-Hambaliy, Muhammad Bin Ahmad Bin Abdul Aziz Bin Aliy, Syarhu Kaukabul Manar Al-Musamma Bi Muhtashorit Tahrir, Maktabah Al-Ubaikan, Riyadh, Tahun 1418 H / 1997 M

6. DR. Az-Zuhailiy, Wahbah, Ushulul Fiqh Al-Islamiyah, Daarul Fikr Al-Muashir, Damsyiq, Cet. 3, Tahun 1422 H / 2001

7. Al-Imam, Al-Bukhoriy Al-Ja'fiy, Abi Abdulloh Muhammad Isma'il, Sohihul Bukhoriy, Maktabah Syamilah

8. Al-Imam Al-Hafidz Muhammad Bin Hambal, Musnad Ahmad, Maktabah Syamilah

9. Al-Allamah Al-Imam, Al-Lakhmiy As-Syatibiy Al-Ghornatiy, Abi Ishaq Ibrohim Bin Musa Bin Muhammad, Al-I'toshom, Daaru Hadits, Kairo, Tahun 1424 H / 2003 M

10. Dr. Fathulloh, Washim, Bid'ah dan Dampak Buruknya Bagi Ummat, Pustaka At-Tibyan, Solo-Indonesia, Tahun 1428 H / 2007 M

11. Dr. Sholih Fauzan Bin Abdulloh Al-Fauzan, Muqorrorut Tauhid, Tanpa tahun

12. Abdul Aziz Bin Abdulloh Bin Baz, At Tahdzir Minal Bida' Maktabah Syamilah

13. Al-Lakhmiy As-Syatibiy Al-Ghornatiy, Al-Allamah Al-Imam Abi Ishaq Ibrohim Bin Musa Bin Muhammad, Al-Amru Bil Ittiba' Wan Nahyu Anil Ibtida', Maktabah Syamilah, http://www.alwarraq.com

14. Khutob Mukhtaroh, Maktabah Syamilah



[1]. Majmu fatawa ibnu taymiyyah, juz 10, Hal.254

[2]. Al-Munjid Fil Lughoh, hal.29

[3]. Al-I'tishom. Hal. 28

[4]. Kitabut Tauhid juz.3, Hal.137

[5]. Ilmu Ushulul fiqh, hal.84

[6]. Ibid

[7]. Ibid, Hal.79

[8]. Syarhu kaukabul manar al-musamma bi muhtashorit tahrir, juz: 4, hal: 431

[9]. Ilmu Ushul Fiqh, hal: 79

[10]. Tafsir Ibnu katsir juz.3, hal.152

[11].Musnad Ahmad. 20892, Maktabah Syamilah

[12]. Al amru bil ittiba wannahyu anil ibtida, Maktabah Syamilah juz.1, Hal.2

[13]. Al inkhirofat Al aqdiyyah wal amaliah, hal: 371

[14]. Al inkhirofat Al aqdiyyah wal amaliah, hal: 371

[15]. Shohih Bukhori, Maktabah Syamilah, Bab Jam'ul Qur'an, Hadits 4603

[16]. Ushulul fiqh al islamiy, juz.2, hal. 743

1 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih yaa