Minggu, 08 Juni 2008

Pendidikan Islam

PERAN PENDIDIKAN ISLAM
DALAM MEMBANGUN PERADABAN
Pada tanggal 6 tahun 1945 terjadilah peristiwa yang sangat dahsyat dengan di jatuhkannya bom nuklir di daerah Hirosima dan beriring 3 hari setelahnya di daerah Nagasaki. Dia dijatuhkan dari sebuah pesawat B-29 Superfortress bernama Enola Gay yang dipiloti oleh Letkol. Paul Tibbets, dari sekitar ketinggian 9.450 m (31.000 kaki). Senjata ini meledak pada 8.15 pagi (waktu Jepang) ketika dia mencapai ketinggian 550 meter yang menewaskan sekitar 50 juta jiwa dan menjadikannya kota mati yang dihiasi pepohonan terbakar. Peristiwa ini menjadikan jepang luluh lantak dan menyatakan dirinya kalah pada perang dunia kedua. Namun di balik kekalahan ini ada suatu kejadian menarik yang perlu menjadi catatan penting bagi kebangkitan jepang setelahnya. Yaitu kesadaran mereka tentang pentingnya pedidikan, sehingga dengan matinya jutaan jiwa tersebut yang pertama kali di tanyakan oleh mereka bukanlah jumlah pasukan yang tersisa untuk kembali menyusun kekuatan namun jumlah para pendidik. Pehatian dan semangat mereka dalam urusan pendidikan inilah yang kemudian mampu menjadikan jepang bangkit kembali dan menjadi kiblat seluruh dunia di bidang ekonomi dan tekhnologi. Meskipun peradaban yang berhasil di bangun bangsa jepang hanyalah mengedepankan satu sisi dan tidak menyeluruh serta tidak patut di banggakan secara mutlak namun kenyataan ini mejadi bukti nyata tentang peran pendidikan dalam membangun peradaban.
Kalau peradaban pada masa Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam sangatlah di unggulkan di tinjau dari berbagai aspek itu tidak terlepas dari sumberdaya mereka yang merupakan hasil dari didikan Rosululloh. Di dalam Al- Qur’an sendiri Alloh Subhanahu wata’ala pertama kali memerintah rosululloh Shollallohu alaihi wasallam untuk membaca (Iqro’) yang merupakan salah satu proses pendidikan yang sangat menentukan. Perintah membaca inilah yang kemudian banyak memepengaruhi kepribadian Rosululloh dalam mengemban Risalahnya.
Adalah rumah Al-Arqom bin Abil Arqom merupakan salah satu tempat di mana Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam mendidik para sabatnya pada fase da’wah sirriyah hingga menghasilkan kader yang berkepribadian tangguh dan tahan banting. Tampillah dari madrasah tersebut usman bin affan, bilal bin abi robah, hamzah bin abdul muthollib, umar bin khottob dan para sahabat lain yang banyak merwarnai perjuangan islam dalam merombak peradaban jahiliayah pada masa tersebut. Fakta sejarah ini menghasilka suatu kesimpulan bahwa pendidikan mempunyai perang penting dalam membangun peradaban di masa yang silam dan seharusnya pula bagi mereka yang ingin membangunnya di masa yang akan datang juga memberikan perhatian kepadanya karena ummat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan menempuh cara yang membuat ummat terdahulu menjadi baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan
Dalam rangka menggolkan obsesi kita untuk menjadikan generasi di masa mendatang akan mampu membangun peradaban maka kita harus memperhatikan faktor-faktor pendukung keberhasilan pendidikan baik dari sisi ruhiyah, aqliyah, jismiyah dan khuluqiyah. Jangan sampai cita-cita tinggallah angan-angan belaka yang tak bisa terealisasi. Faktor yang mendukung berhasilnya proses pendidikan tersebut adalah:
1) Lingkungan keluarga.

Lingkungan pertama yang paling berperan penting dalam mendidik anak adalah keluarga atau lebih spesifik lagi kedua orang. Di saat hatinya masih bersih, putih sebening kaca jika dibiasakan dengan dengan kebaikan maka ia akan tumbuh menjadi anak yang baik bahagia di dunia dan akhirat, demikian pula sebaliknya.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا { التحريم : 6 }
“Wahai orang-orang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”.
Berkata ibnu umar rodhiallohu anhu:
“Ajarkanalah adab terhadap anak-nak kalian karena akan di mintai pertanggung jawaban : Bagaimanakah adab yang kalian ajarkan kepadanya? Dan ilmu apakah yang kalian ajarkan kepadanya?
Sejauh mana sikap kepribadian orang tua maka itu akan di warisi oleh anak-anaknya, karena mereka adalah orang paling dekat dan paling banyak berpengaruh tehadap kepribadian seorang anak. Sehingga Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda:
كل مولود يولد على فطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
“Setiap anak itu di lahirkan dalam keadaan fitroh, maka kedua orang tuanyalah yang akan mejadikannya yahudi atau nasrani atau majusi”. ( HR. Bukhory )
Dengan demikian orang tua haruslah mampu menjadi contoh dan memberikan bimbingan kepada anaknya karena pada hakikatnya rumah adalah madrasah pertama yang paling berpengaruh terhadap masa depan mereka kelak. Ada ungkapan kata hikmah yang berbunyi:

الأم مدرسة إذا أعددتها أعددت شعبا طيب الأغراق
“Ibu adalah madrosah, jika engkau menyiapkannya dengan baik maka pada hakikatnya engkau telah menyiapkan generasi kedepan yang baik”
Bermasa bodohnya kedua orang tua terhadap pendidikan keluarga akan mengakibatkan malapetaka yang sangat besar bagi anak tersebut yang pada akhirnya juga akan kembali kepada kedua orang tuanya.
2) Lingkungan masyarakat
Kehidupan bermasyarakat adalah merupakan suatu kelaziman yang takkan terlepas dari setiap manusia. Kenyataan tersebut menjadikan kita tidak dapat memungkiri adanya pengaruh yang sangat luar biasa terhadap kepribadian seseorang. DR. Hasan bin Aliy bin Hasan Al-hajjajiy pengarang buku “Al Fikr At Tarbawi Inda Ibnul Qoyyim” berkata:
“Selama seseorang hidup bersama manusia lain maka suatu hal yang tidak bisa di pungkiri bahwa ia akan memberi pengaruh terhadap mereka dan merekapun akan memberikan perngaruh terhadap dirinya. Akan tetapi pengaruh mayoritas mereka lebih besar, karena ro’yul aam ( pendapat umum ) dan Wasa’il aamah ( sarana umum ) itu lebih besar pengaruhnya di bandingkan individu terhadap masyarakat. Dengan demikian maka pengaruh seseorang terhadap masyarakan lebih kecil bahayanya di bandingkan pengaruh masyarakat terhadap individu”.
Sehingga ada kaedah yang di katakan oleh seorang salaf ketika mengomentari permintaan asiyah istri fir’aun:
“Wahai Robbku bangunkanlah bagiku rumah di surga yang berada di sisimu”(At tahrim:11)
إختيار الجار قبل الدار
“Memilih tetangga lebih di dahulukan dari pada memilih tempat tinggal”. Hal ini di karenakan fenomena saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya sangatlah deras. Rosululloh menggmbarkan tentang fenomena ini dengan sabda beliau:
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk laksana penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi bisa jadi dia akan memberimu atau atau engkau membeli darinya atau akan mendapatkan bau wangi darinya. Sedangkan pandai besi, boleh jadi bajumu jadi terbakar karenanya atau engkau akan mendapatkan bau tidak enak darinya. ( HR. Muslim )
3) Sekolah tempat mereka belajar
Proses terbentuknya kepribadian seseorang berawal dari ilmu yang ia peroleh. Kemuadian ilmu itu akan menghasilkan suatu persepsi dan persepsi itu akan medorong seseorang untuk melakukan suatu tidakan selanjutnya bila sutu tindakan itu menjadi rutinitas akan mendarah daging dan menjadi sikap hidup orang tersebut. Sehingga Ibnu sirrin memberikan peringatan dalam masalah kehati-hatian dalam mengambil ilmu dengan perkataanya:
إن هذا العلم دين فا نظروا عمن تأخذونه
“Sesungguhnya Ilmu adalah agama, maka perhatikanlah orang yang akan kalian ambil ilmunya”.

Dengan demikian maka sekolah tempat mereka menimba ilmu haruslah benar-benar terjamin keilmuannya dan mempunyai kompetensi di bidang pengkaderan.
Pada saat ini seakan-akan pondok pesantren dan sekolah islam mendapatkan perlakuan yang dikriminatif. Ketika hendak menyekolahkan anak mereka lebih cenderung kepada sekolahan yang hanya mengedepankan keduniaan dan menjadikan pondok pesantren hanyalah sebagai alternatif terakhif apabila anak mereka mempunyai IQ yang rendah atau susah di atur. Padahal pembinaan ruhiyah harus lebih mereka utamakan dari segala-galanya karena itulah modal utama untuk sukses di dunia dan akhirat. Manusia tidak bisa menutup mata dari fakta sejarah keberhasilah pendidikan islam dalam melahirkan generasi yang mampu membangun peradaban semenjak zaman dahulu.
Jangan sekedar formalitas
Sebagian orang tidak secara syumul dalam mema’nai generasi yang baik. Mereka hanya menilai dari sisi material saja, sehingga apa yang mereka harapkan hanya akan berbuah penyesalan yang berkepanjangan. Persepsi semacam inilah yang akan menggiring cara berfikir mereka dalam mendidik generasi kedepan. Kita saksikan mereka lebih mengutamakan kuwantitas di bandingkan kuwalitas. Berapa banyak kita saksikan para alumni dari lembaga pendidikan yang tersohor namun tidak bisa memberika sumbangsih terhadap kemajuan ummat bahkan justru menjadi penghambat. Sehingga mucullah istilah ulama suu’ yang ini hasil dari pedidikan yang hanya mengedepankan kwantitas akademisi belaka tanpa memperharikan mutu. Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda:
من تعلم علما مما يبتغ به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيا مة يعني ريحها
“Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya dalam rangka mencari ridho Alloh akan tetapi hanya untuk mendapatkan bahagian dari perniagaan dunia maka tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat kelak”.
Sudah seharusnya kaum muslimim memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan islam dan tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai formalitas yang tak patut di bannggakan terlebih lagi di harapkan andilnya untuk membangun peradaban di masa yang akan datang.Wallohu A’lam ( uws )

Referensi:
-Ar-Rohiiqul Makhtum
-Al-Minhaj At Tarbawi Inda Ibnul Qoyyim
-Minhajut Tarbiyah Al-Islamiyyah
-Tafsir Aqur’anul Adzim Li Ibni Katsir

0 komentar: