Minggu, 08 Juni 2008

Seputar Hukum Wisata

Bagaimanakan hukum bepergian dan wisata ke negri kafir ?

Hukum safar ke negri kafir tidak diperbolehkan kecuali dengan tiga syarat

Pertama: seharusnya orang tersebut memiliki ilmu yang dapat menolak syubhat (kerancuan berfikir) yang ada.

Kedua: memiliki kapasitas Dien (iman) yang bisa mencegah dirinya dari syubhat-syubhat yang ada.

Ketiga: karena ia dibutuhkan disana.

Apabila syarat-syarat itu tidak memenuhi, maka tidak boleh baginya untuk bepergian kenegri kafir karena fitnah yang ada atau dikhawatirkan fitnahnya. Selain itu juga hanya buang-buang harta saja, karena dengan bepergian itu sendiri akan banyak mengekuarkan harta. Adapun kalau ia bepergian dalam rangka pengobatan atau mencari ilmu yang tidak didapatkan dinegrinya dan ia mempunyai ilmu dan dien yang telah kami sebutkan kreteria diatas maka tidak apa-apa baginya

Sedangkan safar dalam rangka wisata kenegri kafir, ini adalah bukan suatu kebutuhan karena masih memungkan baginya untuk bepergian (wisata) kenegri muslim yang penduduknya masih menjaga syi’ar-syi’ar islam. (Fatawa Al ‘Aqidah Asy Syeikh Muhammad bin Shalih Utsaimin. 237)

Huku safar dalam rangka ziarah kubur Nabi r

Syaddur Rihal (bersusah payah dalam perjalanan) untuk berziarah ke makam siapa saja tidak boleh karena Nabi r bersabda “ janganlah bersusah payah dalam melakukan perjalanan kecuali pada tiga tempat yaitu : masjidil haram, Masjidku (Masjid Nabawi),dan masjidil Aqsha”. Maksudnya adalah tidak boleh bersusah payah dalam melakukan perjalan ke tempat-tempat dimuka bumi dengan tujuan ibadah, karena tempat-tempat yang dikhususkan umtuk bersusah payah untuk menujunya hanyalah tiga mesjid saja. Adapun tempat-tempat yang bersusah payah untuk didatanginya seperti kuburan Nabi r maka itu tidak di perbolehkan dikarenakan yang diperintahkan untuk bersusah payah dalam mendatanginya adalah masjidnya (masjid Nabawi). Dan apabila telah sampai di masjid maka disunnahkan bagi kaum pria untuk berziarah kekuburan Nabi, adapun bagi kaum wanita maka tidak di sunnahkan. (Fatawa Al ‘Aqidah Asy Syeikh Muhammad bin Shalih Utsaimin. 599)

0 komentar: