Jumat, 20 November 2009

RISALAH UDHIYAH

Udhiyah artinya hewan ternak yang disembelih karena datangnya hari iedul adha dengan tujuan untuk bertaqarrub kepada Allah dengan syarat dan ketentuan tertentu.

MASYRUIYAH
Udhiyah disyariatkan berdasar dengan firman Allah dalam surat al-kautsar : 02 juga dalam surat 22 : 34
Dalam riwayat Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah menyembelih dengan tangan beliau sendiri dua ekor kabsy (kambing) yang gemuk, menyebut asma’ Allah dan bertakbir dan kedua kaki beliau diantara dua shahaf si kambing (al-bukhari dan muslim)
Abdullah bin Umar menuturkan “Nabi tinggal di madinah selama 10 tahun dan selalu menyembelih udhiyah (ahmad dan tirmidzi)
HUKUM UDHIYAH
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa hokum udhiyah adalah sunah muakadah bagi yang mampu. Ini adalah pendapat Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin al-Khattab, Bilal, Said bin al-Musayyib, Malik, Asy-Syafi’ie, Ahmad, Ibnu Hazm dan lainnya.
Menurut sebagian ahlu ilmi hukumnya adalah wajib meskipun masih adanya perselisihan juga tentang siapakah yang terkena kewajiban tersebut. Abu Hanifah menyatakan bahwa yang diwajibkan adalah bagi orang yang muqim dan mampu (al-Mufashal Fi Ahkamil Udhiyyah, DR Husammudin ‘Afadzir)

KEUTAMAAN UDHIYYAH
Dari Aisyah berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda “tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari idul adha yang lebih dicintai Allah dari menyembelih hewan udhiyah. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari kiamat akan dating beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah kurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah maka beruntunglah kalian semua dengan pahala udhiyyah itu” (at-tirmidzi)

WAKTU PENYEMBELIHAN
Waktu yang telah disepakati untuk berkurban adalah dilakukan pagi hari setelah menunaikan shalat ied hingga hari tasyrik. Tidak sah melaksanakan kurban sebelum shalat ied.
Imam muslim meriwayatkan dalam shahihnya bahwa nabi bersabda “barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang menyembelih setelah shalat maka telah sempurna ibadahnya dan bersesuaian dengan sunnah kaum muslimin” (HR Muslim)

BEBERAPA HAL BERKAITAN DENGAN HEWAN KURBAN
Adapun kriterian hewan yang boleh dijadikan sebagai kurban mencakup lima hal :
1. Merupakan hewan ternak
Makna al-an’am sesuai dengan makna lughawi dan kultur arab adalah hewan ternak yang berupa unta, sapid an domba. (lisanul arab 14/212-213) hal ini juga serupa dengan ungkapan dari syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhu al-Mumthi’ 7/273). Jadi jenis yang boleh dijadikan kurban adalah unta, sapid an domba.
Sedangkan kerbau menurut beberapa ulama’ seperti syaikh shalih al-fauzan, syaikh al-Utsaimin dan lainnya hukumnya boleh karena termasuk dalam kategori sapi.
2. Cukup Umur
Ketentuan tentang umur telah ditentukan oleh syar’i. Rasulullah bersabda “janganlah kamu menyembelih kurban kecuali musinnah kecuali kamu kesulitan, maka boleh kamu menyembelih domba jadha’ah” (muslim, 2797)
Musinnah atau biasa disebut dengan istilah tsaniyyah adalah setiap binatang piaraan (onta, sapi atau kambing) yang telah gugur salah satu gigi depannya yang berjumlah empat (dua di bagian atas dan dua di bagian bawah). Adapun dikatakan onta yang musinnah biasanya onta tersebut telah berumur 5 tahun sempurna, sapi yng musinnah adalah sapi yang telah berumur 2 tahun sempurna dan disebut kambing yang musinnah biasanya kambing tersebut satu tahun sempurna. Sedangkan domba jadha’ah yaitu domba yang belum genap berumur 1 tahun. (talkhish kitab ahkam al-udhiyyah wadh-dhakah, oleh syaikh Ibnu Utsaimin, Fiqh as-sunah 2/34 dan al-mu’jam al-wasith 101-102)
3. Tidak Cacat
Rasulullah pernah bersabda mengenai keadaan hewan yang layak untuk kurban “ada empat (yang harus dihindari) yaitu pincang yang benar-benar jelas pincangnya, buta sebelah yang jelas-jelas butanya, sakit yang jelas-jelas lemah atau kurusnya” (HR Abu Daud 2802, at-Tirmidzi 1541, an-nasa’I 7/214, Ibnu Majah 3144, dan dishahihkan al-Albani dalam misykat al-Mshabih 1465)
Yang termasuk cacat adalah pincang, sebelah matanya buta bukan sekedar juling, sakit yang menyebabkan lemah, lemah atau kurus akibat terlalu tua, gila dan terpotong sebagian telinga dan cacat lain yang lebih parah.
Ahli fiqh memakruhkan al-adbhaa’ (hewan yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), al-Muqaabalah (putus ujung telinganya), al-Mudaabirah (putus telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), al-kahrqaa (sobek telinganya), al-Bahqaa (sebelah matanya tidak melihat), al-batraa (yang tidak memiliki ekor), al-Musyayyah (yang lemah) dan al-mushfarah (terputus telinganya)
4. Disembelih pada waktunya
5. Milik pribadi, hewan tersebut tidak terkaid dengan hak orang lain

JENIS KELAMIN HEWAN QURBAN
Ketentuan jenis kelamin hewan kurban tidak paten harus jantan akan tetapi diperbolehkan juga betina. Hal ini sesuai hadits-hadits Nabi yang bersifat umum mencakup kebolehan berkurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin. (sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)

PATUNGAN UNTUK KURBAN
Diperbolehkan patungan atau pengatasnamaan satu hewan kurban untuk beberapa orang dengan ketentuan sebagai berikut :
1. kambing untuk satu orang atau keluarga
Atha’ bin Yasar berkata “Aku bertanya kepada abu Ayyub al-Anshari bagaimana sifat sembelihan di masa Rasulullah, beliau menjawab : jika seseorang berkurban seekor kambing maka untuk dia dan keluarganya kemudian mereka makan dan memberi makan dari kurban tersebut (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Malik, al-Baihaqi dengan sanad hasan)
2. sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang
Dari Ibnu Abbas dia berkata “Kami bersama Nabi dalam sebuah perjalanan kemudian tiba hari ied. Maka kami berserikat tujuh orang pada seekor sapid an sepuluh orang pada seekor unta” (HR at-tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh al-albani dalam shahih sunan at-tirmidzi no : 1213)
3. pengatasnamaan satu hewan melebihi jumlah diatas tidak ada dasar yang shahih. Misalnya patungan satu RT, membeli satu kambing dengan atas nama orang satu RT. Ini tidak dinamakan kurban meskipun sembelihan tetap sah jika dilakukan sesuai syariat.

PEMANFAATAN DAGING KURBAN
Allah telah berfirman “…Maka makanlah sebagian daripadanya dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yng sengsara lagi fakir” (QS al-Hajj : 28)
Para ulama’ berkata bahwa sebaiknya 1/3 dimakan oleh yang berkurban, 1/3 disedekahkan kepada orang fakir miskin dan 1/3 sisanya dihadiahkan kepada kerabat. Selain itu daging kurban juga boleh dikirim ke kampong lain yang membutuhkannya. Namun tidak boleh di jual meskipun hanya kulit dan kakinya.

LARANGAN MENJUAL KULIT ATAU LAINNYA
Tidak diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan sembelihan baik daging, kulit, kepala, teklek, bulu, tulang maupun bagian yang lainnya. Ali bin Abi Thalib mengatakan “Rasulullah memerintahkan aku untuk mengurusi penyembalihan onta kurbannya. Beliau juga memerintahkan aku untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya. Dan aku tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka ibadah kurbannya tidak ada nilainya” (HR al-Hakim 2/390 dan al-Baihaqi. Syaikh al-Albani mengatakan hasan)
Terkadang masih didapatkan sebagian panitia kurban menjual kulit kurban karena memang enggan untuk mengurusinya sehingga mereka jual dan ditukarkan dengan daging. Hal ini tentu dilarang oleh syar’I sehingga solusi yang mungkin dilakukan oleh panitia adalah dengan menyerahkan terlebih dahulu kulit tersebut kepada beberapa orang fakir lalu membantu mereka menjualkannya jika memang mereka ingin menjualnya.

TIDAK MENGUPAH JAGAL DARI DAGING KURBAN
Syaikh Abdullah al-Bassam menuturkan “tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan dengan kesepakatan para ulama’. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika ia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…” (Taudhihul Ahkam , 4/464)

MENGAMBIL SATU KAMBING UNTUK MAKAN PANITIA
Status panitia maupun jagal dalam pengurusan hewan kurban adalah sebagai wakil dari shohibul kurban dan bukan amil. Karena statusnya hanya sebagai wakil maka panitia kurban tidak diperkenankan mengambil bagian dari hewan kurban sebagai ganti dari jasa dalam mengurusi hewan kurban.

MEMBERIKAN DAGING KURBAN UNTUK ORANG KAFIR
Ulama’ Madzhab Malikiah berpendapat makruhnya memberikan daing kurban kepada orang kafir. Imam Malik berkata “diberikan kepada selain mereka lebih aku sukai”
Syafi’iyah berpendapat “haram untuk kurban yang wajib seperti kurban nadzar dan makruh untuk kurban yang sunah. (fatwa Syabakan Islamiyah : 29843)
Fatwa lajnah daimah menyatakan bahwa dibolehkan memberikan diging kurban kepada kafir mu’ahid, orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Hokum ini juga berlaku untuk pemberian sedekah (fatwa lajnah dai’imah : 1997)

SUNAH BAGI ORANG YANG HENDAK BERKURBAN
Termasuk petunjuk nabi bagi orang yang hendak menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kukunya walau sedikit, bila telah masuk hari pertama bulan dzulhijjah (nailul author 5/200-203)
Dalam riwayat Abu Daud, Muslim dan an-Nasa’I disebutkan “barangsiapa mempunyai sembelihan hewan udhiyah yang akan disembelihnya maka jika telah terbit bulan tsabit dari dzulhijjah maka janganlah memotong dari rambut dan kukunya sampai dia menyembelih”
An-Nawawi berkata “yang dimaksud larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan menghilangkan kuku dengan gunting kuku atau memecahkannya atau selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong, mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu (campuran tertentu untuk menghilangkan rambut) atau selainnya. Sama saja apakah itu rambut ketiak, kumis, rambut kemaluan, rambut kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang ada ditubuhnya” (syarhu Muslim 13/139-139)
Larangan ini hanya berlaku bagi orang yang hendak berkurban saja dan tidak untuk keluarganya (syarhul mumti’ : 7/529)
Kedua : disunahkan membaca takbir dan basmalah ketika menyembelih hewan udhiyah. Sebagaimana riwayat anas bahwa ia berkata “Nabi berkurban dengan dua domba jantan yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk. Beliau menyembelihnya dengan tangannya, dengan mengucapkan basmalah dan takbir, dan beliau meletakkan satu kaki beliau di kedua domba… tersebut” (Bukhari 5558, muslim 1966 dan abu daud 279
Ketiga : disunahkan bagi orang yang berkurban, untuk memakan daging kurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang kafir dan menghadiahkan kepada karib kerabatnya. Nabi bersabda “makanlah daging kurban itu, dan berikanlah kepada fakir miskin dan simpanlah (HR Ibnu Majah dan at-Trirmidzi hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu pemanfaatan daging kurban dilakukan menjadi tiga bagian atau cara : yaitu makanlah, berikanlah kepada fakir miskin dan simpanlah. Namun pembagian ini tidak bersifat wajib akan tetapi mubah (lihat Ibnu Rusyd bidayatul mujtahid 1/352. figh sunah sayid sabiq)

ARISAN KURBAN
Mengadakan arisan dalam rangka berkurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk kurban. Karena hakekat arisan adalah hutang. Sebagian ulama’ menganjurkan untuk berkurban meskipun dengan hutang. Diantaranya adalah imam abu hatim sebagaimana yang dinukil oleh ibnu katsir dari sufyan at-tsauri (tafsir ibnu katsir, surat al-haj : 36). Demikian pula imam ahmad dalam masalah aqiqah.
Sebagian ulama’ yang lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada berkurban. Diantaranya adalah syaikh Utsaimin dan ulama’ tim fatwa islamweb.net di bawah pengawasan DR Abdullah faqih (lihat fatwa syabakah islamiyah no : 7198 dan 28826 ). Syaikh Utsaimin mengatakan “jika orang yang punya hutang maka selayakanya mendahulukan pelunasan hutang dari pada berkurban. (syarhul mumti’ : 7/455)
Barangkali jika dikompromikan dengan yang membolehkan hutang untuk erkurban adalah jika hutangnya ringan. Sedangkan yang diharuskan mendahulukan hutang jika hutangnya dibutuhkan dan juga memberikan bagi si penghutang.

KAPANKAH KURBAN MENJADI WAJIB ?
Syaikh Utsaimin menjelaskan berkurban menjadi wajib bagi seseorang ketika :
1. Dia menyatakan bahwa ternak ini adalah udhiyah. Maka pada saat itu ia wajib menyembelih hewan tersebut pada saat idul adha dating nanti.
2. Membeli hewan dengan niat untuk udhiyah. Tapi ini hanya berlaku jika dia membeli dalam posisi mengganti hewan yang akan dia kurbankan namun karena suatu hal hewan tersebut mati atau hilang.
Catatan :
1. Hewan tersebut tidak boleh dijual dihibahkan atau digadaikan. Kecuali jika diganti dengan yang lebih baik. Itupun harusa karena motivasi demi kebaikan udhiyah. Bukan karena ada tendensi pribadi semisal kambing tersebut adalah kambing kesayangan lalu ia ingin mengganti agar kambing itu tidak disembelih. Sebab sama saja ia ingin mengembalikan sesuatu yang sudah ia keluarkan untuk Allah
2. Jika pemilik hewan wafat setelah hewan itu berubah statusnya menjadi wajib untuk disembelih maka ahli warisnya harus menyembelihnya
3. Sebaiknya hewan tersebut tidak diberdayakan untuk membajak dinaiki, diperah, diambil bulunya dan sebagainya
4. Jika status hewan tersebut menajdi wajib untuk dikurbankan lalu ditengah perjalanan ternyata terjadi kecelakaan yang membuat hewan tersebut cacat maka ada dua kondisi :
• Jika kecelakaan tersebut karena factor kesengajaan atau keteledorannya maka orang yang berkurban harus mengganti hewan tersebut dengan minimal yang semisal. Lalu hewan yang cacat itu menjadi miliknya
• Jika cacat tersebut karena sesuatu yang tidak disengaja dan bukan karena keteledorannya dalam menjaganya, maka hewan tersebut tetap dijadikan udhiyah dan tidak menggantinya. Kecuali jika sebelum status hewan tersebut menjadi wajib, dia memang sudah memiliki kewajiban untuk berkurban. Misalnya saya bernadzar untuk berkurban tahun ini. Lalu dia membeli kambing status kambing pun jadi wajib dikurbankan. Lalu terjadilah kecelakaan yang membuat kambing itu cacat. Maka dia harus tetap mengganti untuk kemudian disembelih guna memenuhi nadzarnya. Dan jika hewan penggantinya lebih jelek kualitasnya, ia harus bersedekah al-arsy yaitu harga yang merupakan selisih antara harga kambing yang diganti dengan penggantinya. Hokum ini juga berlaku jika hewan tersebut dicuri atau hilang.
• Jika hewan tersebut rusak ada tiga kondisi pertama ; jika rusaknya bukan karena factor manusia seperti sakit, atau bencana atau ulah si hewan sendiri lalu dia mati maka tidak wajib mengganti. Kedua ; jika matinya karena ulah pemiliknya maka ia harus mengganti . ketiga ; jika matinya karena orang lain dan masih dimungkinkan orang tersebut mengganti, maka ia diminta untuk menggantinya, kecuali jika pemiliknya memaafkan dan bersedia mengganti.
5. Jika hewan tersebut melahirkan setelah statusnya menjadi wajib untuk disembelih maka anak hewan itu harus disembelih pula.
6. jika setelah disembelih dagingnya dicuri, jika karena keteledorannya ia harus mengganti dengan sedekah yang senilai. (diringkas ahkaul udhiyah wa addzakah pasal kelima karya syaikh al-Utsaimin)





Read More..

Bersyukur dengan udhiyah

Menghitung ni'mat dan karunia Allah swt memang tak ada habisnya. Andai saja air laut yang terhampar dilautan dijadikan sebagai tinta dan seluruh pepohonan sebagai pena, niscaya tak akan cukup untuk menghitungnya. Limpahan ni'mat dan karunia ini mejadikan manusia tidak akan pernah mampu untuk berbalas budi kepada Allah meski haruh mengabdikan diri dengan menghabiskan seluruh usianya. Namun, bukan berarti kita tidak perlu berbalas budi. Sebagai hamba kita seharusnya tau diri dihadapan Allah subhanahu wata'ala dengan menta'ati apa yang diperintahkan dan dianjurkan olehNya. Seorang karyawan yang bekerja disebuah perusahaan tentunya akan mentaati setiap perintah yang datang dari atasannya. Meski sebenarnya gaji yang ia dapatkan tidak sebanding degan ni'mat yang Allah berikan kepada kita secara Cuma-Cuma. Lantas pantaskah kita meremehkan perintah yang disyariatkan oleh Allah?Rasulullah saw adalah satu sosok manusia yang paling sempurna dalam mengabdikan diri kepada Allah swt. Sebagai contoh, saat turunnya surah al-kautsar. Ketika itu beliau Shollallohualaihi wasallam tertidur sejenak kemudian mengangkat kepalanya sambil tersenyum, lantas para sahabatpun bertanya: Wahai Rosululloh mengapa engkau tersenyum? Ia pun bersabda: "Sesungguhnya baru saja turun kepadaku ayat: (Sesungguhnya aku telah memberikan kepadamu Al-kautsar, maka sholatlah dan menyembelihlah)". Rasulullah saw dan para sahabatnya dengan penuh ketaatan dan rasa syukur terhadap karunia besar yang dijanjikan tersebut, segera melaksanakan udhiyah. Bahkan rasululallah mengancam bagai mereka yang mempunya keluasan harta namun enggan untuk berudhiyah untuk tidak mendekati tempat shalat beliau. "barang siapa yang mempunyai keluasan harta namun tidak berudhiyah maka jangan sekali-kali mendekat tempat shalat kami". (Hr. Tabrani)
Dengan demikian, Udhiyah merupakan salah satu bukti ungkapan rasa syukur terhadap karunia Allah dan mencontoh apa yang telah disunnahkan oleh rasulullah. Sebagai muslim yang baik, dengan keluasan harta yang diberikan oleh Allah swt, tentunya kita tidak akan ketinggalan untuk turut melaksanakan amalan yang sangat mulia ini. Wallahu a'lam bis shawab





Read More..

Antara Kebangkitan Islam Dan Radikalisme

(Tela’ah kritis terhadap tulisan “Isy kariman aw mut syahidan Slogan pembangkit militansi Teologi kematian dan Kekuasaan”. Jawa pos 27 sept 2009)
Pasca serangan 11 september 2001 dengan merebaknya issu “pemberantasan terorisme” nampaknya menjadi senjata ampuh bagi amerika “sang teroris sejati” untuk menghancurkan islam. Setelah sekian lama mendapatkan jalan buntu akhirnya mereka mendapatkan jalan baru untuk mewujudkan obsesi mereka selama ini. Dengan issu itulah mereka mengadakan infasi ke Afghanistan dan irak yang merupakan bahagian dari negeri kaum muslimin. Tidak cukup sampai disitu bagi negera-negara islam yang belum memungkinkan bagi mereka untuk dijajah, mereka menyerangnya dengan pemikiran.


Tak dapat dipungkiri bahwa metode baru yang mereka gunakan cukup memberikan pengaruh terhadap ummat islam diseluruh penjuru dunia. Jutaan nyawa kaum muslimin melayang dan lebih ironisnya, sebahagian kaum muslimin tidak perduli terhadap nasib mereka dan dengan tidak sadar justru menyalahkan kaum muslimin dan mendukung kejahatan orang-orang kafir yang dibalut dengan slogan “Pemberantasan Teroris”. Mereka tidak sadar kalau ternyata mereka juga sudah terjajah secara pemikiran oleh musuh-musuh islam sehingga hakikat kebenaran tentutup dari pandangan mereka.
Pernyataan bush pasca serangan WTC “with us or with terrorist” ternyata mampu mengelabui kaum muslimin. Mereka menelan pernyataan dengan mentah-mentah dan tidak menyikapinya secara obyektif yang mengakibatkan mereka terjebak kedalam perangkap musuh. Hingga jangan heran kalau ternyat jutru kaum muslimin sendiri yang turut menghancurkan benih-benih kebangkitan islam yang sering diidentikkan dengan radikalisme.
Berbagai tulisan yang menyudutkan gelora kebangkitan islam tersebar diberbagai media. Sebagai mana sebuah tulisan yang dimuat dalam harian Jawa Pos 27 september 2009 dengan judul “Isy kariman aw mut syahidan Slogan pembangkit militansi Teologi kematian dan Kekuasaan”. Dari opini yang coba dibangun oleh sang penulis memberikan gambaran bahwa gelora kebangkitan islam yang merebak ditengah-tengah ummat bukanlah merupakan satu nilai positif yang perlu dilestarikan. Justru sang penulis menggapnya sebagai suatu kekeliruan yang perlu dibenahi atau diberantas.
Padaha sejatinya, slogan “isy kariman aw mut syahidan” yang penulis anggap sebagai slogan pembangkit Radikalisme adalah cerminan pribadi seorang muslim yang sebenarnya. Kalau beliau mau menyikapi slogan tersebut secar obyektif tentunya beliau akan mengetahui bahwa dengan tampilalnya islam sebagai satu sosok yang mulian, dengan itulah ia akan mampu menjadi khalifah dipermukaan bumi yang akan mampu melestarikan keadilan dan menghancurkan keadilan. Berarti dengan merealisasikan slogan tersebutlah islam akan tampil sebagai rahmatan lil alamin sebagaimana yang dikatakan oleh sang penulis bahwa islam adalah Rahmatan Lil Alamin.
Penulis juga sepertinya rancu dalam memahami istilah “Rahmatan lil alamin” sehingga menganggap bahwa jihad bukanlah bahagian dari rahmatan lil alamin. Satu hal yang harus kita fahami bahwa istilah-istilah syarie seharusnya ditafsirkan dengan perngertian syariw pula. Bukan menafsirkan istilah-istilah syarie hanya berdasarkan kepada akal dan perasaan belaka. Tidak ada yang memungkiri bahawa rasulullah saw adalah satu sosok yang paling mampu merealisasikan istilah Rahmatan lil alamin. Namun sejarah membuktikan bahwa beliau adalah seorang panglima perang yang sering melakukan peperangan yang tentu padanya terdapat korban dan kerusakan meski itu semua tetap berada dalam batasan-batasan syar’ie. Dengan kata lain, ketikan seseorang benar-benar ingin menjadi satu sosok yang tampil sebagai rahmatan lil alamin, maka hendaklah ia melaksanakan setiap syariat islam meskipun hal tersebut terasa asing dan berat bagi dirinya.
Kalau saja sang penulis ingin benara-benar menjadi sosok yang rahmatan lil alamin, seharusnya beliau turut mendukung gelora kebangkitan islam dan bukan jutsru menuduhnya sebagai radikalisme.
By: Uweis Abdullah


Read More..
Sabtu, 01 Agustus 2009

Menyongsong Persatuan Melalui Penyeragaman Puasa dan Ied

MUQADDIMAH
Diinul islam adalah agama yang dibangun diatas persatuan. Dan ia menjadi ciri khusus yang membedakannya dari agama-agama yang lain. Berkata syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ketika menjelaskan perkara-perkara jahiliah: "mereka orang-orang jahiliyah berpecah belah dan beranggapan bahwa as-sam'u wat tha'ah (Mendengar dan ta'at kepada pemimpin) adalah kehinaan dan kenistaan, kemudian Allah l memerintahkannya untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan" .
Allah l berfirman:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang yang bersaudara. dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk" (Qs. Al-Imran: 103)
Di ayat lain Allah l juga berfirman:
وَلاَ تَنَازَعُواْ فَتَفْشَلُواْ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُواْ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". (Qs. Al-Anfal: 46)
Di ayat lain Allah l berfirman:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat". (Qs. Ql-Imran: 105)
Firmannya juga:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعاً لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat". (Qs. Al-An'am: 159)
SIMBOL PERSATUAN DALAM PUASA DAN IED
Di dalam syari’at yang Allah k turunkan kepada hambanya tentu mengandung maslahat baik yang langsung dapat dideteksi oleh indra manusia atau tidak disadari oleh manusia. Termasuk di dalam syai’at puasa dan ied ada maslahat besar yang terpendam dibaliknya yaitu persatuan. Simbol persatuan tersebut dapat difahami dari hadits Rasulullah ` yang berbunyi:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“puasa adalah saat dimana kalin semua berpuasa dan fitri adalah saat diamana kalian semua berfitri dan hari adha adalah saat kalian semua melaksanakan udhiyah”. (Hr. Tirmidzi)
Disebutkan dalam tuhfatul ahwadzi :
وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ : إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا الصَّوْمُ وَالْفِطْرُ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعِظَمِ النَّاسِ
bahwa yang dimaksud dengan hadits diatas adalah perintah untuk melaksanakan puasa mengikuti jama’ah dan mayoritas manusian
Dari hadits diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan puasa terdapat simbol persatuan. Yaitu dengan melaksanakannya bersama-sama mayoritas manusia. Dan barang tentu bahwa kebersamaan merupakan salah satu indikasi persatuan. Sedangakan penyelisihan terhadap perintah untuk melaksanakan secara bersama’an merupakan indikasi perpecahan. Majelis fatwa lajnah da’imah pernah ditanya tentang sebahagian kaum muslimin yang melakukan ramadhan meyelisi mayoritas kaum muslimin dengan alasan bahwa mereka tidak meyakini ru’yah hilal kecualil dengan melihat secara mata telanjang dan tanpa menggunakan alat maka dijawab sebagai berikut:
يجب عليهم أن يصوموا مع الناس ويفطروا مع الناس ويصلوا العيدين مع المسلمين في بلادهم لقول النبي صلى الله عليه وسلم: « صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم فأكملوا العدة » متفق عليه، والمراد الأمر بالصوم والفطر إذا ثبتت الرؤية بالعين المجردة أو بالوسائل التي تعين العين على الرؤية لقوله صلى الله عليه وسلم: « الصوم يوم تصومون والإفطار يوم تفطرون والأضحى يوم تضحون
“wajib bagi mereka untuk berpuasa bersama manusia dan fitri bersama manusia serta shalat iedain bersama kaum muslimin dinegaranya. Berdasarkan hadits rasulullah ` (berpuasalah kalian dengan ru’yah dan fitrilah dengan ru’yah. Dan apabila terjadi mendung maka sempurnakanlah bilangannya) mutafaq alaihi. Maksudnya adalah perintah untuk berpuasa dan fitri apabila telah terlihat bulan denga mata telanjang atau dengan alat bantu untuk melihatnya. Ini berdasarkan hadits rasulullah ` “puasa adalah saat kalian semua berpuasa dan fitri adalah saat kalian semua befitri dan adha adalah saat kalian semua menunaikan udhiyah”.
Berkata syaikhul islam ibnu taymiyah:
Nampaknya bulan bagimanusia meski yang meliahatnya sepuluh orang namun tidak dianggap oleh mayoritas penduduk negeri karena kesaksiannya tertolak, atau mereka tidak mau bersaksi atasnya, maka hukumnya adalah hukum mayoritas kaum muslimin. Mereka tidak boleh melakukan wukuf, adha dan shalat ied kecuali bersama mereka. Maka demikian pula halnya dengan puasa harus bersama kaum muslimin. Inilah ma’na hadits rasulullah:
صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ ، وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ ، وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ
”puasa kalian adalah saat dimana kalian semua berpuasa dan fitri kalian adalah saat dimana kalian semua berfitri dan adha kalian adalah saat kalian semua beradha”.
Oleh karenanya imam ahmad berkata “hendaknya mereka berpuasa bersama imam dan jama’ah kaum muslimin baik dalam suasana terang atau mendung”
MOMENTUM PEMBAGUNAN PILAR PERSATUAN
Islam telah meletakkan pilar-pilar persatuan diantaranya pada puasa dan peleksanaan ied. Ini dapat kita fahami hadits yang yang disampaikan rasulullah tentang kewajiban mengikuti mayoritas kaum muslimin. Adapun pilar-pilar persatuan tersebut adalah:
1. Mengiklaskan niat dalam setiap amal ibadah
Keikhlasan akan menjadikan persatuan terasa indah meski harus mengalahkan pendapat sendiri. Karen tujuan yang akan dicapai tidak lain adalah keridhaan Allah k. Allah k bersabda:
قل إني أمرت أن أعبد الله مخلصاً له ديني
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (Qs. -Zumar: 11)
Rasulullah ` bersabda:
إنما الأعمال بالنيات ولكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
“sesungguhnya seluruh amal perbuatan tergantung kepada niatnya. Dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan. Barag siapa yang hijrahnya untuk Allah dan rasulnya maka baginya keridhaan dari Allah dan rasulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya untuk dunia yang ia inginkan atau wanita yang akan ia nikahi maka baginya adalah apa yang ia inginkan”. (Hr. Bukhariy)
Dan barang tentu bahwa suatu amalan yang tidak disasarkan kepada keikhlasan akan tercemari dengan hasad, mencari ketenaran dan yang sejenisnya yang menyebabkan perpecahan ditengah kaum muslimin.
2. Bersatu diatas kebenaran
Dan tentunya kewajiban untuk mengikuti kebanyakan manusia adalah apabila merka berpegang kepada kebenaran yang berasal dari al-qur’an. Pendapat kebanyakan manusia apabila tidak bersandar kepadanya merupakan kesesatan. Sebagaimana firman Allah k yang berbunyi:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“dan apabila kalian mengikuti kebanyakan manusia dimuka bumi maka mereka akan menyesatkan kalian dari Allah”. (Qs. Al-An’am: 116)
Sehingga disebutkan dalam tuhfatul ahwadzi bahwa yang dimakud dengan hadits “puasa adalah saat diamana kalian berpuasa dan fitri adalah saat kalian berfitri”. Adalah:
إِنَّهُ إِخْبَارٌ بِأَنَّ النَّاسَ يَتَحَزَّبُونَ أَحْزَابًا وَيُخَالِفُونَ الْهَدْيَ النَّبَوِيَّ ، فَطَائِفَةٌ تَعْمَلُ بِالْحِسَابِ وَعَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ النَّاسِ ، وَطَائِفَةٌ يُقَدِّمُونَ الصَّوْمَ وَالْوُقُوفَ بِعَرَفَةَ وَجَعَلُوا ذَلِكَ شِعَارًا وَهُمْ الْبَاطِنِيَّةُ ، وَبَقِيَ عَلَى الْهَدْيِ النَّبَوِيِّ الْفِرْقَةُ الَّتِي لَا تَزَالُ ظَاهِرَةً عَلَى الْحَقِّ فَهِيَ الْمُرَادَةُ بِلَفْظِ النَّاسِ فِي الْحَدِيثِ وَهِيَ السَّوَادُ الْأَعْظَمُ وَلَوْ كَانَتْ قَلِيلَةَ الْعَدَدِ
“Itu merupakan penghabaran bahwa manusia akan berkelompok-kelompok dan meyelisihi petunjuk dari nabi. Sekelompok menggunakan hisab dan diikuti oleh sebahagian manusia. dan kelompok yang lainnya mengawalkan shaum dan wukuf di arafah dan menjadikan hal tersebut syiar khusu dan mereka adalah golongan bathiniyah. Dan tersisa sekelompok yang tetap berada di atas petunjuk nabi dan ia akan nampak diatas kebenaran. Itulah yang dimaksud “ puasa (bersama) manusia” di dalam hadits. Dan ia sawadul a’dzom meski sedikit jumlahnya”.
(lihat tuhfatul ahwadzi)
3. Melepaskan belenggu ashabiah jahiliah
Dalam membangun persatuan hendakalah kaum muslimin melepaskan diri dari belenggu ashabiah jahiliyah. Yaitu saling tolong menolong dalam kesalahan dan kedzoliman. Ini bisa terwujud dengan cara menguatkan pendapat kelompoknya meski nyata-nyat salah. Seakan-akan ia mengukur kebenaran dan membatasinya sebatas apa yang sesuai dengan kelompoknya tanpa memperhatian kekuatan hujjah yang dijadikan pegangan. Sikap semacam ini sebagaimana perbuatan orang-orang jahiliah. Sudah barang tentu bahwasanya ashabiyah adalah sebab terjadinya perpecahan pada tubuh kaum muslimin dan tertutupnya diri seseorang dari kebenaran yang mungkin saja berada di fihak orang lain. Rasulullah ` pernah ditanya tentang ashabiyah beliau menjawab: “yaitu kalian membantu kaum (kelompok) kalian dalam kedzaliman”. (Hr. Ahmad)
4. mengembalikan perkara kepada Al-qur’an dan sunnah
Yang menjadi ukuran kebenaran mutlak adalah apa yang datang dari al-qur’an dan sunnah rasulullah. Sehingga apabila terjadi perselisihan diatara kaum muslimin terkhusus kaitaanya dengan waktu pelasanaan puasa dan ied maka hendaknya dikembalikan kepada pendapat yang paling sesuai dengan al-qur’an dan sunnah. Allah k berfitman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan apabila kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasulnya apabial kalian beriman kepada Allah dan hari akhir yang demikian itu lebih baik bagi kalian dan merupakan sebaik-baik ta’wil”. (Qs. An-Nisa: 59)
Ibnu katsir berkata: “berhukum kepada kitab Allah dan sunnah rasulullah ` dalam menyelesaikan persengketaan adalah suatu kebaikan”.
Rasulullah ` bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
“aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabial berpegang teguh pada keduanya. Yaitu kitab Allah k dan sunnah rasulnya. (Hr. Malik)
5. mengikuti cara pandang para salafus shalih dan ulama ahlus sunnah.
Ini merupakan keniscayaan karena ummat saat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan menempuh jalan yang dicontohkan para salafus shalih. Allah k berfiman”
وإذا جاءهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) . (Qs. An-Nisa: 83)
Dalam ayat diatas Allah k mencela orang-orang bodoh yang tidak mau bertanya kepada orang yang berilmu. Hingga mejadikan mereka kacau balau dan membuat kerusakan dimuka bumi. Ini sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang khawarij yang memandang suatu permasalan tidak segaimana para ulama ahlussunnah dan menafsirkan sesuatu menuruti hawa nafsunya dan terbawa oleh emosional.
Referensi
At-Thariq ila wahdatil ummah, karya abdurrahman bin abdul khaliq
Majmu fatawa lajnah daimah, maktabah syamilah
Tuhfatul ahwadzi, maktabah syamilah
Fatawa al-kubra, maktabah syamilah
Tafsir al-qur’anul adzim, maktabah syamilah
Read More..
Selasa, 28 Juli 2009

I'DADUL QUWWAH

A. Muqaddimah
Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah swt sebagai Rabb yang menguasai langit dan bumi. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah l maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah l maka tidak seorangpun yag bisa memberinya petunjuk. Shalawat serta salam kepada nabi Muhammad  sebagai hamba dan rasulnya, keluarga, para sahabat dan siapa saja yang masih tetap konsisten dalam meniti jalan hidup di atas jalan yang beliau contohkan
Akhir-akhir ini gelora jihad terutama dikalangan para pemuda makin semarak. Berbagai macam slogan baik secara lilsan atau tulisan tersebar dimana-mana. Fenomena ini di satu sisi memang menandakan adanya perkembangan positif dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya yang mana seseorang harus sembunyi-sembunyi dalam menyebarkan fikrah jihad. Namun perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa amaliah jihadiah bukanlah suatu amalan yang mudah laksana membalikkan telapak tangan. Syaikh Abdullah azzam rahimahullah berkata:
إِنَّ الْجِهَادَ فِي سَبِيْلِ الله هُوَ مِنْ أَشَقِّ الْأُمُورِ لَا يَحْتَمِلُهُ إِلَّا قَلِيْلٌ مِنَ النَّاسِ
"Sesungguhnya jihad dijalan Allah adalah merupakan urusan yang paling berat. Tidak ada yang mampu memikulnya kecuali hanyalah sebahagian kecil dari manusia".

Jihad haruslah diawali dengan i'dad yang merupakan penentu keberhasilan. Allah l telah mewajibkannya di dalam al-qur'an demikian juga Rasulullah  di dalam sunnahnya. Barang siapa yang meninggalkan i'dad sebelum nenunaikan faridhah jihad pada hakikatnya ia meninggalkan sebab datangnya kemenangan. Karena ia tidak memenuhi tuntutan tawakkal yaitu ikhtiyar. Padahah amaliyah jihadiah adalah suatu amalan yang berlandaskan kepada tawakkal kepada Allah l atas resiko yang akan terjadi.
Makalah dengan judul I'DADUL QUWWAH URGENSI DAN JENIS-JENISNYA ini, akan sedikit menguraikan permasalah I'dad yang meliputi urgensi dan jenis-jenisnya. Dan tentunya tulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu perlu adanya koreksian dari pembimbing dan pembaca sekalian agar bisa menjadi lebih baik dan layak untuk dijadikan wawasan keilmuan.

B. Urgensi I'dad
I'dad merupakan pintu yang harus dilewati oleh seseorang sebelum menuju kapada faridhah jihad. Ia menjadi suatu perkara yang sangat urgen berdasarkan kepada dua alasan:
1. I'dad adalah ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah l dan Rasulnya n.
Allah l telah menetapkan syari'at I'dad dengan firmannya:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)". (Qs. Al-Anfal: 60)
Ayat ini menyebutkan tentang kewajiban I'dad yang kemudian diperjelas dengan hadits Rasulullah n yang diriwayatkan oleh imam muslim dari uqbah bin amir ia berkata, saya mendengar Rasulullah n bersabda di atas mimbar:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah sesungguhnya kekuatan adalah melempar, sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar, kekuatan itu adalah melempar".
Allah l juga berfirman:
وَلَوْ أَرَادُواْ الْخُرُوجَ لأَعَدُّواْ لَهُ عُدَّةً وَلَـكِن كَرِهَ اللّه انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُواْ مَعَ الْقَاعِدِينَ
"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka: Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu". (Qs. At-Taubah:46)
Di ayat lain Allah l juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا
"Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama". (Qs. An-Nisa': 71)
Imam Asy-Syaukani berkata: "dikatakan bahwa ma'na ayat ini adalah, perintah bagi mereka untuk mengambil (mempersiapkan) senjata karena padanya terdapat perlindungan".
Adapun hadits-hadits Rasulullah n yang berkaitan dengan motivasi untuk melakukan i'dad diantaranya adalah hadits berkenaan dengan jenis-jenis binatang tungggangan yang terbagi menjadi tiga. Salah satunya adalah kuda tunggangan yang mendatangkan pahala bagi pemiliknya. Beliau bersabda:
فَأَمَّا الَّتِي هِيَ لَهُ أَجْرٌ فَالرَّجُلُ يَتَّخِذُهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَيُعِدُّهَا لَهُ فَلَا تُغَيِّبُ شَيْئًا فِي بُطُونِهَا إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرًا
"adapun kuda tunggangan yang berupa pahala bagi pemiliknya adalah yang dipelihara oleh seseorang di jalan Allah. Dan ia sengaja menyiapkan untuknya. Maka tidak sesuatupun yang ada diperutnya keculi Allah l akan mencatat padanya pahala". (Hr. Muslim)
Dan di hadits lain beliau n bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالرَمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرُ لَعْبِكُمْ
"hendaklah kalian berlatih melempar, karena ia adalah sebak-baik permainan kalian". (Hr. Tabhrani)
Dan sabdanya juga:
مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى
"barang siapa yang padai melempar kemudian meninggalkannya, maka tidak termasuk golongan kami atau telah membangkang". (Hr. Muslim)
2. I'dad adalah faktor terbesar penentu kemenangan.
Allah l senantiasa mengaitkan suatu keberhasilan dengan kesusah payahan dan usaha maksimal yang dilakukan oleh seseorang. Sebagaimana Rasulullah n bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ
"sesungguhnya besarnya balasan (keuntungan) tergantung besarnya ujian". (Hr. Ibnu Majah)
Dan Allah l juga telah menjelaskan bahwa gentarnya musuh akan terjadi akibat usaha I'dad maksimal yang dilakukan oleh kaum muslimin. Sebagaimana firmannya: "yang dengan persiapan itu kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu". Kegentaran musuh ini adalah merupakan hasil dari usaha i'dad yang disebutkan pada potongan depan ayat tersebut. Yaitu :
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْل
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang". (Qs. Al- Anfal: 60)
Sehingga dengan demikian para sahabat rasulullah n sebagai mana Abu bakar dan umar senantiasa berpesan kepada kaum muslimin yang akan berangkat berjihad untuk mengawalinya dengan memperbanyak amal shaleh. Hal ini dikarenakan ia adalah faktor kemenangan. Mereka mengatakan:
إِنَّمّا تُنْصَرُوْنَ بِأَعْمَالِكُمْ
"sesungguhnya kalian itu akan dimenangkan karena amal-amal kalian".
Secara logika tentunya suatu pekerjaan yang diawali dengan persiapan yang matang akan menghasilkan sesuatu yang lebih memuaskan. Begitu juga sebaliknya. Sehingga kalau kita mencermati sejarah perjalan jihad yang dilakukan oleh Rasulullah n dan para sahabat  selalu diawali dengan I'dad. Meski ia merupakan suatu amal kewajiban yang mulia, dan Allah l telah menjanjikan kemenangan atas tentaranya, namun bukan berarti boleh meninggal faktor-faktor penyebab kemenangan. Dan merupakan sunnatullah bahwasanya suatu amalan meskipun ia adalah kebaikan namun tidak tersusun dengan rapi, maka akan terkalahkan dengan kekuatan yang tersusun dengan rapi meski ia adalah kebatilan yang nyata. Aliy  berkata:
الْحَقُّ بِلَا نِظَامٍ غَلَبَهُ الْبَاطِلُ بِالنِّظَامِ
"Kebenaran yang tidak tertata rapi akan terkalahkan denga kebatilan yang tertata rapi".
C. Bentuk-bentuk I'dad
Gambaran I'dad secara gelobal mencakup segala aspek terbagi menjadi dua. Yaitu I'dad ma'nawiy dan I'dad madiy. Masing-masing dari pembagai tersebut mempunya perincian sebagai berikut:
1. I'dad ma'nawiy
I'dad ma'nawi adalah persiapan yang berkaitan dengan pembentukan integritas kepribadian seseorang. Dan ini mencakup tiga hal, yaitu pembentukan keimanan, fikroh dan akhlaq.
a. Pembentukan keimanan
Keimanan akan terbentuk dengan senantiasa memperbanyak amal shaleh. Semakin banyak amal yang dilakukan oleh seseorang maka akan semakin menghunjam keimanan pada dirinya. Sebagaimana tabi'at iman adalah bertambah dan berkurang, ia akan bertambah dengan memperbanyak amal keta'atan dan berkurang dengan kema'syiatan.
Allah l sering menyandingkan keimanan dan amal shaleh dalam banyak ayat di dalam al-qur'an. Diantaranya adalah firmannya:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa". (Qs. An-Nur: 55)
Oleh karena itulah para sahabat senatiasa berpesan kepada pasukan yang akan berangkat berjihad untuk memperbanyak amal shaleh.
إِنَّمّا تُنْصَرُوْنَ بِأَعْمَالِكُمْ
"sesungguhnya kalian itu akan dimenangkan karena amal-amal kalian".
Kekuatan iman yang menghunjam pada diri seseorang akan menjadikan dirinya teguh dalam menghadapi coba'an berat yang akan ia hadapi di medan pertempuran. Sebagaimana jihad adalah suatu amalah yang penuh dengan resiko dan kepayahan.
b. Pembentukan fikroh
Pembentukan fikroh sangatlah penting ditengah-tengah kondisi masyarakat yang banyak tercemari oleh finah syubhat. Terutama dalam masalah jihad kita dapatkan berbagai pengkaburan ma'na dari yang sebenarnya. Sedangakan amaliah jihadiah sangatlah memerlukan adanya penyatuan fikrah, karena penyimpangan yang terjadi, justru akan menjauhkan seseorang dari tujuan jihad yang sebenarnya serta mendorongnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak selayaknya dilakukan.
Dan tentunya seseorang akan terdorong untuk melakukan suatu amalan sesuai dengan fikrahnya. Hal ini sebagaimana terori psikologi pendidikan yang dikemukakan oleh ibnu qoyyim al-jauziah, beliau berkata:
مَبْدَأُ كُلِّ عِلْمٍ نَظَرِيِّ وَعَمَلٍ اخْتِيَارِيٍ هُوَ الْخَوَاطِرُ وَالْأَفْكَارُ. فَإِنَّهَا تُوْجِبُ التَّصَوُّرَات وَالتَّصَوُرُاتُ تَدْعُو إِلَى الإِرَادَات وَالْإِرَادَاتُ تَقْتَضِي وُقُوع الْفِعْلِ, وَكَثْرَةُ تِكْرَارِهِ تُعْطِي الْعَادَةَ
"awal mula dari suatu ilmu (terori) dan amal perbuatan adalah perasaan dan fikiran. Ia akan membentuk suatu persepsi, dan persepsi akan medorong seseorang untuk berkeinginan, dan keinginana akan mendorong seseorang melakukan suatu tindakan. Dan tindakan apabial diulang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan".
Adapun sarana yang bisa digunakan untuk pembentukan fikroh adalah:
 Halaqoh-halaqah ta'lim
Melalui halaqah-halaqah majelis ta'lim seseorang akan mendapatkan bimbingan tentang fikrah yang benar. Dan dalam pembinaan tersebut, telah ditetapkan meteri panduan sesuai dengan jenjang masing-masing.
 Ma'had (Pondok pesantren)
Ma'had adalah sarana paling efektif untuk pembentukan fikrah. Hal ini dikarenakan pengontrolan terhadap para kader dapat dilakukan secara ketat.
c. Pembentukan Akhlaq
Sebagai sosok mujahid yang memikul beban amalan yang paling mulia, tentunya juga harus mempunyai bekal akhlaq yang mulia pula. Baik akhlaq yang menyangkut hubungan seorang hamba kepada rabbnya atau hubungan antar sesama manusia. Akhlaq adalah suatu reaksi spontan yang muncul dari diri seseorang tanpa haru difikir atau direncanakan terlebih dahulu. Tentunya akahlaq ini merupakan efek dari nilai-nilai kebaikan yang tertanam pada diri seseorang dan senantiasa diulang-ulang hingga menjadi akhlaqnya.
Sa'id hawa di dalam kitab beliau "jundullah tsaqofatan wa akhlaqan" mengelompokkan akhlaq dasar yang harus dimiliki oleh setiap jundullah menjadi lima. Yang mana akhlaq-akhlaq lainnya hanya merupakan bahagian darinya. Lima akhlaq dasar Itu adalah: Al-Wala' (loyalitas), Al-Mahabbah (Kecinta'an), Dzillatun Alal Mu'minin (merendahkan diri kepada sesama muslimin), dan Al-Izzah Alal Kafirin (Memuliakan diri dihadapan orang-orang kafir)
Inilah lima akhaq pokok yang harus dimiliki oleh jundullah dan menjadi ciri khusus bagi dirinya.
2. I'dad maadiy
I'dad ini meliputi masalah pembentukan tandzim, keterampilan mengoperasikan senjata serta pendana'an dan perlengkapan persenjataan.
a. Pembentukan tandzim
Allah l berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu". (Qs. An-Nisa: 59)
Berkata syaikhul islam Ibnu Taymiyah: "wajib untuk diketahui bahwa kepemimpinan bagi manusia merupakan perkara paling penting. Karena dunia dan agama tidak akan tegak kecuali dengannya. Dan maslahat bagi manusia tidak akan terpenuhi kecuali dengan terkumpulkannya kebutuhan antara satu dengan yang yang lainnya. Dan bagi setiap perkumpulan mewajibkan adanya pemimpin sehingga Rasulullah n bersabda: "apa bila tiga orang keluar untuk bersafar maka salah satu haruslah menjadi imam". Dan diriwayatkan Imam Ahmad di dalam musnad dari abdullah bin amru bahwasanya nabi bersabda: "tidak halal bagi tiga orang yang berada di salah satu belahan bumi kecuali salah satunya harus menjadi pemimpin bagai mereka". Rasulullah n mewajibkan bagi seeorang untuk memimpin dalam sekumpulan kecil sebagaimana dalam safar sebagai bentuk peringatan bagi setiap perkumpulan. Demikan juga Allah l telah mewajibkan Amar ma'ruf Nahi mungkar yang mana itu semua tidak mungkin terlaksana kecuali dengan kepemimpinan dan kekuatan. Begitu juga segala yang diwajibkan oleh Allah l seperti jihad, menegakkan keadilan, haji, jum'at, ied, dan membantu orang yang terdzolimi".
Dengan demikian dapat kita fahami bahwa I'dad dengan cara pembentukan tandzim merupakan perkara penting yang tidak boleh diabaikan. Sampai-sampai Umar bin Khattab pernah berkata:
يَا مَعْشَرَ العَرَب الْأَرْضُ الْأَرْضُ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِالْجَمَاعَةِ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِالْإِمَارَةِ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِالطَّاعَةِ أَلَا مَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى فِقْهٍ كَانَ ذَالِكَ خَيْرًا لَهُ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ ذَالِكَ هَلَاكًا لَهُ وَلِمَنْ اتَّبَعَهُ
"wahai orang-orang arab. Dunia, dunia, sesungguhnya tidak ada islam kecuali dengan berjama'ah. Dan tidak ada jama'ah kecuali dengan kepemimpinan. Dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan adanya keta'atan. Ketahuilah barang siapa yang mayoritas kaumnya berada diatas ilmu maka yang demikian itu adalah kebaikan baginya. Dan barang siapa yang mayoritas kaumnya tidak berada di atas ilmu maka itu adalah kehancuran bagi dirinya".
Ada sebahagian kaum muslimin yang menganggap tandzim dalam suatu amal islami adalah perbuatan bid'ah. Mereka berhujjah dengan hadit Hudzaifah ibnul yaman yang berbunyi:
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

"Dan apabila tidak ada jama'ah dan imam? Beliau bersabda: maka jauhilah firqoh-firqoh tersebut meski harus denga menggigit batang pohon hingga kematian datang menghampirimu". (Hr. Muslim)
Bantahan untuk pendapat ini adalah sebagai berikut:
Kelompok yang dimaksud oleh Rasulullah n untuk dijauhi adalah kelompok sesat sebagai mana sebagai mana dapat difahami melalui potongan hadits sebelumnya yang berbunyi:
دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ
"Da'i-da'i yang menyeru kepada pintu-pintu neraka jahannam".
Dan didapatkan pula di hadits-hadits lain yang merupakan pengecualian dari larang secara umum tadi sebagaimana hadits beliau n:
وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
"dan sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang tujuh puluh dua didalam neraka sedangkan yang satu di dalam jannah, dan ia adalah jama'ah". (Hr. Abu dawud)
Dan sudah barang tentu bahwa firqoh najiah ini tidak masuk di dalam keumuman larangan Rasulullah n sebagaimana yang diriwayatkan oleh Hudzaifah ibnul yaman di depan tadi. Rasulullah n juga bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"akan senantiasa ada sekelompok dari ummatku yang senantiasa berperang diatas panji al-haq, dan mereka nampak sampai pada hari kiamat". (Hr. Muslim)
b. Keterampilan Militer
Keterampilan militer meliputi kecakapan fisik, pengoperasian senjata, dan strategi perang. Ini semua haruslah dimiliki bagai setiap kaum muslimin yang akan menunaikan faridhah jihad. Banyak kita dapatkan motivasi dari Rasulullah n berkenaan dengan keterampilan militer tersebut. Diantaranya adalah sabda beliau n :

عَلَيْكُمْ بِالرَمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرُ لَعْبِكُمْ
"hendaklah kalian berlatih melempar, karena ia adalah sebak-baik permainan kalian". (Hr. Tabhrani)
Dan sabdanya juga:
مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى
"barang siapa yang padai melempar kemudian meninggalkannya, maka tidak termasuk golongan kami atau telah membangkang". (Hr. Muslim)
c. Pendana'an dan perlengkapan senjata
Setiap kali Rasulullah n hendak melakukan amaliah jihadiah, beliau senantiasa menghasung para sahabat untuk mempersiapkan pendana'an dan persenjataan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah n sebelum melakukan perang tabuk. Ketika sampai kabar kepada kaum muslimin bahwa romawi akan menyerang kaum muslimin, para sahabat berbondong-bondong menginfakkan hartanya. Datanglah Utsman bin Affan  dengan menginfakkan 200 ekor onta dan 200 uqiyah. Kemudia ia berinfak lagi untuk kedua kalinya dengan 100 ekor onta dan 1000 dinar. Sampai-sapai Rasulullah n bersabda:
مَا ضَرَّ عُثْمَانَ مَا عَمِلَ بَعْدَ الْيَوْم
"tidak akan membahayakan Utsman apa yang ia lakukan setelah hari ini"
Kemudian datanglah Abdurrahma bin Auf dengan membawa 200 uqiyah emas, dan Abu Bakar dengan menginfakkah seluruh harta yang ia miliki dan ia tidak menyisakan untuk keluarganya kecuali Allah l dan rasulnya n , Umar bin Khattab menginfakkan separuh dari hartanya, Al-Abbas, Thalhah, dan Sa'ad bin Ubadah, mereka semua datang dengan membawa harta yang banyak.
D. Kesimpulan
Dari penjabaran diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
 I'dad merupakan perkara penting dan menjadi pintu bagi seseorang sebelum menunaikan faridhah jihad.
 Jihad dianggap perkara yang sangat urgen berlandaskan dua alasan yaitu: I'dan merupakan kewajiban yang diperintahkan secara langsung oleh Allah l dan Rasulnya n, demikian juga I'dad merupakan sebab terbesar datangnya kemenangan dari Allah l atas musuh-musuh islam.
 Secara global I'dad terbagi menjadi dua. Yaitu I'dad ma'nawi dan I'dan maadiy dengan perincian sebagai mana telah disebutkan sebelumnya.
E. Referensi
1. Al-Hikmah fid da'wah ilallah, karya Said bin Aliy bin Wahf al-qahtaniy
2. Al-Muslimun wat-tarbiyah asykariyah, karya Khalid Ahamad Asy-Syaltut
3. Jundullah tsaqofatan wa akhlaqan, karya Said Hawa
4. Majmu' fatawa Syaikhul islam Ibnu taymiyah, karya Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim Al-Ashimiy
5. Hukmul jihad, karya Ibrahim bin Abdurrahim Al-Khudriy
6. Al-Umdah fi I'dadil uddah, karya Abdul Qadir bin Abdul Aziz
7. Ar-Rahiqul Makhtum, karya Shafiyur Rahman Al-Mubarakfuriy
8. Dzahiratul Irja', karya Shafar bin Abdurrahman Al-Hawaliy
Read More..
Rabu, 24 Juni 2009

POTRET DA'WAH BIJAK

A. Muqaddimah
Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah sebagai Rabb yang mengatur alam semesta. Shalawat serta salam kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in serta siapa saja yang masih kosnsisten dalam menapaki jalan hidup beliau.
Da'wah merupakan salah satu dari sekian amal islami yang sangat mulia. Allah memberikan gelar kepada pelakunya sebagai sebaik-baik ummat. Namun, bukan berarti da'wah dapat dilakukan semaunya tanpa dibarengi dengan sikap yang bijaksana. Karena tanpa kebijaksanaan da'wah akan susah mencapai puncak keberhasilan yang diinginkan yaitu I'la'u kalimatillah. Diantara sikap bijak dalam berda'wah adalah Hikmah fil-qoul dengan memperhatikan kepada siapa perkataannya itu akan ia tujukan. Karena setiap golongan manusia mempunyai daya kemampuan tersendiri dalam menangkap dan menerima perkataan orang lain. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kata-kata hikmah "Berbicaralah kepada manusia sesuai kadar kemampuannya". Dan inilah salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan seorang da'i dalam berda'wah
Sebagaimana da'wah adalah merupakan suatu amalan yang ditujukan kepada berbagai corak manusia dengan berbagai keyakinan, mulai dari sesama kaum muslimin sendiri, ahlul kitab, musyrikin dan orang-orang atheis, maka setiap model dari masing masing keyakinan ini mengharuskan adanya cara tersendiri dalam berda'wah kepada mereka. Dalam makalah dengan judul POTRET DA'WAH BIJAK (Hikmah Fil-Qoul dalam berda'wah kepada sesama kaum muslimin) ini, penulis ingin memaparkan gambaran tentang cara berda'wah kepada sesama kaum muslimin dengan hikmah fil-qoul yang merupakan implementasi sikap bijak dalam medan da'wah.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis pridabi dan kepada kaum muslimin secara umum. Dan penulis sadar sebagi manusia biasa, tentunya dalam maqalah ini terdapat beberapa kekeliruan, oleh karenanya kami terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembimbing dan pembaca sekalian.


B. Ta'rif (pengertian)
Untuk memperjelas maksud judul yang tertera dalam makalah ini ada baiknya kami sedikit menerangkan maksud yang kami inginkan darinya secara global.
Potret artinya adalah gambaran , Dawah artinya adalah suatu usaha baik melalui perbuatan atau perkataan atau atau pengetahuan dalam rangka mempengaruhi orang lain kepada suatu suatu pendapat atau millah , Bijak artinya adalah hati-hati cermat dan teliti dalam menghadapi kesulitan . Dengan demikain makna dari potret da'wah bijak adalah gambaran tentang da'wah yang penuh dengan kehati-hatian, dan cermat dalam menjalankannya.
Hikmah artinya adalah tepat dalam melakukan tindakan dan perkataan dan menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya , Qoul berasal dari bahasa arab yang berma'na perkataan. Dalam berda'wah kepada sesama kaum muslimin ma'nanya adalah pembatasan bahasan berkisar seputar da'wah kepada kaum muslimin. Dengan demikian maksud dari Hikamah fil-Qoul dalam berda'wah kepada sesama kaum muslimin adalah sikap yang tepat dalam berdawah dari sisi perkataan kepada sesama kaum muslimin.
Makna keseluruhan dari judul Potret da'wah bijak (hikmah fil-qoul dalam berda'wah kepada sesama kaum muslimin) adalah penejelasan tentang gambaran da'wah yang bijak yang terealisasi dengan da'wah bil qoul yang penuh dengan kehati-hatian dan kecermatan.
C. Strata kaum muslimin dalam tinjauan fiqh da'wah
Dalam rangka mempermudah rancangan hikmah fil-qoul dalam berda'wah maka diperlukan pengklasifikasian kaum muslimin secara umum, karena setiap strata memerlukan metode tersendiri. Hal ini sebagaimana rasulullah  pernah mengklasifikasikan manusia kaitannya dengan petunjuk yang belilau bawa. Beliau bersabda::
قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
"Permisalan petunjuk dan ilmu yang dengannya allah  mengutusku adalah seperti hujan deras yang menghujani b`umi. Maka ada tanah baik yang meresapkan air sehingga tumbuh padanya rumput dan tumbuh-tumbuhan yang subur. Ada pula yang air tergenang sehingga Allah memberi manfaat bagi manusia. Mereka meminum airnya dan berladang dengannya. Dan ada pula yang jatuh pada tanah jenis lainnya, yaitu tanah keras (Qi'an) yang tidak bisa menyimpan air, dan tidak menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Semua itu adalah permisalan orang yang memahami agam Allah . Lalu apa yang aku bawa bermanfaat baginya ia mengetahui dan mengajarkannya. Dan permisalan orang yang tidak pernah perhatina dengannya dan menolak hidayah yang aku diutus dengannya. (Hr. Muslim)
Strata kaum muslimin secara global dalam tinjauan fiqh da'wah dapat dibagi menjadi 3 golongan:
1. Golongan yang mudah menerima kebenaran
Mereka adalah kaum muslimin yang masih berjalan diatas fitrahnya dan cenderung untuk menerima kebenaran. Hal Ini sebagaimana yang digambarkan oleh rasulullah seperti tanah yang ketika mendapatkan hujan langsung menyerap airnya dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Allah  berfirman:
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَى أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ رَبَّنَا آَمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri). seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur'an dan kenabian Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.). (Qs. Al-Ma'idah:83)
Ayat ini menceritakan tentang raja najasyi yang menangis ketika mendengarkan ayat yang dibacakan oleh ja'far bin abi thalib. Hal ini dikarenakan hati beliau yang masih berada diatas fitrah hingga mudah untuk menerima kebenaran. Allah  berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Sesungguhnya jawaban oran-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. An-Nur: 51)
Golongan ini mempunyai beberapa tingkatan sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-jauzilah ketika beliau mengomentari firman Allah subhanahu wata'ala dalam Al-Qur'an surah Shaad ayat yang ke 45, beliau berkata dengan ringkasan sebagai berikut:
a. Orang yang mempunyai kekuatan untuk menerapkan Al-Haq.
b. Kebalikannya yaitu tidak mempunyai kemampuan bashirah dalam agamanya dan tidak mempunyai kekuatan untuk menerapkan Al-Haq.
c. Orang yang mempunyai bashirah dalam agamanya namun tidak mempunyai kemampuan untuk menerapkan kebenaran dan da'wah.
d. Orang yang mempunyai kekuatan dan kemauan yang kuat, namun tidak mempunyai lemah bashirahnya dalam agama.
2. Golongan Ahli ma'syiat dan terkendalikan oleh hawa nafsu
Mereka ini adalah kaum muslimin yang sering melakukan dosa-dosa karena ketidak mampuan untuk mengendalikan hawa nafsunya. Memang pada hakikatnya hawa nafsu manusia senantiasa cenderung kepada keburukan, kecuali yang jiwa yang dirahmati oleh Allah  :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Sesungguhnya aku tidak bisa menahan nafsuku, karena ia senantiasa cenderung mengajak kepada yang buruk, kecuali jiwa yang dirahmati oleh Allah . Sesungguhnya Allah maha mengampuni lagi maha mengasihi.” (Qs. Yusuf: 12)
Golongan ini adalah orang-orang yang terbelenggu dalam tawanan syaitan dan susah untuk mengeluarkan diri darinya. Ibnu qayyim al-jauziah berkata: "Para pelaku dosa akan senantiasa berada dalam tawanan syaitan dan penjara hawa nafsunya serta ikatan syahwatnya. Dia akan senantiasa tertawan, terpenjara dan terikat. Yang mana tidak ada ketertawanan yang lebih buruk keadaannya dibandingkan tertawan oleh seberat-berat musuh. Dan tak ada penjara yang lebih sempit dibandingkan penjara penjara nafsunya. Serta tidak ada ikatan yang lebih susah dilepasakan melebihi ikatan syahwat. Bagaimana mungkin mereka akan meniti jalan menuju Allah dan hari akhirat sedangkan hati merka tertawan, terpenjara dan terikat? Dan bagaimana mungkin mereka akan bisa melangakahkan kaki meski satu langkah?"
Kemudian beliau menyebutkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
الشَيْطَانُ ذِئْبُ الإِنْسَانِ
"Syaitan adalah serigalah bagi manusia". (Hadis Dhaif yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Apabila mereka senantiasa berada dalam keadaan seperti ini dan tidak berusaha melepaskan diri darinya, maka lama-kelamaan dosa-dosa ma'syiat itu akan menutupi hatinya sebagai mana Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ{ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }
"Sesungguhnya seorang mu'min apabila ia melakukan suatu dosa maka akan ada satu bintik hitam di hatinya. Apabila ia bertaubat dan meninggalkannya dan beristighfar maka akan kembali bersih hatinya. Akan tetapi apabila bertambah, maka akan bertambah pula ia. Itulah Raan yang disebutkan dalam firman Allah: "sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang senantiasa mereka usahakan itu menutupi hati mereka". (Hr. Ibnu Majah)
Berkata Hasan Al-Bashriy tentang apa yang dimaksu dengan Raan: ”Ia adalah dosa yang berlapis diatas dosa. Dan para mufasirin yang lain berkata: apabila semakin banyak dosa dan perbuatan ma'syiat, maka itu semua akan menempel dan mengelilingi hatinya".
3. Golongan yang bersikap keras dan menolak kebenaran
Mereka ini bisanya adalah para ahli bid'ah yang tertipu dengan amalan-amalan yang mereka anggap sebagai kebaikan. Perbuatan bid'ah ini mempunyai dampak negatif yang sangat besar terhadap kaum muslimin. Karena perbuatan bid'ah sama halnya membuat syari'at baru yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan rasulnya. Para pelaku bid'ah ini berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan jenis kebid'ahannya. Bahkan diantara pelakunya ada yang sampai pada tingkatan kafir dan keluar dari agama islam.
Yang menyebabkan mereka susah dalam menerima kebenaran adalah kejahilan mereka dan menganggap bahwa apa yang mereka lakukan adalah kebenaran. Beda dengan pelaku ma'syiat yang masih megakui perbuatannya sebagai kesalahan hanya saja ia susah untuk melepaskan diri dari meninggalkannya. Hingga dengan kenyataan ini mereka lebih susah dalam menerima kebaikan bahkan menentang dengan keras. Berkata Sufyan Ats-Tsauriy:
البِدْعَةُ أَحَب إِلَى إِبْلِيْس مِن المَعصِية فَإن المَعصِيةَ يُتَابُ منهَا والبِدعَةُ لا يُتابُ منهَا.
"Bid'ah lebih disenangi oleh iblis dari pada ma'syit, karena Ma'syiat orang kan bertaubat atasnya, sedangkan bid'ah seorang tidak akan bertaubat atasnya".
Berkata ibnu taymiyah ketika mengomentari perkataan di atas: "maksud dari orang tidak akan taubat atasnya adalah, bahwa pelaku bid'ah yang melakukan agama yang tidak disyari'atkan oleh Allah dan rasulnya, syaitan akan menghiasi perbuatan buruk mereka hingga ia menganggapnya sebagai suatu kebaikan, dan ia tidak mungkin bertaubat atasnya selagi ia masih menganngapnya sebagai suatu kebaikan, karena taubat diawali dari kesadaran seseorang bahwa apa perbuatan itu adalah keburukan yang ia harus bertaubat darinya, atau kesadaran seseorang bahwa ia meninggaklan suatu yag diperintahkan baik itu wajib atau sunnah kemudian ia bertaubat dan melaksanakannya, selagi ia menganggapnya sebagai suatu kebaikan padahal itu adalah keburukan maka ia tidak akan taubat darinya.
D. Hikmatul Qoul dalam berda'wah kepada sesama kaum muslimin
Setelah memaparkan strata kaum muslimin ditinjau dari sisi fiqh da’wah, akan memudahkan bagi kita untuk merumuskan hikamah fil-qoul sesuai dengan keadaan mereka masing-masing.
1. Hikamah fil qoul kepada mereka yang mudah menerima kebenaran
Mereka yang mempunyai karakter semacam ini, tidak sesusah yag ke dua dan ketiga yang membutuhkan penyadaran dari penyelewengan mereka. Sehingga dalam da'wah bil qoul kepada kelompok ini terfokus kepada pengarahan kepada kemapanan dalam beragama. Pengarahan ini bisa dilakukan denga metode mauidzoh hasanah (Nasehat yang baik)
Mauidzoh hasanah ini dapat ditererapkan dengan beberpa cara:
 Nasehat yang berupa penambahan ilmu
Nasehat semacam ini bisa berupa penyampaian ilmu dalam masalah Aqidah dan hukum-hukum syari'at yang mencakup halal, haram, mandub, makruh, dan mubah. Kalau kita meneliti al-qur'an maka kita akan mendapatkan bahwa metode al-qur'an dalam menerangkan permasalahan yang berkenaan dengan hukum, menggunakan metode nasehat yang dapat meluluhkan hati dan mendorong untuk mengamalkannya serta bertahap sesuai dengan kesiapan mental orang yang kan dinasehati.
Hal ini sebagai mana dicontohkan dalam firman Allah subhanahu wata'ala:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamMereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya" (Al-Baqarah: 219)
Dari ayat ini kita mengetahui betapa tepatnya metode qur'an dalam mengajarkan ilmu. Dengan memberikan penyadaran kepada manusia tentang sesuatu yang berbahaya bagi dirinya. Sehingga hal ini akan menarik perhatian setiap orang terhadap sesuatu yang akan memabahayakan dirinya secara biologis ataupun psikis dan terdorong untuk meninggalkannya. Kemudian metode nasehat yang digunakan dengan cara bertahap juga akan lebih berpengaruh kepada jiwa manusia. Sebagai mana ayat diatas turun secara bertahap dala ayat lain yang turun pada kesempatan yang lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (Al-Ma'idah: 43)
Kemudian pada tahap selanjutnya Allah subhanahu wata'ala menejelaskan dengan tegas tentang keharamannya dalam firmannya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (Al-Maidah: 90-91)
Begitulah gambaran metode al-qur'an dalam penyampaian ilmu yang dapat menarik hati manusia dan memperhatikan tahapan-tahapan yang sesuai dengan kesiapan mental pendengar.
 Nasehat dalam mengajari adab-adab.
Nasehat ini dilakukan dalam rangka untuk mengajarkan akhlaq mulia yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim. Contohnya seperti lemah lembut, pemberani, tepat janji, sabar dan dermawan. Demikian juga dengan cara menerangkan kepada mereka tentang keutamaan dan manfaat dari perilaku tersebut. Kemudian juga memperingatkan mereka tentang akhlaq-akhlaq yang tercela seperti tergesa-gesa dalam memutuskan suatu urusan, mengingkari janji, pengecut dan kikir, serta memperingatkan mereka agar menjauh dari sifat-sifat tersebut.
Dan dasarankan bagi para da'i untuk memperhatikan bagaimana al-qur'an dan sunnah serta atsar sahabat berbicara tentang dua macam akhlaq diatas, serta bagaimana sikap para salaf terhadapnya. Karena apabila seorang da'i memjiawai hal tersebut di dalam hatinya maka itu akan lebih mudah untuk diterima oleh para mad'u. Hal ini dikarenakan bahwa da'wah yang disampaikan dari lubuk hati yang bersih dan mencerminkan apa yang ia da'wahkan, akan lebih mudah untuk diterima oleh hati orang lain.
Dan apabila seorang da'i menginginkan agar da'wahnya berhasil dengan maksimal, maka hendaknya ia memperhatikan hal-hal tersebut dibawah ini:
1. Memperhatikan kemungkaran yang tersebar, baik yang kemunculannya sejak zaman dahulu, ataupun kemungkaran sedang aktual dalam perbincangan masyarakat. Dengan demikian ketika memberikan contoh seorang da'i akan lebih mampu untuk memahamkan mereka denga realita yang ada dihadapan mereka.
2. Menyelesaikan kemungkara-kemungkaran tersebut dimulai dari yang terbesar mudharatnya, dan paling buruk pengaruhnya. Inilah yang kemudian dijadikan sebagai fokus inti nasehat yang akan disampaikan.
3. Selanjutnya mengajak mereka untuk merenungi tentang pengaruh buruk dari hal tersebut baik dari sisi perilaku, kehidupan masyarakat, kesehatan dan ekonomi
4. Kemudian mengemukakan kepada mereka ayat-ayat al-qur'an dan hadits rasulullah yang membicarakan tentang hal tersebut dan cara penyelesaiannya.
5. Kemudian hendakanya ia menulis poin-poin penting yang berkenaan dengan mudharat yang akan terjadi karena kemungkaran tersebut serta mencantumkan ayat-ayat al-qur'an yang menerangkan tentangnya dalam sebuah makalah.
Dan apabila seorang da'i ingin memotivasi para mad'unya untuk melakukan suatu amal kebaikan, maka hendanyanya menggunakan metode berikut ini:
1. Mengajak mereka untuk berfikir dan merenungi tentang keutamaan suatu amal kebaikan dan pengaruh positif yang ditimbulakan dalam kehidupan.
2. Mengemukakan kepada mereka dalil-dalil shahih dari al-qur'an, sunnah dan atsar shabat yang berkenaan tentang keutamaan hal tersebut.
3. Kemudian dianjurkan baginya untuk menulis hal tersebut dalam sebuah karya tulis yang akan dibaca oleh masyarakan secara menyeluruh.
Setelah beberapa metode diatas dilakuakan, maka selayaknya juga bagi seorang da'i untuk memperhatiakan keadaan mad'unya dan mengkondisikan suasana agar penyampaian tersebut dapat difahami dengan baik. Dalam menyampaikan suatu ungkapa kepada masyarakat awam haruslah diukur denga kemampuan daya tangakapa mereka, dan menjauhi ungkapan-ungkapan yang bagi mereka cukup berat untuk difahami.
2. Hikamatul Qoul kepada para pelaku ma'syiat
Pada hakikatnya, sebagai mana telah disampaikan di awal bahwa para pelaku dosa besar meyakini bahwa perbuatannya adalah suatu kesalahan. Akan tetapi ia tidak kuasa untuk meninggalakan perbuatan tersebut karena terkuasai oleh dorongan hawa nafsunya. Maka metode yang tepat untuk menda'wahi mereka adalah dengan cara mengarahkan mereka kepada kesadaran denga cara targhib dan tarhib. Karena metode ini sangat berpengaruh pada kepribadian manusia secara umum. Yang demikian ini dikarenakah bahwa fitrah manusia itu senantiasan mendambakan keabikan dan mendapatkan apa yang ia cintai. Mereka akan terdorong untuk melakukan suatu tindakan yang akan menghasilakan kebaiakan dan menjauhkan dirinya dari yang membahayakan. Al-Qur'an telah bayak mencontohkan kepada kita tentang metode targhib dan tarhib ini sebagaiman disebutkan dalam hadits rasulullah n :
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً. وأَنَّ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih (Qs. Al-Isra' 9-10)
Al-qur'an sebagai petunjuk kepada jalan yang paling lurus dan terang. Dan diatara petunjuknya adalah targhib terhadap orang yang melakukan ketaatan, menjaga syari'at Allah dan meberikan kabar gembira kepada mereka tentang ganjaran yang akan ia dapatkan dikehidupan kelak. Demikian pula al-qur'an memeberikan hidayah tentang tarhib kepada para pelanggar batasan-batasan syar'i dengan acaman-ancaman yang berupa adzab pada kehidupan kelak nantinya.
Dengan demikian henadaknya para da'i menggunakan dua metode diatas dalam rangkan menyadarkan para pelaku dosa besar agar supaya meninggalkan kesalahannya.
1. At-Targhib dan At-Tabsyir (pemberian motivasi dan kabar gembira)
Diantar macam-macam targhib adalah sebagaimana berikut ini:
a. Motivasi dengan janji akan kebaikan di dunia
ketika seseorang mengamalkan keimananan dan keistiqamahan dalam keta'atan kepada Allahl, maka ia akan medapatkan balasan di kehidupan dunia berupa:
 Kehidupan yang bahagia dan selamat dari malapetaka. Hal ini sebagaimana firman Allah l
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)
 Janji akan kekuasaan (khalifah) dimuka bumi
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (Qs. An-Nur: 55)
 Jaji-Janji yang berupa pertolongan seperti:
Janji tentang perwalian Allah atas orang beriman:
اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Qs. Al-Baqarah: 257)
Janji kecukupan ayang akan diberikan oleh Allah l :
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (Qs. At-Thalaq: 3)
Janji yang berupa kemuliaan:
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui (Qs. Al-Munafiqun: 8)
b. Motivasi dengan menceritakan kisah-kisah orang terdahulu
Merupakan bukti maha kasih sayang dan pengampunnya Allah l ia akan senantiasa menerima taubat para hambanya. Disebutkan dalam hadits rasulullah n:
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ عَمِلْتَ قِرَابَ الْأَرْضِ خَطَايَا وَلَمْ تُشْرِكْ بِي شَيْئًا جَعَلْتُ لَكَ قُرَابَ الْأَرْضِ مَغْفِرَةً
"Allah l berfirman: wahai anak adam, meskipun engkau telah melakukan dosa sebesar bumi, akan tetapi engkau tidak mempersekutukan aku, maka niscaya akan akan berikan yang semisalnya pengampunan" (Hr. Ahmad)
Diantara kisah orang-orang terdahulu adalah dikabulkannya do'a nabi adam dan hawa setelah melakukan kesalahan:
قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Qs. Al-A'raf: 23)
فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Baqarah: 37)
Masih banyak kisah-kisah lain yang menceritakan tentang mereka yang kembali kejalan kebenaran setelah sekian lama terpuruk di jurang kenistaan dan Allah pun memberikan pengampunan dan kehudupan yang baik untuk mereka.
c. Motivasi dengan janji akan kebaikan dikehidupan akhirat
Allah l menjanjikan kepada mereka kehidupan yang baik diakhirat denga dimasukkan ke dalam jannahnya. Rasulullah n bersabda bahwa Allah l berfirman:
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
"Aku menyiapkan bagi hambaku yang shaleh kenikmatan yang belum pernah dipandang oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terbersit di dalam hati seorang hamba (Hr. Bukhari)
2. At-tarhib dan Al-Indzar ( menakut-nakuti dan memperingatkan)
Menakut-nakuti dan memperingatkan kepada pelaku ma'syiat terhadap dampak negatif dan balasan yang akan ia dapatkan dikehidupan kelak terkadang akan berpengaruh kepada dirinya. Dan metode ini dapat diterapkan dengan dua cara:
a. Memperingatkannya denga adzab yang segera di dunia
Ibnu Qoyyim Al-Jauziah telah panjang lebar menerangkan tentang hal ini di dalam kitab beliau "Al-Jawabul kaafi liman sa'ala anid dawa'is syafiy" diantaranya adalah sebagai berikut.
 Ma'syiat akan melemahkan kemauan untuk berbuat baik.
 Ma'syiat akan meyebabkan kehina'an bagi diri seseorang sebagaimana Allah l
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا
"Barang siapa yang menginginkan kemuliaan maka, seluruh kemuliaan tu adalah milik Allah l" (Qs. Fathir: 10)
 Masyiat penyebab kerusakan di muka bumi
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Qs. Ar-Rum: 41)
 Ma'syiat akan melenyapkan kenikmatan
ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Anfal: 53)
b. Memperingatkan tentang ummat terdahulu yang dihancurkan karena kema'syiatan mereka.
 Kaum nabi nuh:
فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاء بِمَاء مُّنْهَمِرٍ. وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُوناً فَالْتَقَى الْمَاء عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِر
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (Qs. Al-Qamar: 11-12)
 Kaum Aad yang Allah l menghancurkannya dengan angin.
 Kaum Nabi Luth yang Allah l mebalikkan negeri mereka dan mengujaninya denga bebatuan.
 Fir'aun dan kaumnya yang ditenggelamkan oleh Allah l
c. Memperingati mereka dengan adzab yang akan didapatkan di akhirat.
 Akan dimasukkan kedalam neraka sebagaiman friman Allah l
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan" (Qs. An-Nisa: 14)
 Keada'an yang mengerikan pada hari akhirat:
هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِّن نَّارٍ يُصَبُّ مِن فَوْقِ رُؤُوسِهِمُ الْحَمِيمُ. يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ. وَلَهُم مَّقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ
Inilah dua golongan (golongan mu'min dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. (Qs. Al-Hajj: 19-20-21)
3. Hikamatul Qoul kepada mereka yang menolak kebenaran
Kelompok yang menolak kebenaran ini bisanya dimotori oleh para pelaku bid'ah. Hal ini dikarenakan mereka menganggap bahwa perbuatannya adalah benar. Adapun metode hikamah yang bisa diterapkan kepada mereka adalah:
a. Menyampaikan kebenaran dan menjelaskan kebatilah mereka
Karena tekadang mereka melakukan kesalahan dan menolak kebenaran berangkat dari kejahilan mereka tentang hakiakat kebenaran. Sehingga menjadi kewajiban bagi seorang da'i untuk menyampaikan kebenaran dan kemudian menelaskan kesalahan mereka. Sehingga ketika mereka ingin sadar dan ingin meninggalkan kesalahannya mereka secara langsung dapat mengetahui amalan kebenaran apakah yang seharusnya ia kerjakan.
Terkadang seorang da'i hanya bisa meyalahkan tanpa bisa memberikan solusi terhadap permasalah yang ia hadapi. Sikap semacam ini hanya akan menyebabkan kebingunga bagi orang yang disalahkan dan bisa jadi hanya akan memindahkan mereka dari satu bi'ah ke bid'ah yang lainnya kerena mereka tidak mengetahui kebenaran yang seharusnya mereka lakukan.
Rasulullah n sendiri dalam menda'wahkan kalimat tauhid terlebih dahulu mengenalkan kepa kaum musyrikin tentang kebenaran Allah l dan keharusan menyembahnya, kemudian bara beliau meyalahkan peribadatan mereka. Demikia juga sikap Rasulullah n ketika melihat seorang badui yang kencing didalam masjid beliu tidak langsung mengecamnya. Akan tetapi beliau membiarkannya untuk meyelesaikan hajatnya baru beliau menjelaskan tentang salahnya perbutan itu.
b. Menjelaskan tentang dampak negatif perbuatan mereka.
Diharapkan ketika ia mengetahui akan dampak negativ yang diakibatkan dari perbuatan mereka, akan menggugah hatinya untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Diatara dampak negativ itu adalah:
1. Turunnya murka Alloh Subhanahu Wata'ala
Perbuatan Bid'ah adalah merupakan salah satu bentuk maksiat kepada Alloh Subhanahu wata'ala, dan setiap kemaksiatan akan menyebabkan turunnya murka Alloh. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata :
إِنَّ أَبْغَضَ الْأُمُوْرِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الْبِدَعُ
"Sesungguhnya perkara yang paling dimurkai oleh Alloh adalah bid'ah". ( HR. Baihaqi )
2. Terabaikannya Sunnah-sunnah Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam
Disebabkan tersebarnya kebid'ahan menjadikan manusia melalaikan sunnah-sunnah rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan lebih cenderung untuk melakukan sesuatu yang diada-adakan tersebut. Terlebih lagi bahwa perbuatan bid'ah tidak akan terlepas dari pada hawa nafsu yang disenangi oleh kebanyakan manusia. Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda:
مَا ابْتَدَعَ قَوْم بِدْعَةً إِلاَّ نَزَع الله ُعَنْهُمْ مِنَ السّنَّةِ مِثْلَهُ
"Tidaklah suatu kaum melakukan kebid'ahan kecuali akan terangkatnya dari mereka satu sunnah yang sejenis" ( HR.Ahmad )
Maksudnya adalah perbuatan Bid'ah itu akan menduduki wilayah sunnah, setiap kali seseorang melakukannya maka sunnah yang yang sejenisnya akan terabaikan.
3. Terjadinya perpecahan
Sebagaimana kunci tercapainya persatuan adalah mengikuti jalan Alloh yaitu Al-Qur'an dan Sunnah, Maka perbuatan Bid'ah adalah di antara penyebab utama terjadinya perpecahan Ummat Islam dikarenakan melesat dari pedoman yang seharusnya mereka pegang.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah dan jangan mengikuti jalan-jalan yang lain itu maka niscaya kalian akan berpecah belah dari jalannya". ( Al-An am: 153 ).
4. Berkuasanya kesesatan
Berkata Sufyan Ats Tsauri:
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْس مِنَ الْمَعْصِيَةِ
"Bida'ah itu lebih di cintai oleh iblis dari pada Bid'ah"
Missi utama iblis adalah menyebarkan kesesatan di kalangan manusia agar bisa menjadi bala tentaranya. Maka para pelaku bid'ah adalah sasaran empuk dan paling disenangi oleh iblis dalam melaksanakan missi tersebut dibandingkan para pelaku maksiat lainnya. Para pelaku maksiat masih meyakini bahwa perbuatannya itu salah dan tidak di benarkan oleh agama, namun para pelaku bid'ah tidak merasa bersalah bahkan menganggap itulah tuntunan agama sebenarnya.
5. Kembalinya kejahiliahan di tengah masyarakat
Pelaku Bid'ah adalah orang yang sombong karena menganggap syari'at yang dibawa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam masih kurang sepurna. Berkata Imam Malik: "Barangsiapa yang melakukan kebid'ahan yang dianggap suatu kebaikan maka pada hakikatnya dia menganggap bahwa Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wasallam telah menghianati kerosulannya, karena Alloh Subhanahu Wata'ala berfirman: "Hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu".( Al Maidah: 3 ). Para pelaku bid'ah bangga dengan apa yang mereka perbuat, dan menganggap orang-orang yang tidak mau meniru perbuatannya salah dan menyimpang. Alloh berfirman :
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُون
"Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki" ( Ar rum: 22 )
c. Mengadakan dialog dalam rangka mencari kebenara
Perbuatan semacam ini sebagai mana dicontohkan para salafus shalih dalam rangka menyadarakan kesalahan mereka. Ali  pernah mengutus ibnu abbas untuk meyeru orang-orang khawarij untuk kembali kepada kebenaran. Ibnu Abbas pun mendatangi mereka dan berdialog dengan bertanya tentang argumentasi mereka. Semua argumentasi yang mereka sampaikan dijawab oleh Ibnu Abbas. Sehingga 2000 orang di antara mereka bangkit serentak menyatakan kepuasan mereka terhadap keterangan-keterangan Ibnu Abbas dan sekaligus mengumumkan penarikan diri mereka dari memusuhi imam Ali .
Begitu juga metode semacam ini sering diguanak oleh para ulama untuk menyingkap syubhat mereka, segaimana Abu hanifa berdialog kepada orang atheis, Imam malik, syaikhul islam ibnu taymiyah dan ulama-ulama lainnya yang menggunakan metode ini untuk mematahkan hujjah-hujjah mereka.
d. Tahdzir
Apabila mereka tidak mau menerima kebenaran maka kewajiban bagi seorang da'i adalah mengecam perbuatan mereka dan memperingatkan ummat agar menjauhi orang-orang tersebut. Disebutkan dalam kitab mukhtshar al-hujjah bahwa Syu'bah berkata, "sufyan ats-tsauriy sangat membenci ahli bid'ah dan melarang duduk bersama mereka" . Fudhail bin Iyadh berkata, saya sangat berharap diantara aku dan ahli bid'ah ada tembok penghalang dari besi, saya makan bersama orang yahudi dan orang nashrani lebih baik dari pada makan bersama ahlil bid'ah.
Para ulamapun memperbolehkan menghujat dan menggunjing ahlu bid'ah. Syaikul islam ibnu taymiyah berkata di dalam majmu, fatawa: "orang yang mengajak kepada bid'ah berhak mendapatkan sangsi menurut kesepakatan kaum muslimin. Sangsi tersebut bisa dengan hukuman mati, yang telah diterapkan kepada jahm bin shafwan, ja'ad bin dirhim, ghailan al-qadariy, dan yang lainnya. Andaikata tidak memungkinkan untuk dijatuhi sangsi, maka kebid'ahan harus tetap dijelaskan kepada ummat. Sebab hal itu bagian dari amar ma'ruf nahi mungkar yang diperintahkan oleh Allah l dan rasulnya.
E. Kesimpulan dan penutup
Dari penjabaran tentang hikmatul qoul terhadap kaum muslimin diatas kami bisa menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Da'wah meskipun ia merupakan suatu amalan yang mulia akan tetapi harus dilaksanakan denga sikap yang penuh kebijakan karena bila dilaksanakan dengan asal-asalan akan susah untuk mencapai tujuan yang diinginkan
2. Perlunya pengklarifikasian masyarakat sebelum menda'wahi mereka. Karena setiap model masyarakat membutuhkan cara hikah tersendiri.
3. Inti Hikmatul Qoul kepada mereka yang mudah untuk menerima kebenaran adalah mengarahkan mereka kepada sosok yang ideal dalam menjalankan syariat islam.
4. Inti Hikamatul Qoul kepada mereka yang gemar melakukan kema'syiatan adalah penyadaran dengan cara targhib dan tarhib.
5. Inti hikatul Qoul kepada mereka yang menolak kebenaran yag dimotori oleh pelaku bid'ah adalah menegakkan hujjah kepada mereka denga mengajarkan kebenaran dan menjelaskan kesesatan perbuatan mereka serta dampak negativ yang akan dihasilkan dari perbuatan tersebut.
Demikaianlah makalah yanga kami buat berkenaa tentang hikamtul qoul dalam berda'wah kepada sesama kaum muslimin. Semoga bermanfaat bagi penulis pridi dan pembaca sekalian.
F. Referensi
1. Al-Hikamah fidda'wah ilalllah, karya said bin aliy bin wahf al-qahtaniy.
2. Jawabul kafiy liman sa'ala anid dawa'isy syafiy, karya Ibul Qoyyim Al-Jauziah, Maktabar nizar musthafa, cetakan ke 2 tahun 2004.
3. Manhaj Ahlus sunnah dalam menghadapi ahlu bid'ah, karya Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhailiy, Pustaka Kautsar, pertama tahun 2002.
4. 30 waqfah fi fannaid da'wah, karya Aidh bin Abdulloh Al-Qarniy.
5. Ad-da'wah ilallah, karya Muhammad husain ya'qub.
6. Al amru bil ittiba wannahyu anil ibtida, karya asy-syatibiy.
7. Ahdafud da'wah mamuntalaqotiha, karya Dr. Muhammad isma'il al-muqaddim
8. Mahabbatur rasul bainal ittiba wal ibtida', karya Abdur ra'uf Muhammad utsman.
9. Kamus besar bahasa indonesia, pimpinan tim redaksi hassan alwi, balai pustaka departemen pendidikan nasional.
Read More..
Senin, 25 Mei 2009

Kehujahan Hadits Ahad Dalam Masalah Aqidah

A. Muqodimah
Salah satu keistimewaan tersendiri bagi kaum muslimin yang tidak di dapatkan pada umat selainnya adalah penjagaaan terhadap hadits nabawiyah. Hal itu dikarena para ulama' salaf sangat memperhatikan masalah sanad, mereka tidak akan menerima sebuah hadits kecuali telah mengetahui keadaan pembawa hadits. Apabila ia termasuk orang yang adil maka hadits tadi diterima dan sebaliknya jikalau sang perowi mempunyai kecaatan dalam keadilannya, mereka tidak menerima hadits yang ia bawa. sehingga ada sebuah cabang ilmu yang membahas tentang Jarhu Wa Ta'dil
Berkata Abudulloh ibnu Mubaro' :
اَلإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَ لَوْ لاَ الإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَآءَ وَ مَا شَآءَ
“Metode sanad ini adalah (bagian dari) agama. Seandainya tidak ada sanad, maka siapa saja yang berkehendak akan berkata apa saja yang dikehendakinya ”
Ibun sirin berkata:
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
“Sesungguhnya ilmu sanad ini adalah agama, maka telitilah dari siapakah kalian mengambil agama kalian”.
Beliau juga mengatakan
لم يكونوا يسألون عن الإسناد, فلما وقعت الفتنة, قالوا سموا رجالكم, فينظر الى أهل السنة فيؤخذ حديثهم. وينظر الى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم.
Berkata inbu sirin "Dulu mereka tidak menanyakan masalah isnad. Maka taatkala terjadi fitnah mereka berkata: beritahu kepada kami rijal-rijal (para perowi) kalian. Maka mereka melihat ahli sunah kemudian mengambil haditsnya, dan kepada ahli bid'ah tidak diambil haditsnya.
Pada masa sekarang muncul sebuah kelompok atau pemahaman yang menimbulkan keraguan-keraguan dalam aqidah islam. Mereka membedakan antara hadits mutawatir dan ahad dalam kehujahannya. Mereka tidak mejadikan hadits ahad dalam masalah aqidah.
Maka dalam makalah yang sangat ringkas ini, penulis ingin mencoba mencari kebenaran yang sebenarnya menurut pemahaman salaful ummah. Kami menyadiri akan kekurangan ilmu yang kami miliki, sehingga kami membuka pintu islah selebar-lebarnya untuk kebaikan bersama.
B. Pengertian
 Aqidah
Secara etiomologis ia diambil dari kata Al A'du yang berarti pengikat, keyakinan yang kuat dan tetap, atau sesuatu yang dengannya manusia beragama –mempunyai kepercayaan- baik yang haq atau pun bathil
Sedangkan secara teminologis aqidah adalah kenyakinan yang pasti yang tidak ada keraguan didalam hatinya akan iman kepada Allah  juga apa yang Ia cintai dari tauhid dan iman kepada malaikat, kitab-kitab, para rosul-Nya, hari akhir dan iman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan juga dari cabang dari pokok keimanan tersebut.

 Hadits Ahad
Secara etiomologis: Al-Ahaad isim jama' dari Ahad yang berarti satu atau sendirian .
Sedangkan secara terminologis para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadits ahad. Perbedaan tersebut lebih kepada redaksi tulisan saja, karena secara subtansi keseluruhannya mempunyai maksud yang sama. Diantara perngertian yang diberikan ulama' adalah sebagai berikut:
Muhammad Thohan mendifinisikan hadits ahad sebagai 'hadits yang tidak terkumpul di dalamnya syarat-syarat –hadits- mutawatir
Sementara Muhammad bin Husain bin Hasan mengatakan hadits ahad adalah selain mutawatir yang terangkum didalamnya seluruh hadits yang tidak memenuhi syarat mutawatir.
Sedangkan menurut Hasbi al Shiddiqi, hadits ahad didefinisikan sebagai khobar yang jumlah perawinya tidak sampai sebanyak jumlah perawi hadits mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tuga, empat, lima dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak samai kepada jumlah perawi hadits mutawatir
Pengertian diatas dilatar belakangi bahwa mereka yang membagi hadits menjadi dua, mutawatir dan ahad. Hal ini akan berbeda bagi mereka yang membagi hadits menjadi tiga mutawatir, masyhur dan ahad. Seperti Muhammad 'Ijjaj Al Khotib mendefinisikan hadits ahad dengan mengatakan "ia adalah sebuah hadits yang diriwayatkan satu, dua orang rowi atau lebih yang tidak memenuhi syarat mutawati dan masyhur
Abdul wahab kholaf menyebutkan bahwa hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu, dua arang atau sejumlah orang, akan tetapi jumlahnya tidak sampai kepada jumlah perowi hadits mutawatir. Keadaan perowi ini terjadi sejak perowi pertama sampai perowi terakhir
Pembahasan yang –insya Allah – penulis angkat dalam makalah ini berkenaan dengan kehujahan hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir dalam masalah aqidah.

C. Dasar aqidah dan manhaj salaf dalam menetapkannya
Sebelum membahas masalah kehujahan hadits ahad dalam masalah aqidah, maka perlu dikaji terlebih dahulu tentang landasan-landasan syariat islam dalam menetapkan aqidah islamiyah (mashodirul aqidah).
Sesungguhnya aqidah islam adalah perkara tauqifi yang tidak boleh menetapkan sesuatu darinya kecuali dengan dalil yang datang dari pembuat syare'at dan nabi-Nya, tidak ada pula tempat untuk berijtihad di dalamnya. Sumber-sumber penetapan aqidah hanyalah dilandaskan kepada Al Qur'an dan Sunah nabi muhammad  yang shohih. Hal ini dikarenakan tidak ada yang lebih mengetahui Allah  kecuali Allah  sendiri dan tidak ada yang lebih mengetahui-Nya setelah Allah  daripada Rosul-Nya Muhammad  yang menyampaikan kitab kepada manusia.
Para salafus sholih menerima hadits-hadits shohih dan tidak membedakan antara hadits ahad maupun mutawatir. Mereka tidak membedakan kehujahan dalam masalah amal atau aqidah, nash-nash yang menjadi kehujahan dalam amal bisa juga dijadiakan hujah dalam masalah aqidah. Tidak didapat salah satu dari shohabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in yang menyelisihinya .
Sedangkan Dr Ibrohim bin Muhammad Al Buraikani menambahkan sumber aqidah islam dengan akal yang shohih. Karena akal adalah tabiat yang Allah  ciptakan pada diri manusia untuk memilih mana yang benar dan mana yang salah. Dengannya pula manusia bisa memahami apa yang terkandung di dalam Al Qur'an dan Sunah.
Mendasarkan kepada Al Qur'an dan As Sunah saja kemudian difahami sendri tanpa merujuk terhadap manhaj salafus sholih dalam memahami sumber-sumber diatas adalah perkara yang salah dan akan menyesatkan pelakunya. Otak manusia sangat banyak, satu dengan yang lainnya berbeda-beda dalam mengistimbatkan hukum, ia akan menafsirkan dalil Al Qur'an dan As Sunah sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran dan hawa nafsu mereka (jika tidak dikembalikan kepada pemahaman salaful ummah)
Sebagai contoh orang-orang khowarij mengkafirkan shohabat Ali  juga menggunakan ayat Al Qur'an. Orang-orang JIL yang sebagiannya menganggap sholat tidak wajib, perempuannya tidak menutup aurot, mereka membela "goyang ngebor" Inul, dan pemahaman nyleneh lainnya, kalau ditanya tentang ayat Al Qur'an atau Hadits yang mendukungnya mereka akan menaburkan beberapa ayat dan hadits. Akan tetapi perlu diingat, ayat atapun hadits yang mereka jadikan hujah dalam perbuatan maksiat itu sesuai dengan pemahaman dan hawa nafsu mereka. Jikalau hadits itu shohih bahkan dirwayatkan dari bukhori dan muslim, maka mereka memalingkan makna dari yang sesungguhnya.
Allah  memerintahkan kita untuk mengikuti jalannya orang-orang yang beriman, bahkan Allah  mengancam dengan kesesatan bagi mereka yang tidak mengikuti manhajnya. Allah  berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An Nisa':115)
Imam Ibnu Jarir At Thobary menafsirkan ayat wayat tabi' ghoiro sabilil mu'minin seraya berkata "Yaitu mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang shidiq dan menapaki manhaj selain manhaj mereka. Dan ini adalah sebuh kekafiran kepada Allah .
Dr Ahmad Sa'id Hamdan menyebutkan ada beberapa manhaj salaf dalam menetapkan aqidah islam yang shohih . Diantara manhaj tersebut adalah:
1. Berhukum dengan Al Qur'an dan As Sunah As Shohihah dalam segala perkara aqidah, dan tidak menolak dari keduanya atau menta'wilkan.
2. Mengambil apa yang datang dari para shohabat dalam menerangkan perkara agama secara umum dan perkara aqidah secara khusus.
3. Tidak terlalu berlebihan di dalam memahami aqidah pada perkara-perkara yang akal tidak sampai untuk memahaminya.
4. Tidak berdebat dengan ahlu bid'ah –yang tidak bisa diharap kebaikannya-
5. Berupaya untuk selalu kosisten terhadap jam'atul muslimin dan menyatukan kalimat mereka.

D. Pembagian Hadits Ahad menurut jumlah perowi.
Ada sebagian ulama’ yang membagi hadits ahad menjadi tiga dan ada pula yang membaginya menjadi empat. Sebenarnya maksud mereka sama. Mereka yang berpendapat tiga, menjadikan khobar mustafid bagian dari khobar masyhur. Sedangkan bagi mereka yang membedakan antara mustfid dan masyhur maka hadits ahad dibagi menjadi empat. Ke empat macam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Masyhur: hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan tiga orang atau lebih disetiap Thobaqot – rangkaian peringkat- sanad dan tidak mencapai batasan hadits mutawatir.
2. Mustafid: diantara atau bahkan kebanyakan para ulama’ menganggapnya sama dengan masyhur . Ada juga yang membedakan diantara keduanya, kalau mustafidz adalah hidits yang diriwayat tiga orang atau lebih sedangkan hadits masyhur adalah sebuah hadits yang masyhur –terkenal- setelah abad kedua atau ketiga yang diriwayatkan oleh para perowi tsiqot yang tidak mungkin bersepakat untuk mengadakan kebohongan.
3. ‘Aziz: yaitu bila ia diriwayatkan oleh dua orang, walaupun itu hanya pada peringkat pertama dari seluruh rangkaian peringkat sanadnya.
4. Ghorib: yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perowi saja, hadits ini juga disebut khobarul wahid. Bila perawi tunggal berada pada seluruh rangkaian sanadnya, maka ia disebut Al Fardul Muthlaq (tunggal mutlak). Tapi bila perawi tunggal itu berada pada peringkat pertama atau kedua dari seluruh rangkaian sanadnya, kemudian ia tersebar dan diriwayatkan oleh lebih dari satu orang pada peringkat selanjutnya, baik sama dengan jumlah perawi mutawatir, masyhur atau mustafidh, maka ia disebut Al Fardun Nisby (tunggal relatif).

E. Keabsahan khobarul wahid setingkat ilmu dan yakin ataukah haya sebatas dzon (sangkaan)?
Ulama' berbeda pendapat dalam keabsahan khobarul ahad, apakah ia setingkat ilmu atau hanya sebatas dzon. Perlu menjadi perhatian, yang kami maksud hadits ahad disini adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat shohih atau dengan kata lain hadits yang shohih. Sedangkan hadits mardud ataupun dhoif, tidak ada perselisihan antara ulama' akan ketidak wajiban dalam amal maupun ilmu.
Dalam masalah ini setidaknya ada tiga pendapat di kalangan ulama'.
Pertama: bahwa khobarul wahid tidak mengatakan keabsahan riwayat setingkat ilmu –hanya dzon- secara menyeluruh baik memiliki qorinah atau tidak. Diantara yang berpendapat seperti ini Ibunu 'Aqil, Ibnul Juazi, Al Qodhi Abu Bakar bin Al Baqolani, Abu Hamid dan kebanyakan ahlu usul.
Kedua: bahwa khobarul wahid mengatakaan keabsahan riwayat setingkat ilmu. Dan ini adalah pendapat jumhur salaf dan kebanyakan muhaditsin dan dari kalangan fuqoha' pengikut empat madzhab , begitu juga dengan Thohir Al Maqdisi, Abu Sulaiman dan Ibnu Hazm di dalam buku Al Ihkam
Ketiga: Khobarul wahid menyatakan keabsahan riwayat setingkat ilmu apabila didukung beberapa qorinah (unsur penguat). Yang berpendapat seperti ini adalah Muafiqudin bin Qudamah, Ibnu Hamdan, Ibnu zaghunii, Fahru Rozi, Al Amidi dan yang lainnya.
Dari sini terjadi perbedaan pendapat kehujuhan khobarul wahid dalam masalah aqidah. Bagi mereka yang berpendapat bahwa keabsahan hadits ahad tidak setingkat ilmu hanya setingkat dzon, maka mereka menolak hadits ahad sebagai hujah dalam masalah aqidah dan menirima kehujahanya dalam masalah ahkam. Mereka berdalil bahwa aqidah adalah perkara tauqifi yang tidak boleh dilandaskan dengan prasangka belaka.
Sementara bagi mereka yang berpendapat bahwa kehujahan hadits ahad setingkat ilmu, maka ia bisa dijadikan hujah dalam masalah aqidah dan masalah ahkam.

F. Hadits ahad bisa dijadikan hujah dalam masalah aqidah.
Hadits yang diriwatkan oleh perowi-perowi yang adil dari awal hingga akhir, maka para salaf menerima hadits tersebut sebagai hujah dalam segala hal, dan tidak membedakan antara perkara Ahkam maupun Itiqodiya. Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata: "sedangkan yang kedua dari macam khobar yaitu (hadits) tidak ada yang meriwayatkannya kecuali satu rowi yang adil dan belum sampai derajat mutawatir secara makna dan lafadz akan tetapi umat menerimanya sebagai dasar amal dan membenarkannya, seperti hadits umar bin khotob "sesungguhnya amalan tergantung pada niatnya" dan hadits ibnu umar " (Rasulullah ) melarang untuk menjual perwalian dan menghadiahkannya"………….. Maka ini semuanya (hadits ahad) menghasilkan ilmu yakin (kepastian) dikalangan umat nabi Muhammad  sejak yang pertama sampai yang terakhir. Sedangkan para salaf tidak ada perselisihan dalam masalah ini -kehujahan hadits ahad dalam aqidah pnj- demikian juga pendapat kebanyakan mereka dari kalangan ulama'-ulama' besar masakini dan ke emapat imam madzhab."
Ibunu Hazm setelah membantah orang yang menolak kehujahan hadits ahad dalam masalah aqidah, beliau mengatakan "Dan jikalau ini semua benar maka bisa ditetapkan secara yakin bahwa khobarul wahid yang diriwayatkan oleh perowi adil sampai kepada rosululloh r, maka bisa dipastikan kebenarannya dan wajib untuk diamalkan dan dan setingkat ilmu secara bersama."
Bahkan ada sebagin ulama' yang mensetarakannya dengan khobar mutawatir. Jashos berkata: "khobar wahid apabila umat menerimanya maka kedudukannya sama dengan mutawatir dan boleh dijadikan pengkhususan dalam Al Quran. Dan ini termasuk sifat dari khobar ini –ahad, penj- karena para shohabat menerimanya dan menggunakannya sebagai hujah.

• Dalil akan wajibnya menerima hadits ahad.
Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas kehujahan hadits ahad dalam masalah aqidah, baik dari Al Qur'an maupun As Sunah. Dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut:

 Dari Al Qur'an
1. Allah  berfirman:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (At Taubah 122)
Dalam ayat ini Allah  mewajib setiap golangan mengirimkan seseorang untuk belajar tentang agamanya. Mereka juga diwajibkan untuk menerima peringatan dari utusan tersebut. Dan kata thoifah dalam bahasa arab digunakan untuk satu atau lebih
Imam Bukhari berkata : "Satu orang manusia dapat dikatakan golongan (thoifah)" Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya." (QS. Al Hujurat : 9)
Maka jika ada dua orang berperang, orang tersebut masuk dalam arti ayat di atas.
Jika perkataan seorang dapat diterima dalam masalah agama, maka ini sebagai dalail bahwa berita yang disampaikan juga dapat dijadiakan hujah. Belajar agama meliputi perkara ahkam dan aqidah, sedangkan aqidah lebih diutamakan dari perkara selailnya.
2. Allah  berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al Hujroj: 6)

Maka apabila berita itu dibawa oleh orang yang tsiqoh maka wajib bagi orang muslim untuk menerimanya.
3. Firman Allah  :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa': 59)

Ibnu Qoyim berkata: "Ummat Islam sepakat bahwa maksud raddu ilaihi adalah kembali kepada Rasulullah  tatkala beliau masih hidup, dan kembali kepada sunnahnya setelah beliau wafat. Mereka pun telah sepakat pula bahwa kewajiban mengembalikan hal ini tidak akan pernah gugur dengan sebab meninggalnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Bila hadits mutawatir dan ahad itu tidak memberikan ilmu dan kepastian (yakin), maka mengembalikan kepadanya itu tidak perlu."
 As Sunah
Sedangkan hadits-hadits nabawiyah yang menunjukkan bolehnya berhujah dengan hadits ahad dalam masalah aqidah sangatlah banyak. Diantara hadits-hadits tersebut:
1. Rosululloh  hanya mengirim satu orang yang diutus sebagai delegasi kepada setip raja di setiap negara. Begitu juga beliau  mengirim satu orang kepada sebuah kabilah untuk mendakwahkan islam. Diantara mereka ada Abu Ubaidah ke daerah Najron , Dihyah Al Kalbi dengan membawa surat dari nabi kepada pembesar-pembesar basyroh , sementara Muadz bin Jabal diutus rosululloh ke daerah Yaman.
Dan sudah menjadi maklum bahwa mereka diutus rosululloh kedaerah-daerah tersubut untuk mengajarkan islam kepada penduduknya, dan ajaran yang pertama kali diajarkan adalah tentang aqidah islam. Jikalau hadits ahad tidak bisa dijadikan hujah dalam masalah aqidah tentu Rasulullah  akan mengirim delegasinya sejumlah shahabat yang mencapai jumlah mutawatir, akan tetapi beliau hanya mengirim satu orang delegasinya. Ini mengisyaratkan kepada kita akan kebolehan mengabil khobar yang datang dari satu orang yang terpercanya.
2. Dan dari Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Ada seorang shahabat Anshar, apabila dia tidak bertemu dengan Rasulullah  , saya mendatanginya dengan menyampaikan khabar dari Rasulullah  , bila saya tidak hadir, maka orang tersebut datang kepadaku membawa khabar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam."
3. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhu, ia berkata :"Ketika manusia ada di Quba' menjalankan shalat Shubuh ada orang yang datang kepada mereka, dia berkata sesungguhnya telah diturunkan kepada Rasulullah  Al Qur'an pada waktu malam, dan beliau diperintah untuk mengahadap Ka'bah, maka mereka menghadap Ka'bah dan wajah mereka sebelumnya menghadap Syam, kemudian beralih ke Ka'bah."
Maka inilah peristiwa yang dilakukan shahabat, yang memperlihatkan kepada kita bahwa satu orang dari kalangan shahabat sudah cukup untuk bisa diterima hadits yang disampaikannya dalam urusan agamanya, baik yang berkaitan dengan keyakinan maupun perbuatan.

G. Dampak dari penolakan kehujahan hadits ahad.
Sesungguhnya pendapat yang menolak kehujahan hadits ahad dalam masalah aqidah akan mengakibatkan banyak perkara aqidah dalam islam akan hilang. Diantara perkara-perkara aqidah yang ditetapkan dengan hadits ahad adalah sebagai berikut:
1. Keutamaan nabi Muhammad  dibanding dengan seluruh nabi .
2. Syafaat Rosululloh  di padang Mahsyar.
3. Syataat Rosululloh  bagi umatnya yang berbuat dosa besar
4. Seluruh mu’jizat rosululloh  selain Al Qur’an
5. Teknis penciptaan makluq, sifat malaikat dan jin, sifat janah dan neraka yang tidak disebutkan dalam al qur’an
6. pertanyaan malaikat mungkar dan nakir dan siksaan dialam kubur
7. shirotol mustaqim, telaga Al Kautsar dan mizan (neraca) yang memiliki dua sisi
8. keyakinan bahwa allah  telah menulis takdir, bahagia atau celaka, rizkidna ajal seluruh manusia ketika di rahim sang ibu.
9. masuknya tuju puluh ribu umat nabi Muhammad  kedalam surga tanpa hisab.
10. keyakinan bahwa arwah para suhada' berada di tembolok-tembolok burung hijau di surga. Dan masih banyak lagi keyakinan-keyakinan yang jumlahnya hampir ratusan.
Semoga risalah yang singkat ini bisa menjadi rinungan bagi kaum muslimin. Dan kita mohon petunjuk kepada Allah  kepada jalan yang lurus serta keistiqomahan dalam menitinya.


Referensi:
1. Ibnu Qoyyim, Mukhtashor Showa'iq, Maktabah Dhous Salaf, Riyadh, cetakan pertama th 1425 H/ 2004 M
2. Abi Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm, Al Ihkam fi Usulul Ahkam, Darul Al Afaq Al Jadiadah, Bairut
3. Ahmad bin Aly bin Hajar al Asyqalany, Fathul Bahri Fi Syarh Shohihul Bukhory, Dar al Fikr, Cet. Ke-1, Beirut, 1420 H
4. Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al Qusyiri An Naisyabury, Syarkh Shohih Muslim, Darul Al Kitab Al 'Amiyah, Bairut, cetakan pertama 1421 H/ 2000M
5. muhammad bin husain bin hasan menukil dalam buku Ma'alim Usul Fiqh 'inda Ahli Sunah Wal Jamaah, Daru Ibnul Jauziyah, Riyadh, 1996 M/1416 H
6. Ibrohim bin Muhammad Al Buroikan, Al Madkhol Lid Dirosah Al Aqidah Al Islamiyah,
7. Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin, Tashilul Aqidah, Darul As Shomi'I, Th 1424 H/ 2004 M
8. Muhammad Thohan,Taisiri Mustholahul Hadits, Darul Maktabah, Jakarta
9. Ushul Al Hadits ‘Ulumuhu Wa Mushthalakhuhu, Muhammad 'Ajjaj al Khatib, Dar Al Fikr, Cet. Ke-4, Beirut, 1401 H
10. Abdul Wahab Kholaf, Ilmu Usulul Fiqh, Darul Qolam, cet kedua belas th 1398 H/ 1978 M
11. Umar Sulaiman Al Asyqor, Usulul I'tiqod, Darul As Salafiyah, Kuwait, cet ketiga th 1405 H/ 1985M
12. Ibnu Jarir At Thobary, Jamiul Bayan 'an Ta'wili Aiyil Qur'an, Dar Al Fikr, Bairut, cet pertama th1421 H/2001 M
13. Abi Qoshim Habatallah, Syarh Usul I'tiqod Ahlus Sunah Wal Jamaah (ditahqiq oleh Dr Ahmad Sa'id Hamdan), Dar At Thoyyibah, Riyadh
14. Muhammad bin Ali As Saukani, Irsadul Fukhul Ila Tahqiqil Haq Min Ilmi Usul, Darul Kitab Al 'Arobiyah, Bairut, cetakan pertama th 1419 H/1999 M
15. Syaifurrohman, Koreksi Kitabul Iman Himpunan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Putaka Majida
16. Sulaiman bin Sholih bin Abdul Aziz, Aqidah Imam Abdul Bar Fi Tauhid Wa Iman, Dar Al 'Ashimah, Riyadh, cet pertama th 1316 H/1997 M
17. Muhammad Lukman Salfy, Makanatus Sunah, Dar Ad Da'i, cetakan ke dua1420 H/1999 M
18. Muhammad Nur Ichwan, studi ilmu hadits, Rasail Media Group, Cet. Ke-1, Semarang , 2007 M
19. lisanul Arab (Program Maktabah Syamilah )
Read More..