Sabtu, 28 Maret 2009

Fatwa "nyeleneh" seputar tragedy Ghaza Antara pro dan kontra

Oleh: Uwais Abdullah

Peristiwa pembantaian kaum muslimin Ghaza cukup mengundang perhatian seluruh lapisan masyarakat dunia. Dengannya bermunculan berbagai tanggapan serta tawaran solusi untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. Satu fihak yang lebih cenderung untuk menempuh jalan perdamaian dan fihak lain yang muak dengan penghianatan pihak yahudi yang selalu ingkar janji.
Dengan banyaknya tanggapan ini, perasaan ragu-ragu dan khawatirpun akhirnya menyelimuti sebahagian mereka yang mempunyai kepedulian yang tinggi untuk turut membantu mereka yang terdzolimi. Misalnya saja salah satu stasiun televisi di arab saudi yang melarang penyebutan syuhada' bagai mereka yang gugur di ghaza. Demikian juga fatwa seorang syaikh yang mengatakan bahwa tindakan kaum muslimin di berbagai belahan dunia yang mengadakan Unjuk rasa untuk palestina adalah perbuatan haram dan merupakan bahagian dari ”al-ifsad fil ardhi" membuat kerusakan dimuka bumi .
Memang apabila demonstrasi belaka tanpa tindak lanjut atau tidak bisa mendatangkan keberuntungan adalah perbuatan sia-sia. Akan tetapi apakah semua demonstrasi itu demikian? Karena pada kenyataannya justru kaum muslimin bisa mengumpulkan dana untuk memabantu mereka.

Menyikapi perbedaan
Beberapa kaedah yang seharusnya dikedepankan dalam menyikapi pro dan kontra seputah fatwa Ghaza, yaitu:

1. Melepaskan diri dari belenggu ta'ashub terhadap tokoh-tokoh tertentu.
Sikap ta'ashub terhadap tokoh-tokoh tertentu akan menjadi belenggu bagi diri kita untuk mendapatkan kebenaran yang mungkin berada di fihak lain. Karena kebenaran sesuatu tidaklah diukur dengan ketokohan yang disandang oleh seseorang. Hal ini sebagaimana sikap aliy radhiallahu anhu ketika datang seseorang kepada beliau sembari bertaya "menurutmu apakah kebenaran berada dirimu dan kebhatilan berada di fihak Thalhal, Zubair, dan Aisyah? (maksudnya adalah permasalahan perang jama). Maka Aliy radhiallohu anhu berkata:
ويلك !! اعرف الحق تعرف أهله , ولا تعرف الحق بالرجال .

"celaka kamu!! Ketahuilah kebenaran niscaya engkau akan tahu ahli kebenaran, dan kebenaran itu tidaklah diketahui melalui ketokohan".
Dari kasus diatas nampa jelasa aliy radhiallahu anhu melarang orang yang bertanya untuk mengukur kebenaran dengan ketokohan dirinya. Akan tetapi hendaknya ia mengukur dengan kebenaran hakiki yaitu al-qur'an dan sunnah. Demikain pula sikap empat imam madzhab berkenaan dengan masalah menimbang kebenaran
Imam Abu hanifah berkata:
إذا قلت قولا يخالف كتاب الله ، وخبر الرسول صلى الله عليه وسلم فاتركوا قولي .
"bila aku mengeluarkan perkataan yang menyelisihi kitab Allahldan khabar dari rasulullah  maka tinggalkanlah perkataanku".
Imam malik berkata:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب ، فانظروا في رأيي ، فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه ، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه .
"sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa yang mungkin benar dan salah, mak lihatlah telitilah pendapatku, maka setiap apa yang sesuai dengan kitab dan sunnah maka ambilla, sedangkan apa yang tidak sesuai dengannya maka tinggalkanlah".
Imam syafi'i pernah berkata kepada imam ahmad bin hambal:
أنتم أعلم بالحديث والرجال مني ، فإذا كان الحديث صحيحا فأعلموني به حتى أذهب إليه
"engakau lebih mengetahui tentang hadits dan perawi dibangdingkan aku. Maka jika engakau mengetahui hadits yang shahih, beritahulah aku agar aku bisa mengikutinya".
Imam Ahmad bin hambal berkata:
لا تقلدني ، ولا تقلد مالكا ، ولا الشافعي ، ولا الأوزاعي ، ولا الثوري ، وخذ من حيث أخذوا
"janganlah kalian bertaklid kepada diriku, dan malik, dan as-syafi'i, dan al-auza'i, dan ats-tsauriy, akan tetapi ambillah dari sumber yang mereka ambil".

2. Mengambil pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran
Pendapat yang lebih benar tentunya yang lebih jelas dasar pijakannya dari al-qur'an dan sunnah serta penerapan yang tepat sesuai dengan realita yang ada. Demikian juga hendaknya lebih.mengedepankan dalil-dalil yang bersifat muhkam dibandingkan dengan mutasyabih. Karena dalil mutasyabih merupakan celah besar bagi mereka yang mempunyai penyakit dalam hatinya untuk menebar fitnah syubhat. Rasulullah  bersabda:
فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ
"apabila engkau mendapati orang yang mengikuti dalil yang mutasyabih maka mereka itulah orang yang di sebutkan oleh Allah l jauhilah mereka"

3. Mengambil fatwa dari para ulama yang lebih kompeten di bidangnya.
Para mujtahid ada beberapa tingkatan diantaranya adalah mujtahid mutlak yang berwewenang untuk berijtihad dalam segala perkara, dan ada juga mujtahid yang (juz'iy) terbatas pada bidang-bidang tertentu. Dan diperbolehkan bagi mereka yang mempunyai keahlian dibidang tertentu untuk berijtihad dalam perkara yang ia berkompeten di dalamnya.
Maka bagi seorang yang ingin meminta fatwa kepada para mujtahid, hendaknya benar-benar melihat kepada keahlian mereka serta memberikan data selengkap-lengkapnya tanpa ada manipulasi. Hal ini sebagaimana para sahabat yang mempunyai keahlian di bidang mereka masing-masing, seperti Dikalangan para sahabat ada yang pakar dalam bidang strategi perang sebagaimana Kholid bin walid, Ahli dalam bidang Tafsir sebagaimana Ibnu Abbas, Ahli dalam hadits sebagimana Abu Hurairoh, ahli dalam bidang ilmu mawaris Muadz bin Jabal. Para sahabat meminta fatwa kepada mereka sesuai dengan keahlian mereka, meski tidak jarang diantara mereka yang ahli dalam beberap permasalahan sekaligus.

Menimbang beberapa fatwa "nyeleneh"

Telah muncul beberapa fatwa aneh yang perlu diteliti ulang seputar tragedi ghaza karena dirasa kurang tepat dan mengusik perasaan kaum muslimin.

1. fatwa hijrah keluar palestina
Dikarenakan kaum muslimin yang berada di palestina tidak mampu untuk mengadakan perlawanan, maka seharusnya mereka berhijrah untuk menghindari korban lebih yang lebih banyak. Hal ini sebagaimana yang pernah dicontohkan pada masa rasulullah .
Beberapa hal yang perlu dicermati berkenaan dengan fatwa ini. Benarkah qiyas (analogi) antara hijrah nabi dan keadaan kaum muslimin pada saat ini bisa diterima? Kalau kita mencermati sebab hijrahnya para sahabat dan rasul  bukan sekedar atas dasar kondisi mereka yang masih lemah, namun lebih dari itu bahwa belum turunnya perintah dari allah  untuk berperang. Dan semenjak turunnya perintah perang rasulullah dengan segenap keterbatasan kekuatan kaum muslimin yang jauh dibawah orang kafir tetap melakukan perlawanan.
Adapun kondisi kaum muslimin pada saat ini, perintah jihad telah turun secara mutlak hingga tidak bisa dianalogikan dengan masa rasulullah  sebelum turunnya perintah jihad. Justru kewajiban bagi mereka untuk mempertahankan diri dengan segenap kemampuan. Allah  berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian bertemu dengan sekelompok dari musuh-musuh maka bertahanlah untuk memerangi mereka, dan perbanyaklah mengingat allah swt agar kalian mendapt kemenangan". (Al-Anfal: 45)
Berkata ibnu qudamah: apabila orang-orang kafir menduduki wilayah kaum muslimin, maka kewajiban menjadi fardhu ain bagi penduduknya untuk menyerang dan mengusirnya.
Hal kedua yang perlu di cermati berkenaan dengan fatwa ini adalah, bahwah fatwa seharusnya berdasarkan kepada realita yang ada. Maka suatu persoalan yang berat yang harus diselesaikan atau mungkin mustahil untuk diselesaikan, yaitu kalau saja fatwa itu dapat dibenarkan, maka kemanakah penduduk palestina harus berhijrah? Dari sekian puluh jutak kaum muslimin tersebut daerah manakah yang akan menampungnya?

2. belum saatnya berjihad jihad dipalestina
Seharusnya kaum muslimin yang ada dipalestina bersabar dan tidak melakukan perlawanan yang akan menjatuhkan korban yang lebih banyak. Karena mala petaka yang terjadi disana dikarenakan mereka yan lalai agama Allah . Sehingga mereka lemah dimata orang-orang kafir. Hal yang harus dibangun pada diri mereka pada saat ini adalah kesadaran beragama yang benar, dan belum saatny untuk berjihad.
Pendapat ini sangatlah aneh apabila dicermati dengan realita yang ada. Jutsru ketika kaum muslimin tidak mengadakan perlawanan mereka para musuh lebih leluasa untuk membantai kaum muslimin. Karena pada hakikatnya sebaik-baik pertahanana adalah menyerang. Dan genjatan senjata yang telah berlalupun terbukti selalu dilanggar oleh pihak yahudi sendiri. Dengan demikian serangan balik dalam rangka mempertahankan diri yang dilakukan oleh harakah muqawwahan al-islamiyah adalah langkah tepat dan tidak mau terjebak kedalam lubang penipuan untuk kedua kalinya.
Adapun kalau dengan alasan bahwa mereka perlu membangun keislaman yang baik terlebih dahulu baru melakukan jihad, maka justru perlawanan itulah sebagai usahu untuk membangun keislaman hakiki dan bukan hanya sekedar teori. Tidak didapatkan di dalam buku fiqih peninggalan lama (turats) yang mensyaratkan jihad harus menjadi ulama terlebih dahulu. Sebagai mana hadits bara “Seorang laki-laki dengan baju besi untuk perang datang kepada Nabi. Ia bertanya, Ya Rasulullah saya ikut perang dahulu atau masuk Islam dahulu? Beliau menjawab, Masuklah Islam terlebih dahulu baru kemudian ikut berperang, Laki-laki itu masuk Islam lalu ia ikut berperang hingga terbunuh. Maka Rasulullah bersabda, Ia beramal sedikit namun diberi pahala yang banyak.” (HR Bukhori)
Dari hadits diatas rasulullah  tidak menunggu orang tersebut agar menjadi ulama terlebih dahulu baru pergi berjihad.

3. Jihad kepalestina harus izin kepada ulil amri
Siapakah ulil amri yang mereka maksud? Apabila penguasa yang ada saat ini maka itu sebuah kesalahan. Karena mereka berhukum kepada hukum selain allah  dan menjadikannya sebagai dasar undang-undang. Seorang dikatakan ulil amri ketika ia berhukum kepada hukum allah . Firman allah  : وأولي الأمر منكم (dan pemimpin diatara kalian) maksudnya adalah pemimpin dari kalangan kaum mu'minin. Sementara mereka yang berhukum kepada hokum selain allah dihukumi kafir dan tidak pantas dianggap sebagai amirul ulil amri.
Allah  berfirman: "“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah: 31). Imam At-Tirmidzi, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau kami telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib)
Dengan demikian jelas bahwa mereka yang berhukum kepada selai allah dihukumi kafir, dan tidak layak dijuluki sebagai ulil amri serta tidak perlu meminta izin kepada mereka dalam rangka menuanikan ibada jihad.
Wallahu a'lam bis shawab
Referensi:
Shahih bukhariy. Karya imam bukhariy
Al-Mughniy. Karya Ibnu Qudamah
Hukmul jihad, karya ibrohim bin abdurrahin al-khudriy
Ahamiyatul jihad, karya aliy bin nafi' al-ulyaniy
Al-khilaf asbabuhu wa adabuhu, maktabah syamilah, karya aidh al-qarniy
Taujihat al-islamiyah li'islahil fardu wal mujtama' maktabah syamilah, karya jamil zainu
www.arrahmah.com
www.ulamasunnah.com







Read More..

Bila tokoh Menjadi Standar Kebenaran

Perbedaan pemahaman merupakan sebuah keniscayaan yang senantiasa ada dalam kehidupan kaum muslimin. Dan ia merupakan salah satu dari tiga permintaan Rasulullah  yang tidak dikabulkan oleh Allahl. Suatu ketika khabbab bin al-art medatangi beliu seusai shalat lail sembari bertanya, demi bapak dan ibuku sesungguhnya aku belum pernah melihatmu shalat seperti ini. Beliau bersabda:
أَجَلْ إِنَّهَا صَلَاةُ رَغَبٍ وَرَهَبٍ سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا ثَلَاثَ خِصَالٍ فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُهْلِكَنَا بِمَا أَهْلَكَ بِهِ الْأُمَمَ قَبْلَنَا فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُظْهِرَ عَلَيْنَا عَدُوًّا مِنْ غَيْرِنَا فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُ رَبِّي أَنْ لَا يَلْبِسَنَا شِيَعًا فَمَنَعَنِيهَا

" benar, sesungguhnya shalatku itu antara berharap dan cemas, aku telah meminta kepada rabb tentang tiga perkara, ia mengabulkan yang tiga dan menolak yang satu. Aku memohon agar kita tidak dibinasakan sebagai ummat-ummat terdahulu, dan ia mengabulkan. Dan akau meminta agar musuh tidak menguasai kita maka itupun dikabulkan. Dan aku meminta agar kita tidak jihadikan berrgolongan-golongan, tetapi ia menolak permohonanku ini" . Perbedaan yang terjadi itu ada yang bisa ditoleransi dan ada pula yang tidak. Sebagai mana apabila ia terletak pada permasalahan fiqh yang merupakan furu (cabang), maka saling tasamuh (toleransi) harus selalu dikedepankan. Berbeda apabila ia terletak pada persoalah yang bersifat Ushul (prinsip).


Terkadang sebahagian kaum muslimin apabila dibenturkan dengan perbedaan yang terjadi, salah kaprah dalam mengambil barometer yang dijadikan ukuran benar atau tidaknya sesuatu. Ada yang terpatok oleh tokoh-tokoh tertentu sehingga menganggap setiap apa yang keluar dari lisan mereka adalah sebuah kebenaran. Konsekwensinya ia akan menganggap kebenaran selain dari pendapat tokoh tersebut pasti salah. Padahal imam malik pernah berkata "setiap kita pendapatnya bisa ditolak dan di terima kecuali penghuni kuburan ini (maksudnya adalah Rasulullah )"
Ada beberapa dampak negatife dari sikap yang demikian ini, diantaranya adalah
1. Pengkultusan seorang tokoh yang menandingi Rasulullah . Karena pada hakikatnya hanya pendapat Rasulullah  yang kebenarannya diakui secara mutlak.
2. Terhalanginya diri dari kebenaran yang mungkin saja berada pada pihak lain.
Allah l berfirman:
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
"dan apabila datang kepada mereka Rasul dengan membawa bukti-bukti, maka mereka lebih bangga denga keilmuan yang ada pada diri mereka". (QS. Ghafir: 83)
3. Tumbuhnya rasa ta'ashub yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh kaum muslimin.
Tiga hal diatas merupakan dampak negatif yang sangat fatal dan sumber dari perpecahan yang ada. Sehingga kita banyak menyaksikan sebahagian kaum muslimin yang rela menyesatkan saudaranya hanya karena statemen yang keluar dari lisan para tokoh mereka meski tanpa didasari oleh landasan dalil yang benar.
Barometer semu dan hakiki
Barometer semu tidaklah mempunyai patokan yang pasti sehingga ia akan bersifat relatif. Bisa jadi menurut golongan tertentu dengan kondisi tertentu ia dinilai sebagai kebenaran namun tidak dengan golongan yang lain. Hal ini sebagaimana mereka yang menjadikan tokoh sebagai ukuran kebenaran yang belum tentu akan diterima oleh kelompok lain. Sedangkan barometer yang bersifat hakiki tidak akan berubah dengan perubahan kondisi dan perkembangan zaman. Kebenarannya abadi dan sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini dikarenakan ia merupakan barometer yang langsung ditetapkan oleh Allah sang pencipta menusia. Dan ia maha mengetahui terhadap kemaslahatan para hambanya.
Sahabat mulia Aliy  menjelaskan tentang barometer yang seharusnya kita jadikan pengukur kebenaran. Suatu ketika datang seorang kepada beliau dan berkata:
يا علي ، أتظن أن الحق معك والباطل مع طلحة والزبير وعائشة ؟ يعني في معركة الجمل.قال : ويلك !! اعرف الحق تعرف أهله , ولا تعرف الحق بالرجال .

"wahai aliy, apakah engakau beranggapan bahwa kebenaran berada pada pada dirimu dan kebathilan berada pada Thalhah, Zubair dan ai'syah? (maksudnya adalah pada permasalahan perang jamal). Maka beliau berkata "celaka kamu, ketahuilah kebenaran maka niscaya engkau akan tau ahlinya (maksudnya yang berada dalam kebenara). sesungguhnya kebenaran tidak diukur dengan kotokohan.”
Sikap aliy dalam mengukur kebenaran sama sekali bukan dengan ketokohan, akan tetapi dengan kebenaran yang hakiki sebagaimana tersirat dari perkataan beliau "ketahuilah kebenaran maka niscaya engkau akan mengetahui ahlinya". Dan tidak dapat diragukan lagi bahwa kebenaran hakiki adalah apa yang bersumber dari Allah l yang disampaikan oleh Rasulnya . Allah l berfirman:
إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
"sesungguhnya al-haq itu dari Rabb kalian akan tetapi kebanyakan manusia tidak meyakininya". (QS. Huud: 17)
Imam at-thabari berkata: "Allah l memberikan khabar dengan mengatakan, bahwa al-qur'an yang aku turunkan kepadamu wahai Muhammad adalah al-haq dari rabbmu dan janganlah engkau ragu, akan tetapi kebanyakan manusia mengingkarinya". Dan Rasulullah  bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
"aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang tidak akan tersesat selama kalian berpegang pada keduanya yaitu kitab Allah dan sunnah nabinya".
Sikap empat imam madzhab dalam mengukur kebenaran
Seharusnya kaum muslimin mau bersikap sportif dalam menanggapi pendapat orang lain sebagaimana dicontohkan oleh para ulama salaf. Mereka terbuka dan tidak menjadikan perbedaan sebagai pintu perpecahan serta tidak mengharuskan pengikutnya fanatik terhadapnya.
Imam Abu hanifah berkata:
إذا قلت قولا يخالف كتاب الله ، وخبر الرسول صلى الله عليه وسلم فاتركوا قولي .
"bila aku mengeluarkan perkataan yang menyelisihi kitab Allahldan khabar dari rasulullah  maka tinggalkanlah perkataanku".
Imam malik berkata:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب ، فانظروا في رأيي ، فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه ، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه .
"sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa yang mungkin benar dan salah, mak lihatlah telitilah pendapatku, maka setiap apa yang sesuai dengan kitab dan sunnah maka ambilla, sedangkan apa yang tidak sesuai dengannya maka tinggalkanlah".
Imam syafi'i pernah berkata kepada imam ahmad bin hambal:
أنتم أعلم بالحديث والرجال مني ، فإذا كان الحديث صحيحا فأعلموني به حتى أذهب إليه
"engakau lebih mengetahui tentang hadits dan perawi dibangdingkan aku. Maka jika engakau mengetahui hadits yang shahih, beritahulah aku agar aku bisa mengikutinya".
Imam Ahmad bin hambal berkata:
لا تقلدني ، ولا تقلد مالكا ، ولا الشافعي ، ولا الأوزاعي ، ولا الثوري ، وخذ من حيث أخذوا
"janganlah kalian bertaklid kepada diriku, dan malik, dan as-syafi'i, dan al-auza'i, dan ats-tsauriy, akan tetapi ambillah dari sumber yang mereka ambil".
Demikianlah pernyataan mereka tentang barometer kebenaran yang tidak terbelenggu dengan tokoh-tokoh tertentu. Bahkan dengan perbedaan tersebut tidak mengurangi rasa persaudaraan diantara mereka. Qodhi iyadh berkata dari laits bin sa'ad dia berkata "saya bertemu dengan imam malik di madinah dan berkata kepadanya, saya melihat anda mengusap keringat di keningmu. Ia menjawab, wahai orang mesir, saya berkeringat karena abu hanifah benar-benar faqih. Laits berkata, kemudian saya bertemu dengan abu hanifah dan berkata kepadanya, beliau (imam malik) telah mengatakan yang baik tentang anda. Maka abu hanifah berkata, belum pernah aku melihat orang yang lebih cepat dari imam malik dalam menjawab kebenaran dan kritikan yang sempurna.
Sikap serupa juga dicontohkan imam ahmad terhadap imam syafi'i, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin ahmad bin hambal berkata: saya bertanya kepada bapak saya, siapakah syafi'i wahai bapak, saya mendengar bapak sering mendo'akannya. Bapakku menjawab, wahai anakku semoga Allah l melimpahkan rahmatny kepada syafi'i ia lakasana matahari bagi dunia dan penolong bagi manusia. Lihatlah apakah ada yang dapat menggantikan keduanya bagi manusia.
Referensi:
• Al-Muwatto, karya imam malik
• Sunan Nasa'i, karya imam nasa'i
• Tsalatsah rosa'il fis sholat, maktabah syamilah karya nashiruddin al-baniy
• Al-khilaf asbabuhu wa adabuhu, maktabah syamilah karya aidh al-qarniy
• Tafsir jami'ul bayan an ta'wil aayil qur'an, karya imam at-thabariy
• Taujihat al-islamiyah li'islahil fardhu wal mujtama' maktabah syamilah karya Muhammad bin jamil zainu


Read More..
Sabtu, 07 Maret 2009

Gelar Ahlus Sunnah

Sa’id ibnu Jabir menjelaskan Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 103 :
“pada hari perhitungan/keputusan ada orang-orang yang wajahnya putih berseri-seri atau berwajah suram…”

“Hal itu berarti bahwa perbuatan yang paling bagus adalah menjadi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”.

Abdullah ibnu Abbas berkata mengenai ayat tersebut:

“Orang-orang yang berwajah putih berseri adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan orang-orang yang memiliki wajah suram adalah Ahlul Bid’ah wal Firqoh”
Imam Zuhri berkata:
“Para ahli kami berkata, berpeganglah pada sunnah, maka akan selamat.(Darimi vol.1 hal 45)

Imam Uza’i berkata:
“Lima hal yang dimiliki oleh shahabat yakni berada dalam jama’ah (di bawah Amirul Mu’minin) dan mengikuti Sunnah, mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kejahatan, jihad di jalan Allah, dan persaudaraan (memelihara ukhuwah)”.

Abu Bakar r.a. berkata:
“Sunnah itu adalah tali agama Allah”
Umar bin Khaththab berkata:
“Seseorang yang mengedepankan akal adalah musuh dari sunnah”

Abdullah bin Umar berkata:
“Barang siapa meninggalkan Sunnah maka ia kafir”.

Sofyan bin ‘Unayna berkata:
“Ada sepuluh hal yang harus dimiliki oleh Ahlus Sunnah, Barang siapa yang meninggalkannya maka ia bukan dari golongan Ahlus Sunnah, yaitu :
1. mereka percaya pada Qodar (takdir baik dan buruk dari Allah)
2. mereka percaya bahwa Abu Bakar adalah Khalifah pertama, setelah itu Khalifah Umar
3. Al-Hawd (Telaga Rasulullah saw. Di Surga)
4. Syafa’at ( pada hari keputusan/hari peradilan)
5. Mizaan
6. Shiraat
7. Iman itu adalah perkataan yang diiringi oleh perbuatan
8. Al Qur’an adalah wahyu Allah
9. percaya adanya siksa kubur
10. percaya adanya hari kebangkitan

Para Ahli Sunnah Wal Jama’ah berkata ketika mereka ditanya,”Bagaimana kita tahu seseorang dari golongan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah?”

Apabila dia memiliki ciri-ciri berikut :

1. Selalu memperjuangkan jama’ahnya
2. Tidak pernah mendustakan para shahabat
3. Tidak pernah memerangi umat (semena-mena terhadap umat)
4. Percaya pada Qodar
5. Tidak ada keraguan tentang iman (mempunyai iman yang kuat) dan iman itu adalah perkataan yang diiringi oleh perbuatan.
6. Tidak berbuat Irja’ (Memisahkan antara keyakinan dan perbuatan)
7. Tidak akan pernah berhenti beribadah
8. Selalu menjaga langkah kaki/aurat
9. Tidak meningggalkan ibadah di samping menegakkan khilafah

BUKU-BUKU AQIDAH

Kitab Al Sunnah: Imam Ahmad bin Hambal (242 H)
Kitab Al Sunnah: Abdullah bin Ahmad (290 H)
Kitab Al Sunnah: Abu Bakar bin Al Athram (272 H)
Kitab Al Sunnah: Ibnu Abi Aasim (287 H)
Kitab Al Sunnah: Muhammad bin Nasr Al Marwazi (294 H)
Kitab Sareeh Al Sunnah: Abu Ja’far al Tahaawie (310 H)
Kitab Al Sunnah: Imam Ahmed bin Muhammad (Imam Al Khallal) (d.311 H)
Kitab Sharh Usul Al Sunnah: ibn Batta Al Akburi (387 H)
Kitab Al Sunnah: ibn Abi Zamneen (399 H)
Semua buku-buku Aqidah tersebut yang ditulis Ahlus Sunnah Wal Jama’ah disebut Al-Sunnah, hal tersebut untuk menunjukkan bahwa Al-Aqidah itu adalah Al-Sunnah.

Hasan Al-Basri berkata, pada salah satu ayat surat Al-Maidah,
“Ash-Shari’ah itu adalah As-Sunnah”

Ibnu Taimiah berkata:
“Sunnah itu adalah syari’ah”

dan beliau berkata:
“Jika kamu paham Sunnah, maka kamu wajib mengikutinya,…..”

Abdul Rahman bin Mahdi berkata:
“Orang-orang mempunyai derajat yang berbeda, sebagaimana mereka adalah imam dari Sunnah dan Hadits, dan sebagaimana dari mereka imam Hadits bukan Imam Sunnah, seseorang yang merupakan imam Sunnah dan Hadits adalah Sufyan Ats-Tsauri”

15 nama/sebutan bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah

1.Ahlus Sunnah wal Jama’ah
2.Ath-Thaa’ifah Al-Mansuurah (Jama’ah yang menang)
3.Ath-Thaa’ifah Adz-Dzohiroh (Jama’ah yang berkuasa)
4.A’immatul Huda (Imam/Kalangan yang Mendapat Petunjuk)
5.Ahlul Qur‘an Al-Faadhilah (Orang-orang terbaik pada abadnya)
6.Ashaabu As-Sunnah wal Hadits (Orang-orang Sunnah dan Al Hadits)
7.As-Salaf As-Salih (Leluhur/pendahulu yang Saleh)
8.Al-Firqoh An-Naajiyah (Mazhab Yang Selamat)
9.Ahlul Al-Ittibaa’(Orang-orang yang tunduk/patuh/mengikuti)
10.Al-Jama’ah (Jama’ah)
11.Al-Ghurabaa (Orang-orang yang ‘Asing’)
12.Ahlul Al-Athar (Kisah orang-orang Ahlus Sunnah)
13.Jama’atul Muslimin (Muslim di bawah kepemimpinan satu khalifah)
14.Ahlu Al-Ilmi (Orang-orang berpengetahuan)
15.As-Salafiyyah (Salafus Sholeh)

ARTI AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

1. Umum

Secara umum hal ini berarti berlawanan dengan shi’ah sehingga mereka ini adalah siapa saja yang mengucapkan laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah, serta shalat menghadap kiblat

2. Khusus

Secara khusus adalah Rasulullah saw beserta sahabatnya
Hal ini tidak termasuk:
· Al Khawarij
· Shi’ah
· Murji’ah
· Al-Qodariyah
· Al-Jahmiyyah

Siapa Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan dimana mereka?
1. Shahabat
2. Mereka yang mengikuti shahabat
3. Mereka yang mengikuti apa-apa yang disampaikan oleh generasi sebelumnya (yaitu sahabat dan tabi’in yang Ihsan)

Siapa mereka itu?

Ibnu Taimiyyah berkata :
“…..mereka adalah para Shahabat Rasulullah saw, mereka disebut sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah karena mereka selalu mengikuti shari’ah dan jama’ah karena mereka menggalang persatuan meskipun mereka tidak bertemu sekalipun. (Fattawa ibn Taymiyyah vol.13 hal 358)

Abdullah ibnu Amru mengisahkan:

Rasulullah saw bersabda :
“Umat-ku akan mengikuti kaum Bani Israil, sungguhpun jika salah seorang dari mereka menggauli ibunya di depan umum (secara seksual), maka akan ada satu dari umat-ku akan berbuat demikian. Orang-orang Israel akan terbagi dalam 72 golongan, umatku akan terbagi dalam 73 golongan, seluruh dari mereka akan masuk neraka, dan satu dari mereka akan masuk surga. Kami bertanya: ”Siapakah golongan yang selamat itu?” Rasulullah menjawab: “Aku dan Para Shahabatku”.(Tirmidzi 2565)

SIFAT DAN KARAKTER AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH

1. Mereka adalah pemegang tali Allah

Abu Bakar As Siddiq ra berkata:
“Ahlus Sunnah adalah mereka yang selalu berpegang teguh pada tali agama Allah swt. tanpa ada keraguan sedikit pun”

Umar bin Khaththab r.a. berkata:
“Akan ada suatu hari di mana orang-orang akan berdebat denganmu tentang syubhat Qur’an (untuk membuat ta’wil dan Tafsir), maka lawanlah mereka dengan sunnah, orang-orang Ahlus Sunnah wal Jama’ah paham bahwa kitab Allah lebih baik dari apapun (sunan Al Damiri vol.1 hal 49)

2. mereka adalah suri tauladan yang baik, mereka menuntun ke jalan yang benar ( Al-Qudawatus Salihun)

Abdullah ibnu Abbas r.a. berkata :
“Allah swt berfirman: “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri ada pula yang menjadi hitam muram….”(QS. 3:106),

mereka yang wajahnya menjadi putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka yang wajahnya muram menjadi hitam adalah Ahlul Firqah wal Bid’ah”. (Tafsir dari ayat(QS.3:106) dalam Tafsir Al-Qurtubi, dan Ibnu Katsir dan Al-Bukhari)

Amru bin Qayis Al-Mulla’i (d. 143) berkata:
“Apabila kamu melihat seorang pemuda berada di antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka ia akan menjadi orang yang baik, dan apabila kamu melihatnya berada di antara orang-orang bid’ah maka jauhkan dirimu darinya, sesungguhnya seseorang yang tumbuh/berada dengan orang-orang yang berilmu mulai dari masa kecilnya (hingga ia dewasa) maka selamatlah dia.” (Al Sharh wal Ibana, hal 133)

Ibnu Shouzab berkata:
“Allah akan memberikan berkah-Nya kepada anak muda atau orang non Arab lainnya, jika mereka mau menjadi teman orang Ahlus Sunnah.”(Al Sharh wal Ibana hal 133-Ubaidullah bin Muhammad bin battah Al Akburi (d.387)

Ayub Al-Sikhtiyaani berkata:
“Satu hal yang paling menggembirakan bagi pemuda atau orang non Arab yaitu bahwa Allah membimbingnya pada orang ‘Alim (berlimu) dari golongan Ahlus Sunnah”. (Sharh usul I’tiqaad Ahlus Sunan-Imam Laal’ikaie vol.1 hal 60 H 30)

Imam Ahmad bin Hambal berkata:
“Sesungguhnya golongan yang menang itu adalah Ahlul Hadits, jika bukan mereka , lalu siapa lagi?”.

Qodi Al-Fudhail bin Iyaad (d.187) menjelaskan pertanyaan Imam Ahmad:
Ahmad berkata bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kelompok yang menang, dan…..Ahlul Hadits”.
Qodi Iyaad berkata:
“Allah mempunyai empat….bahwa yang akan memajukan negeri adalah orang-orang Ahlus Sunnah”.

3. Mereka tidak menyebut dirinya dengan nama lain selain orang-orang Islam dan Ahlus Sunnah dan Al Jama’ah atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena Rasulullah saw memanggil nama mereka dengan sebutan seperti itu, Allah berfirman:

”Jika mereka beriman pada apa yang telah kamu beriman kepadanya sungguh mereka telah mendapat petunjuk. Dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada di jalan yang salah”.(QS.2:137)

Ibnu Abbas berkata:
“Barang siapa yang menyebut dirinya dengan nama satu aliran atau nama paham baru (selain Islam), maka berarti ia telah keluar dari agamanya (Islam) ”.(kitab Al Sharh hal 137)

Qadi Iyaad menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Imam Malik, ”Siapakah itu Al Sunnah?” Imam Malik berkata: “orang yang tidak mempunyai gelar yang mereka ketahui, bukan jahmis, bukan rafidis, bukan…..(Tartib Al Madarik, vol.1 hal 72)

Ibnu Qayyim mengisahkan tentang seorang laki-laki yang bertanya pada Imam Ahmad tentang Ahlus Sunnah.

Imam Ahmad berkata: “Seseorang yang tidak menyebut namanya kecuali Al-Sunnah maka ia dari golongan Al- Sunnah’. (Madarik Al-Salikiin-Ibnu Qoyyim, vol.3 hal 174)

Imam Malik bin Moghoul (d.159 H) berkata:
“Jika seseorang memanggil dirinya sendiri dengan panggilan sesuatu yang selain dari apa yang diajarkan Islam atau As- Sunnah, maka sesungguhnya dia telah memanggilnya dengan panggilan ajaran/agama (selain Islam) sesuai dengan agama yang kamu ingini”. (Al-Durr Al-Manthsur-Imam Al-Suyuti vol.2 hal 63) dan (kitab Al Sharh hal 137) dan (kitab Al Sharh-Al Laalikaie vol 1hal 62)

Diberitakan oleh Imam Maimun bin Mahran (d. 117 H) berkata:
“Sungguh berani dirimu jika engkau menyebut dirimu dengan nama selain dari Al-Islam”. (kitab Al-Sharh ibnu Battah Al-Akburi hal 137)

4. Mereka selalu mengikuti sunnah, mereka tidak mengikuti bid’ah

Al Fudhayl bin Iyaad (d.187 H) berkata:
“Aku pernah bersama dan bertemu dengan seluruh orang-orang terbaik, mereka dari Ahlus Sunnah dan mereka semua melarang kamu untuk mengikuti bid’ah.(kitab Al-Sahrh wal Ibana hal 153)
Jadi ciri mereka adalah mengikuti As-Sunnah, dan melarang orang-orang untuk mengikuti bid’ah.
Orang-orang mendekati Abu Bakar dan Bertanya,”Terdapat banyak Sunni, Siapakah Sunni itu?” Abu Bakar bin ‘ashaah (d.194 H) berkata:
“Sunnni adalah orang yang jika kamu berbicara tentang hawa, maka hal tersebut tidak menjadi masalah baginya” (mereka tidak mengikuti hawa nafsu).(Kitab Al I’tiqaad-Al Imam Al Laalikaie vol 1 hal 65)

Karena hal tersebut tidak mempengaruhinya apapun yang kamu katakan tentangnya dari hawa, entah itu nasionalisme, rasisme dan sebagainya, karena ia tahu bahwa ia adalah Muwahhid (orang yang kuat tauhidnya).
Ayub Al-Sakhtiyaani (d.131 H-tabi’) berkata pada Umarah bin Zaa zan:

“Jika seseorang itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, jangan tanyakan padanya , bagaimanapun keadaannya”. (kitab Al-I’tiqaad-Al Imam Al Laalikaie vol 1 hal 60)

Mereka bertanya padanya tentang siapa Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ibnu Taymiyyah berkata:
“Mereka adalah umat yang terbaik dan tertinggi, dan mereka adalah orang yang berada di jalan yang lurus, orang-orang yang benar dan adil, dan mereka melarang bid’ah dan mereka hanya pengikut-pengikut yang haq”.(Majmu Al-Fattawa, vol.3 hal 368-369)

5. Mereka adalah Al-Ghurabaa’ (dan Al-Taa’ifah Al-Zaahirah dan Al Firqotul Naajiyah)

Mereka tidak mengajak kepada persatuan dengan siapa saja yang batil dan yang menyimpang, karena mereka ada di pihak yang benar, mereka mengajak agar kita berpegang pada tali agama Allah, karena itulah yang akan menyebabkan persatuan

Imam Hasan Al-Basri berkata:
“Sunnahmu yang berasal dari Allah akan selalu benar, perbedaan antara siapa yang (halus)…dan yang kasar, berpegang teguh pada sunnah (shari’ah). Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan yang jumlahnya kecil dan besok akan menjadi lebih kecil, mereka bukanlah orang yang suka berlebih-lebihan, bukan juga orang yang rasionalis (mendewakan akal) dan bukan golongan bid’ah. Berpeganglah pada sunnah”.(Sunan Al Damiri vol.1, hal 72, Hadits no. 218)

Sofyan Ats-Tsauri (d.161 H) berkata:
“Jagalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan baik, karena mereka adalah Al-Ghurabaa’, jika kamu mendengar bahwa ada seseorang di Timur dan seseorang di Barat, maka orang Sunnah akan mengirimi mereka berdua salam. Sungguh luar biasa Ahlus Sunnah wal Jama’ah.(Al-Imam Al-Laalikaie-kitab Usul Al-I’tiqaadie vol 1 hal 64)

Sofyan Tsauri dikenal sebagai ahli tafsir. Beliau mengumpulkan tafsir dari Ibnu Abbas r.a.

Abdullah bin Mubarak (d.181 H) berkata:

“Ketahuilah, bahwa aku melihat kematian hari ini merupakan karomah bagi setiap muslim yang bertemu Allah, melalui Sunnah (Shari’ah). Kita milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Kepada Allah kita mengadu tentang isolasi kita dari yang lainnya, dan kebanyakan Ikhwan dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah meninggal dunia, dan orang-orang bid’ah mulai bermunculan, kepada Allah kita memohon agar kita dipermudah, ketika Bid’ah mulai bermunculan dan ulama’ mulai menghilang”.(Al-Imam Ibnu Wadhaah-kitab Al-Bida’ hal 39)

6. Ihyaa Faridhatul Jihad wal Muna Fahah (mereka selalu membangkitkan/menghidupkan kembali semangat jihad dan mengajak kebaikan dan melarang kejahatan).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah satu-satunya yang percaya bahwa hukum asal tentang darah dan kekayaan dari orang-orang kafir adalah halal bagi muslim, kecuali oleh “Imaan” (jika mereka memeluk Islam) atau “amaan” (perjanjian perlindungan).
Jabir bin Abdullah mengisahkan:

‘Rasulullah saw. bersabda:
“Akan ada generasi penerus dalam umatku, yang akan memperjuangkan yang haq, kamu akan mengetahui mereka nanti pada hari kiamat, dan kemudian Isa bin Maryam akan datang, dan orang-orang akan berkata, ”Oh Isa, Pimpinlah jama’ah (sholat), “ia akan berkata : “ Tidak, Kamu memimpin satu sama lain, Allah memberikan kehormatan pada umat ini (Islam) bahwa tidak seorang pun akan memimpin mereka kecuali Rasulullah saw. dan orang-orang mereka sendiri”. (Muslim 3546)

Uqbah bin Amir mengisahkan:
“Rasulullah saw. berkata: “Akan selalu ada bagian kecil yang selalu berjuang di jalan Allah, mereka akan selalu memberikan… pada musuh, hal tersebut tidak akan merugikan mereka, bagaimanapun tidak setuju dengan mereka, sampai hari kiamat mereka akan tetap berlanjut seperti ini”.(Muslim)

Rasulullah saw. bersabda:
“Akan selalu ada kelompok dari umat yang akan memperjuangkan yang haq, sampai pada akhirnya dari mereka akan melawan dajjal”.

Salamah bin Kaffay berkata:
“Aku duduk bersama Rasulullah saw. aku berkata : “Oh Rasulullah, orang-orang melepaskan pelana dari kuda-kuda mereka, dan meletakkan senjata, dan mengatakan tidak ada jihad”. Rasulullah saw. marah dan berkata: ”Mereka adalah pembohong, sekarang perang dimulai, akan ada penerus dari umatku, dan mereka akan membela kebenaran, Allah akan membelokkan hati orang-orang yang dikehendaki, dan akan ada orang-orang yang beruntung dari mereka pada hari kiamat nanti, dan kuda-kuda Allah kebaikan akan terikat dengannya sampai hari kiamat. Dan itu ditampakkan padaku bahwa aku akan meninggal dunia dan aku akan bersama kalian, dan kalian akan mengikuti aku satu persatu, waktu demi waktu kamu akan dibelokkan dari mengikuti aku dan kamu akan saling membunuh, dan mereka yang beriman akan kembali ke Al-Sham”.(Musnad Imam Ahmad dan Al-Nasa’i dan Al-Baani (sahih).

Hal ini pada waktu Fathu Mekkah di Syam akan ada pertentangan antara muslim dan Yahudi di mana dajjal akan datang. Wallahu ‘alam bisshowab !


Read More..

Syahadat

muqaddimah

1. Sudah menjadi dasar bagi pengikut manhaj Ahli Sunnah Wal Jamaah untuk memahami dan mengaplikasikan makna dan hakikat syahadah secara syumul (menyeluruh).
2. Syahadah merupakan masalah yang sangat asas dalam Dienul Islam. Oleh kerana itu tidak dibenarkan bagi seseorang muslim untuk berpura-pura jahil terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu kalimah syahadah adalah kalimah tauhid yang sekaligus memiliki satu pernyataan khusus tentang sebuah kepasrahan diri (penyerahan diri) daripada segala bid'ah dan kesyirikan, baik yang berkaitan dengan aturan Allah ataupun Rasul Nya.
3. Maka untuk memahaminya, sebuah kajian kritis menurut tinjauan nas dan dalil syarie yang tetap/ konstan (tsabit) dan qot'ie amat diperlukan (kerana perkara ini bukan persoalan ijtihadiyah). Hal ini diperlukan dalam rangka menghindari fitnah syubhat dan syahwat dalam beribadah yang pada masa ini dilakukan oleh majoriti kaum muslimin. Bukti konkrit akibat kejahilannya tidak sahaja akan mampu menelorkan warna kebatilan, kehinaan dan kezaliman bahkan juga perpecahan.

4. Oleh kerana itu Doktor Safar Al Hawaly telah menulis di dalam bukunya, ‘Sekularisme’ bahwa sekularisme sendiri pun yang sekarang ini telah berkembang pada sekelompok umat Islam, tidak lain adalah kerana kekerdilan pemahaman terhadap nilai aqidah (Kalimah Tauhid).
5. Melihat betapa pentingnya perkara diatas, maka hasil daripada pemahaman tersebut bukanlah hanya sekadar perkataan dan doktrin sahaja, tanpa sebuah perealisasian. Berbeza dengan pemahaman yang sering ditunjukkan oleh pelbagai firqah dan aliran sesat seperti khawarij, murjiah, kaum tarikat, sufi dan sebagainya.
6. Maka disinilah bermulalah titik permulaan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam majmu'nya bahwa: Dien ini dibangunkan atas dasar kalimah syahadah, oleh kerana itu janganlah kamu menjadikan Ilah selain Allah, mencintai makhluk sebagaimana cintanya terhadap Allah, berharap dan takut sebagaimana takut dan berharapnya anda kepada Allah dan barangsiapa yang menyamakan antara makhluk dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim/ kafir kepada Nya, sekalipun dia mengakui Allah sebagai Al Khaliq (Maha pencipta).

Pengertian Asyhadu

1. Menyaksikan (Al Hajj 22:28)
2. Sumpah (An Nisa’ 4:15)
3. Bersaksi (Al Munafiqun 63:1)

Pengertian Ilah

1. Sesuatu yang layak diibadahi (disembah) dengan penuh ketaatan. (Ibnu Taimiyyah)
2. Sesuatu yang dicenderungi dan diwala’ (dicintai, berpihak, menyokong) oleh hati dengan penuh kecintaan, keagungan, kemulian, tunduk dan patuh serta takut dan penuh pengharapan. (Ibnu Qayyim)
3. Sesuatu yang:
a. Tidak ada yang mententeramkan hati kecuali Allah. (Ar Ra’d 13:26)
b. Tidak ada tempat berlindung kecuali Allah.(Asy Syura 42:9)
c. Tidak ada yang dicintai kecuali hanya Allah. (At Taubah 9:24)
d. Tidak ada yang diibadahi kecuali Allah. (Al Fatihah 1:4)
e. Tidak ada yang ditaati kecuali Allah. (An Nisa 4:59)
f. Tidak ada pemilik atau raja kecuali Allah. (Ali Imran 3:32)
g. Tidak ada yang diagungkan kecuali Allah. (Al Waqiah 56:96)
h. Tidak ada yang harus dipegang teguh kecuali Allah. (An Nisa 4:176)
i. Tidak ada penguasa kecuali Allah. (Al Anam 6:61)
j. Tidak ada sumber hukum kecuali Allah. (Asy Syura 42:10)
(Ustaz Said Hawa)
4. Sesuatu yang dijadikan ma’bud (yang diibadahi)

Peranan dan Fungsi Syahadah

1. Merupakan dasar bernilainya Dienul Islam. (Ibrahim 14:24-26)
2. Merupakan pembeza antara Muslim dan Kafir.
3. Merupakan syarat mutlak masuk jannah/syurga.Telah bersabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang bersyahadah tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, maka Allah mengharamkan jasadnya untuk disentuh api neraka. (Hadis Riwayat Muslim)

1. Merupakan kunci atau syarat diterima sesuatu ibadah/ amalan. (Al Furqan 25:23)
2. Merupakan syarat untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw pada hari kiamat.

Telah bersabda Rasulullah saw: Manusia yang paling beruntung mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah barangsiapa yang mengatakan ‘lailahailallah’ secara ikhlas dari hati dan jiwanya. (Hadis Riwayat Bukhari)

1. Merupakan syarat jaminan perlindungan harta, jiwa dan kehormatan manusia.

Peringkat-Peringkat Syahadah

1. Ada pengetahuan dan keyakinan atas kebenaran dan ketetapan apa yang disaksikan (syahadah).
2. Mengikrarkan syahadah dengan disaksikan orang lain dengan berbicara, menulis atau berkata pada diri sendiri.
3. Memberitahu, mengkhabarkan dan menjelaskan persaksian orang-orang lain.
4. Iltizam terhadap kandungan syahadah.

Syarat-Syarat Sah Syahadah

Syaikh Wahhab bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah syahadah lailahailallah itu merupakan kunci jannah? Beliau menjawab, “Benar, tetapi tidak ada kunci melainkan ia pasti memiliki gerigi. Apabila engkau datang membawa kunci yang ada geriginya, maka jannah itu akan terbuka bagimu. Namun jika tidak, maka ia akan tetap tertutup bagimu.” (Riwayat Bukhari). Gerigi yang dimaksudkan itu ialah syarat-syarat syahadah Berikut merupakan syarat-syarat syahadah (oleh Al Qohthoni, Al Wala’ Wal Bara’):

1. Al Ilmu, iaitu mengetahui makna syahadah dan apa sahaja yang dinafi atau diithbatkan (ditetapkan). (Muhammad 47:19)
2. Al Yaqin, iaitu yakin tanpa ragu-ragu dengan sebenarnya semua yang terkandung dalam syahadah tersebut. (Al Hujurat 49:15)
3. Al Qobul, iaitu menerima seluruh kandungan syahadah dengan hati dan lisan tanpa meninggalkan sesuatu tuntutan pun. (As Saffat 37:35-36)
4. Al Inqiyad, iaitu tunduk dan patuh dalam mengaplikasikan keseluruhan tuntutan syahadah tanpa keberatan sedikitpun. (An Nisa’ 4:65; An Nisa’ 4:125; Luqman 31:22)
5. As Sidqu, iaitu mengucapkan syahadah dari lubuk hati yang benar-benar jujur dan benar. (Al Ankabut 29:1-3)
6. Al Ikhlas, iaitu mengikhlaskan amal dan niat hanya untuk Allah sahaja tanpa dicemari oleh kotoran-kotoran syirik. (Al Bayyinah 98:5)
7. Al Mahabbah, iaitu menyintai seluruh kandungan syahadah dan apa sahaja yang menjadi tuntutannya serta menyintai orang-orang yang beriltizam dan komitmen dengan kalimah syahadah serta membenci hal-hal yang membatalkan syahadah. (Al Baqarah 2:165)

Kedudukan Syahadah

Perintah Allah yang terbesar kepada seluruh manusia adalah ‘Lailahailallah’ iaitu menafikan segala jenis ilah kecuali Allah (Al Anbiya’ 21:25). Syahadah merupakan pembeza antara muslim dan kafir dan syahadah juga merupakan syarat mutlak masuk jannah. Barangsiapa yang tidak sempurna kedua-dua rukun syahadah (menafikan dan menetapkan), maka ia pasti terjebak dengan dosa besar iaitu menyekutukan Allah, yang tidak dapat ditampal dengan apa jua ibadah hatta solat, puasa mahupun haji.

Telah bersabda Rasulullah saw: Dua hal yang menentukan. Bertanya seorang lelaki: Ya Rasulullah! Apa yang dimaksudkan dengan dua hal yang menentukan itu?, Beliau menjawab, Barangsiapa mati menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk neraka dan barangsiapa mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk jannah. (Hadis Riwayat Muslim)

Pengertian Syahadah Lailahailallah

Kalimah ini bermaksud ‘tiada ilah selain Allah’. Kalimah ‘tiada ilah’ bermaksud bahawa kita menafikan atau menolak semua bentuk sembahan lain selain daripada Allah. Kalimah ‘selain Allah’ pula bermaksud kita menetapkan bahawa yang disembah (ma’bud) itu hanyalah Allah semata-mata dan meyakini bahawa tiada sekutu bagi Allah. Ini sebenarnya mencakupi konsep ‘Nafy wal Itsbat’ (penafian dan penetapan). Kita menafikan semua ilah selain Allah dan menetapkan bahawa hanya Allah sebagai ilah.
Rukun Syahadah Lailahailallah

Rukun syahadah lailahailallah terbahagi kepada dua iaitu:

1. Menafikan

Menurut Doktor Sholih Fauzan (Makna Lailahailallah) dan Muhammad Sa’id Salim Al Qataahani (Antara Kekasih Allah dan Kekasih Syaitan), terdapat 4 sembahan-sembahan palsu/ Ilah-Ilah palsu yang perlu dinafikan iaitu:
a. Al Aliha
Merupakan apa sahaja yang manusia yakini dapat memberikan mudarat ataupun manfaat sehingga manusia bergantung kepadanya. (As Syura 42:9; Al Anam 6:14; Ar Ra’d 13:28; Yunus 10:107)
b. At Thowaghit
Ialah sesiapa sahaja yang disembah serta rela diibadahi, ditaati dan diikuti selain Allah. (Al Baqarah 2:256)
c. Al Andad
Merupakan apa sahaja tandingan-tandingan yang dapat memalingkan manusia daripada Allah. (Al Baqarah 2:165; At Taubah 9:24)
d. Al Arbab
Ialah sesiapa sahaja yang berfatwa (mengeluarkan hukum, undang-undang, perlembagaan atau peraturan) dan bertentangan dengan kebenaran (Al Quran dan As Sunnah) yang kemudiannya diikuti manusia. (At Taubah 9:31)

1. Menetapkan

Di antara hal-hal yang perlu ditetapkan pula ialah:

1. Ilah hanyalah Allah. (Muhammad 47:19)
2. Hanya Allah yang berhak menerima peribadahan daripada Manusia. (Al Fatihah 1:5)
3. Hanya Allah layak menjadi pemilik, pemerintah, pembuat perlembagaan hidup untuk manusia dan penguasa tertinggi alam semesta. (Asy Syura 42:10; Al A’raf 7:3)
4. Al Qosd wal Niyat (tujuan dan niat) hanya kepada Allah. (Al Bayyinah 98:5)
5. Al Ta’zim wal Mahabbah (pengagungan dan kecintaan) hanya kepada Allah. (Al Baqarah 2:165)
6. Al Khouf wal Roja’ (takut dan pengharapan) hanya kepada Allah.
7. At Takwa hanya kepada Allah.

Siapakah THOGUT?

1. Mengingkari thogut dan beriman kepada Allah merupakan hakikat syahadah ‘Lailahailallah’. (An Nisa 4:60; An Nahl 16:36; Al Baqarah 256)
2. Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba Nya supaya mengkafirkan, mengingkari, menjauhi dan menentang serta memerangi thogut dan beriman kepada Allah sahaja. (Majmuat Rasail Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab)
3. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, thogut ialah: Setiap yang diperlakukan manusia dengan cara melampaui batas (yang telah ditentukan Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.
4. Menurut Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab di dalam Majmuat Rasail nya, thogut ialah:

a. Syaitan yang menyeru kepada ibadah selain Allah.
b. Para pemimpin zalim yang meminda hukum-hukum Allah Taala.
c. Mereka yang berhukum dengan hukum yang lain daripada yang telah diturunkan oleh Allah.
d. Mereka yang mendakwa mengetahui ilmu ghaib selain Allah.
e. Segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia reda dengan peribadatan itu
(Yasin 36:60; An Nisa 4:60; Al Maidah 5:44; At Taubah 9:31; Al Jin 72:26-27; Al Anam 6:59)
Tuntutan Syahadah Lailahailallah
Syahadah lailahailallah mengkehendaki seseorang itu:

1. Beribadah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah sahaja dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya.
2. Menerima seluruh syariat Allah samada dalam urusan ibadah, mu’amalah mahupun halal dan haram.
3. Menolak syariat selain daripada syariat Allah.

i. Menolak berhukum dengan selain daripada hukum/ peraturan/ perlembagaan/ undang-undang Allah sahaja (Al Maidah 5:44)
ii. Menolak bida’ah dan khurafat. (Asy Syura 42:21)
iii. Menolak Penghalal (Yang Menghalalkan) dan Pengharam (Yang Mengharamkan) selain daripada Allah. (At Taubah 9:31)

1. Menetapkan asma’ dan sifat Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya, dan menafikan apa yang dinafikan oleh Allah dan Rasul Nya.

Pengertian Syahadah Muhammadur Rasulullah
Mengikrarkan dengan lisan, beriman di dalam hati bahawa Muhammad Rasulullah saw adalah utusan Allah kepada seluruh makhluk Nya.

Tuntutan Syahadah Muhammadur Rasulullah
Syahadah Muhammadur Rasulullah mengkehendaki seseorang itu:

1. Mengimani dan membenarkan semua yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw. (Al A’raf 157-158)
2. Mentaati perintah dan meninggalkan larangannya. (An Nisa’ 4:59; Al Anfal 8:13)
3. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan Rasulullah saw. Kerana Islam itu dibangun diatas landasan beribadah kepada Allah sahaja dan dengan menggunakan syariat yang yang telah disunnahkan Rasulullah saw. (Al Ahzab 33:21)

Nawaqid Asy Syahadah (Pembatal Syahadah)

Empat Elemen Pembatal Syahadah

* Syirik, iaitu:

1. Beriman kepada Allah tetapi ia menjadikan sekutu bagi Allah pada kerajaan Nya dan pentadbiran makhluk-makhluk Nya, iaitu pada penciptaan, menghidupkan, memberikan rezeki, mematikan, memberikan mudharat dan memberikan manfaat. Contohnya ialah syiriknya orang-orang Kristian dan Majusi. (An Nisa’ 4:48; Al Furqan 25:2)
2. Mensifati dirinya atau mensifati yang lainnya dengan sifat-sifat uluhiyyah. Sifat-sifat yang dimaksudkan itu ialah sifat-sifat yang khusus pada Allah. Termasuk disini ialah mereka yang menentang/ tidak mengakui salah satu sifat-sifat kesempurnaan Allah. (An Nazia’at 79:24; Asy Syuara’ 26:23; Al Furqan 25:60; Ar Ra’d 13:30)
3. Memberikan apa-apa bentuk peribadahan kepada selain Allah. (An Nisa’ 4:36; Az Zumar 39:64-66)

1. Kufur, iaitu tidak beriman kepada Allah dan Rasul Nya samada ia mendustakan atau tidak. Kufur terbahagi dua iaitu:
1. Kufur Akbar, iaitu kufur yang menyebabkan seseorang itu terbatal terus Islamnya. Kufur Akbar terbahagi kepada lima bahagian iaitu:

i. Kufur Takzib iaitu mendustakan rasul tentang salah satu perkara yang dibawanya. (Fatir 35:25)
ii. Kufur Iba’ wa Istikbar ialah seperti kufurnya iblis, ia tidak menentang perintah Allah dan tidak pula menerima perintah Allah dengan pengingkaran tetapi kerana enggan dan rasa sombong ia tidak mahu melaksanakan perintah Allah. (Al Baqarah 2:34)
iii. Kufur Iradh iaitu berpaling (tidak ambil kisah) terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, tidak membenarkan dan tidak juga mendustakannya. (As Sajadah 31:22)
iv. Kufur Syak ialah ragu-ragu terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ia tidak yakin akan kebenarannya dan tidak juga yakin akan kedustaannya. (Ibrahim 14:9)
v. Kufur Jahud iaitu menentang secara keseluruhan apa yang diturunkan oeh Allah atau menentang sebahagiannya yang sudah jelas daripada dasar-dasar Islam. (An Naml 27:14; Al An’am 6:33)

1. Kufur Asgar, iaitu kufur yang tidak mengeluarkan seseorang daripada Dienul Islam. Iaitu dosa-dosa besar yang dinyatakan sebagai suatu kekufuran di dalam Al Quran dan As Sunnah. Contohnya seperti kufur nikmat. (An Nahl 16:112)

* Nifaq, iaitu seseorang yang menzahirkan/ menampakkan imannya di kalangan kaum Muslimin tetapi sebenarnya hatinya mendustakan dan mengkafirinya. Nifaq terbahagi kepada dua, iaitu:

1. Nifaq Iktikadi menyangkut soal akidah. Mereka dihukumkan kafir Hanyasanya tidak diperlakukan sebagaimana orang-orang kafir lainnya kerana masih tidak memperlihatkan kekufurannya. (Al Munafiqin 63:1-3)
2. Nifaq Amali pula hanya menyangkut soal amalan perbuatan seseorang yang hanya menyebabkan pelakunya menjadi fasiq dan bermaksiat namun tidak sampai kepada kufur. Ia tetap mempunyai iman, hanyasanya melakukan amalan yang berada pada cabang nifaq seperti mengkhianati amanah, berdusta/ berbohong dan mengingkari janji.

Selain itu, terdapat beberapa sifat munafiq yang agak menonjol iaitu:
a. Berbuat kerosakan di mukabumi dengan menyuburkan dan merosakkan syariat Allah dan menuduh orang-orang yang beriman sebagai bodoh. (Al Baqarah 2:11-13)
b. Menipu orang-orang beriman dengan menzahirkan keimanan semasa bertemu dengan mereka dan menzahirkan kekufurannya semasa bersama pendukung dan wali-walinya. (Al Baqarah 2:14)
c. Berpaling daripada berhukum kepada hukum dan syariat Allah dan menghalang-halangi manusia untuk melaksanakan hukum yang diturunkan oleh Allah. (An Nisa’ 60-61)
d. Memerintah yang mungkar dan mencegah yang ma’ruf. (At Taubah 9:67)
e. Menjadikan orang kafir sebagai wali (pemimpin, pendukung, kawan setia) dan meninggalkan orang-orang beriman. (An Nisa’ 4:138-139)
f. Memusuhi, membenci dan memerangi orang-orang beriman kerana Iman mereka dan berwali serta membantu orang kafir kerana kekufuran mereka. (Mujadilah 58:22; Al Buruj 85:8-10; Al Mu’minun 23:110-112)

1. Riddah iaitu kembali kafir setelah beriman. Antara definasi riddah yang lain ialah:

a. Seseorang yang keluar daripada Islam dalam keadaan berakal, sedar dan tidak terpaksa.
b. Seseorang yang mengingkari dasar-dasar Islam.
c. Seseorang yang mengucapkan suatu perkataan yang jelas kufurnya.
d. Seseorang yang secara jelas melakukan amalan-amalan yang bertentangan dengan Islam dan manhajnya.
Pembahagian Riddah ada empat iaitu:
a. Riddah dengan ucapan. Contohnya ialah menghina Allah, Rasul Nya, Islam.
b. Riddah dengan perbuatan. Contohnya ialah sujud kepada berhala, pindah ke Darul Kufur (negara kafir), membela Darul Harbi (Negara Kafir yang sedang berperang dengan Islam) dan memerangi Syariat Islam dan menggantikannya dengan undang-undang kafir.
c. Riddah dengan i’tikad. Contohnya mensyirikkan Allah, mengingkari As Sunnah (hadis yang sahih) dan mendustakan Nabi Muhammad saw.
d. Riddah dengan keraguan. Contohnya meragui perkara yang telah jelas haram di dalam Al Quran dan meragui kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
Terdapat beberapa bentuk kemurtadan iaitu:
a. Menyandarkan hukum kepada selain Allah. (Al Maidah 5:44-47; Al Ahzab 33:36; Al An’am 6:57; An Nisa 4:60)
b. Benci terhadap Syariat Islam atau mengutamakan syariat lain selain Islam atau menganggap bahawa semua dien/ sistem hidup manusia yang lain sama dengan Islam (menyamaratakan). (Muhammad 47:8-9).
c. Mempermainkan atau merendah-rendahkan sebahagian Syariat Islam yang terdapat di dalam Al Quran atau As Sunnah dan syiar-syiar Islam lainnya.
d. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. (An Nahl 16:116-117; Yunus 10:59-60)
e. Beriman kepada Al Quran dan menolak As Sunnah. (An Nisa 4:150)
f. Menjadikan orang kafir, munafik dan atheis (tidak beragama) sebagai pemimpin. (Al Maidah 5:51; At Taubah 9:23)
g. Mempermainkan sifat Rasulullah saw atau pekerjaan Beliau.
h. Menganggap kandungan Al Quran bertentangan dengan realiti kehidupan atau bertentangan dengan apa yang sebenarnya berlaku atau bertentangan dengan fakta sains. (Ar Ra’d 13:37)
i. Mensifati sifat-sifat Allah dengan sifat yang tidak sesuai dengan keagungannya.
j. Fanatik terhadap puak/ bangsa/ negara dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupannya malah sanggup mencurahkan apa sahaja samada usaha atau wang untuk kepentingan golongannya hingga melupakan diennya (Islam).
k. Mengangkat ideologi nasionalisme dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupan.

pra syarat pengakuan keimanan
Setiap Muslim mengetahui bahawa kunci kepada syurga adalah kalimah, ‘Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah’. Namun terlalu ramai Muslim yang dengan mudah bergantung kepada pernyataan ini dan percaya bahawa sekiranya mereka melafazkannya, tiada apa yang buruk akan menimpa mereka. Mereka merasakan mereka akan dianugerahkan dengan syurga semata-mata kerana melafazkan kalimah Syahadah ini. Sebenarnya, memang tidak perlu dipersoalkan bahawa sekadar melafazkan, ‘Aku Menyaksikan Bahawa Tiada Ilah Yang Layak Disembah Melainkan Allah dan Aku Menyaksikan Bahawa Muhammad itu Hamba Dan Rasul-Nya’, adalah tidak memadai. Malah, orang-orang Munafiq juga telah melafazkan kalimah Syahadah dan Allah swt menyatakan bahawa mereka adalah pendusta dan akan menduduki neraka yang paling dalam. Namun begitu, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama’, kalimah atau pernyataan ini adalah kunci syurga. Wahab bin Munabbih pernah ditanya, Bukankan pernyataan Lailahailallah itu kunci syurga? Beliau telah menjawab, Benar, tetapi setiap kunci mempunyai mata-matanya. Sekiranya kamu datang dengan kunci yang mempunyai mata yang betul, pintu itu akan terbuka buatmu. Tetapi sekiranya anak kuncimu tidak mempunyai mata yang betul, pintu itu tidak akan terbuka untukmu. Maksudnya di sini, ada pra syarat yang diperlukan. Pra syarat inilah yang membezakan antara mereka yang mendapat manfaat daripada pernyataan mereka dengan mereka yang tidak mendapat manfaat tersebut, walau sebanyak mana sekalipun mereka membuat pernyataan tersebut.

Sebelum membincangkan pra syarat kalimah Syahadah, saya merasakan bahawa ada satu perkara yang perlu saya jelaskan. Ramai orang gemar mengambil satu hadis atau satu ayat dan kemudiannya, berpandukan satu ayat itu semata-mata, mereka akan membuat kesimpulan seperti, sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah akan memasuki syurga. Sepatutnya kita semua sedar bahawa keseluruhan Al Quran dan hadis itu saling melengkapi dan menerangkan satu sama lain. Untuk menentukan kedudukan sebenar sesuatu persoalan, seseorang itu perlu mengambil kira semua ayat dan hadis yang berkenaan dan kemudian barulah menentukan apakah pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perkara tersebut. Begitu jugalah dalam memahami pra syarat pernyataan kalimah Syahadah itu.

Sekiranya kita mengkaji ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw, kita akan mendapati bahawa terdapat tujuh, lapan atau sembilan (bergantung kepada bagaimana kita melihatnya) syarat-syarat kalimah Syahadah. Adalah sangat penting untuk kita memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat ini dalam kehidupan kita dan dalam pengakuan keimanan kita. Kita perlu berusaha bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat-syarat ini sebelum terlambat bilamana pengakuan keimanan kita tidak akan memanfaatkan kita lagi. Ianya bukanlah sekadar untuk mengajarkan syarat-syarat ini. Malah, tidak ada manfaatnya di situ melainkan kita semua memeriksa (muhasabah) akan diri kita dan memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat tersebut semoga, dengan rahmat Allah swt, pintu-pintu syurga akan terbuka untuk kita menerusi kunci Lailahailallah kita.

syarat pertama: ilmu
Seseorang mesti mempunyai ilmu asas dan am tentang apa yang dimaksudkan oleh kalimah Syahadah. Seseorang mesti memahami apakah yang ditegaskan oleh kalimah Syahadah dan apakah yang dinafikannya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Maka ketahuilah, bahawa sesungguhnya tidak ada Ilah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu... (Muhammad 47:19).
Begitu juga sabda Rasulullah saw, Sesiapa yang meninggal dunia mengakui bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).

Sebenarnya, kalimah Syahadah itu adalah sebuah pengakuan ataupun ikrar. Apabila seseorang berikrar akan sesuatu, dia harus mengerti dan memahami tentang apa yang diikrarkannya itu. Jelas sekali, berikrar tentang sesuatu yang tidak diketahui (tidak mempunyai ilmu tentangnya) adalah tidak dapat diterima sama sekali.

Firman Allah SWT di dalam Al Quran, ...melainkan orang yang mengakui yang hak dan mereka mengetahuinya (Al Zukhruf 43:86).

Syarat ini mungkin kelihatan begitu jelas. Sekiranya seseorang berkata kepadamu, Tiada Ilah Melainkan Allah, dan kemudian menjelaskan bahawa yang dimaksudkannya dengan Allah ada Isa, tentu sekali akan kita katakan Maka bayangkanlah bahawa masih ada umat-umat Islam yang merayakan perayaan tahunan untuk ‘Tuhan-Tuhan (semangat) Laut umpamanya! Namun begitu mereka berterusan menggelar diri mereka Muslim dan melafazkan kalimah Syahadah berkali-kali sehari. Ini jelas menunjukkan bahawa mereka tidak memahami langsung akan maksud Syahadah (pengakuan) itu sendiri. Adakah pada pemikiranmu, Syahadah sebegini akan membuka pintu-pintu Syurga untuk mereka? Pada hari ini, ramai Muslim yang hairan memikirkan mengapa kita tidak sepatutnya menerima sekularisme. Mereka memikirkan bahawa tiada apa yang salah dengan sekularisme! Ramai di antara mereka, malah, bersembahyang lima waktu sehari semalam dan melafazkan Syahadah berulangkali. Namun mereka tidak melihat apa-apa kesalahan dalam menerima Pemberi Undang-Undang selain Allah SWT. Syahadah (pengakuan) jenis apakah yang dilakukan oleh mereka ini? Setiap daripada kita mesti berusaha sedaya-upaya untuk belajar sekurang-kurangnya asas-asas keimanan dalam Islam. Dengan cara ini, Inshaallah, kita akan membuat pengakuan Syahadah yang benar. Kita akan menyaksikan akan kebenaran sebagaimana kita sepatutnya menyaksikan akannya.

syarat kedua: yakin

Ini adalah lawan kepada curiga dan ragu-ragu. Di dalam Islam, sebarang bentuk keraguan boleh membawa kepada Kufur atau tidak beriman. Kita mesti, di dalam hati-hati kita, mempunyai keyakinan yang sepenuhnya akan kebenaran Syahadah itu. Hati-hati kita janganlah berdolak-dalik walau sedikitpun apabila kita menyaksikan akan kebenaran, Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah. Allah swt menggambarkan orang-orang yang beriman di dalam Al Quran sebagai mereka yang mempunyai keimanan kepada Allah dan hati-hati mereka tidak sedikitpun merasa ragu-ragu.

Firman Allah swt, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (Al Hujuraat 49:15).
Demikian juga, Rasulullah saw bersabda, Tidak ada sesiapa yang bertemu dengan Allah dengan pengakuan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan aku Rasul Allah, dan dia tidak mempunyai sedikit keraguan pun dengan kenyataannya itu, melainkan dia akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).
Sesungguhnya, Allah swt menggambarkan para munafiq itu sebagai mereka yang hati-hatinya ragu-ragu. Contohnya, Allah swt berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (untuk tidak menyertai Jihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dah hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, kerana itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya (At Taubah 9:45)

Ramai ulama’ telah menyatakan bahawa penyakit-penyakit hati itu, atau keraguan dan kecurigaan yang seseorang benarkan menempati hatinya, adalah lebih berbahaya kepada keimanan seseorang itu daripada nafsu dan keinginan. Ini adalah kerana nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan itu boleh dihilangkan pada satu-satu masa. Kemudiannya, seseorang itu jelas mengetahui bahawa ianya telah berdosa lantas dia boleh mengawal dirinya, bertaubat dan meninggalkan amalan-amalan yang keji itu. Akan tetapi, keraguan dan kecurigaan akan terus menempati hati sseorang, tanpa apa-apa penawar, hinggalah seseorang itu meninggalkan Islam terus atau berterusan sebagai seorang Muslim, tetapi pada hakikatnya, hatinya masih tidak beriman sepenuhnya. Penawar yang paling mujarab untuk keraguan dan kecurigaan ini adalah dengan menuntut ilmu tentang Al Quran dan As Sunnah lah kebanyakan daripada keraguan dan kecurigaan ini dapat dihilangkan.

Melalui pengajian dan pemahaman, seseorang akan beroleh kepastian. Kemudiannya, dengan pengajian dan pembelajaran yang berterusan, kepastian seseorang itu akan bertambah kuat dan tegas. Saya akan berikanmu satu contoh tentang hakikat ini. Ianya berkenaan dengan segala keraguan, kecurigaan dan salah faham yang berleluasa tentang kesahihan hadis-hadis. Contohnya, ada orang-orang Islam yang mengatakan bahawa hadis-hadis tidaklah dicatatkan sehingga sekurang-kurangnya 200 tahun selepas kewafatan baginda Rasulullah SAW. Malah, terdapat ramai orang Islam yang mempunyai banyak keraguan terhadap hadis dan dengan pantas menolak hadis-hadis berlandaskan perkara ini. Sedangkan, pada kenyataannya, sekiranya seseorang itu memperuntukkan masa untuk mengkaji sejarah dan usaha menjaga hadis-hadis, beliau akan mendapati bahawa semua tuduhan-tuduhan terhadap hadis-hadis itu adalah tidak berasas sama sekali. Tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah sekadar pendustaan yang lahir dari syaitan dan ramai Muslim yang kurang pemahaman dan ilmunya telah membiarkan pendustaan ini menempati hati-hati mereka. Izinkan saya ulaskan sedikit lagi tentang syarat Yakin ini. Seperti yang telah saya katakan sebelum ini, keraguan dan salah faham adalah sangat merbahaya terhadap iman seseorang. Keraguan dan kecurigaan boleh membawa kepada murtad seperti yang dibincangkan sebelum ini. Oleh kerana itu, setiap Muslim mestilah berusaha sedaya-upaya untuk memelihara dirinya daripada keraguan sebegitu dan sentiasa menjauhkan dirinya dari sumber-sumber keraguan dan kecurigaan itu; lebih-lebih lagi sekiranya dirinya tidak mempunyai asas-asas keilmuan Islam yang kuat dan tidak mempunyai ilmu untuk menyanggah keraguan, kecurigaan dan salah faham tersebut. Oleh yang demikian, sekiranya seseorang itu punya kenalan atau rakan, walaupun rakannya itu Muslim, yang sentiasa membuatkan beliau ragu-ragu akan Allah swt dan Dien ini, maka beliau harus menjauhkan diri daripada individu tersebut demi menjaga Dien dan imannya. Ramai dari kalangan Muslim pada hari ini belajar kursus-kursus Islam yang diajar oleh para orientalis dan disebabkan oleh latarbelakang keislaman mereka yang longgar, mereka dengan mudah terpengaruh dengan perkara-perkara karut yang diajarkan oleh sesetengah daripada para orientalis ini atas nama 'sains'. Begitu juga, ramai daripada umat Islam hari ini menghabiskan masa berjam-jam di dalam 'newsgroups' dan 'bulletin boards' menerusi computer (internet). Sekali lagi, dia yang cetek ilmu Islamnya akan dengan mudah terpengaruh dengan salah faham dan hujah-hujah palsu yang dibacanya dari sumber-sumber sedemikian. Dia sepatutnya menjauhkan diri dari perkara-perkara sedemikian dan berusaha mendapatkan ilmu Islam yang mendalam menerusi sumber-sumber yang sahih tentang Islam. Sekali lagi, penawar yang paling mujarab untuk menghilangkan keraguan dan salah faham ini, setelah dirahmati dan diberi petunjuk oleh Allah SWT, adalah ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam. Apabila seseorang itu punya ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam, beliau tidak akan terpengaruh dengan hujah-hujah yang palsu lagi lemah yang didatangkan oleh musuh-musuh Islam dan beliau, insha-Allah, akan menjadi dari kalangan yang digambarkan di dalam Al Quran, ...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya hanyalah ulama’ (Faathir 35:28).

syarat ketiga: penerimaan (Al Qabool)

Sekiranya seseorang itu telah mempunyai ilmu dan keyakinan akan Syahadah itu; ini mesti diikuti pula dengan penerimaan, dengan lidah dan juga tuntutan Syahadah tersebut. Sesiapa yang enggan menerima Syahadah itu serta tuntutannya, walaupun dia mempunyai ilmu yang Syahadah itu benar dan yakin dengan kebenaran itu, maka dia adalah seorang yang tidak beriman (kafir). Keengganan untuk menerima itu mungkin disebabkan oleh rasa bongkak, irihati atau lain-lain. Walauapapun sebabnya, Syahadah itu bukanlah Syahadah yang sejati tanpa penerimaan yang tidak berbelah-bagi. Para ulama’ semuanya mengulas tentang syarat ini secara am seperti yang telah saya nyatakan di atas. Akan tetapi, ia juga mempunyai perincian-perincian yang mesti kita sedari. Orang-orang yang beriman menerima dengan sepenuhnya segala tuntutan Syahadah itu. Ini juga bermaksud, mereka beriman dengan segala yang termaktub di dalam Al Quran atau yang dinyatakan oleh Rasulullah saw, tanpa mempersoalkan hak untuk memilih apa yang ingin dipercayai dan apa yang ingin ditolak.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Apakah kamu beriman kepada sebahagian al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah daripada apa yang kamu perbuat (Al Baqarah 2:85).

Ini adalah satu aspek yang mesti disedari oleh orang-orang Islam. Walaupun ia tidaklah sama seperti penolakan sepenuhnya untuk menerima kebenaran, tetapi dengan menolak sebahagian daripada kebenaran yang datangnya daripada Allah SWT, seseorang itu juga telah menafikan penyaksian keimanannya. Malangnya, pada hari ini, ramai orang-orang Islam melakukan penolakan ini dengan pelbagai cara. Walaupun bukan semuanya boleh dikira sebagai murtad, perkara-perkara ini tetap sangat membahayakan. Contohnya, sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sepotong ayat di dalam Al Quran, mereka dengan mudah menafsir semula ayat tersebut agar sesuai dengan apa yang mereka sukai. Sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sebuah hadis, mereka lantas menyatakan bahawa hadis tersebut adalah tidak sahih walaupun mereka sebenarnya bukanlah ulama’ di dalam bidang tersebut. Perlakuan serta sikap sebegini adalah merupakan perlakuan dan sikap yang berlawanan dengan perlakuan dan sikap Muslim sejati. Apa-apa sahaja yang datang daripada Allah swt dan Rasul Nya saw, seorang Muslim sejati akan beriman dengannya. Inilah sikap yang seiringan dengan pengakuan keimanan.

syarat keempat: penyerahan, tunduk dan patuh

Syarat ini bermaksud perlaksanaan Syahadah kita melalui amalan zahir tubuh badan. Malah, ini adalah merupakan satu daripada maksud terpenting perkataan Islam itu sendiri, Tunduk dan patuh kepada kehendak dan perintah Allah.

Inilah yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam Al Quran, Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi) (Az Zumar 39:54).
Allah swt telah memuji mereka yang tunduk patuh kepada perintah Nya melalui amalan mereka.

Firman Allah swt, Dan siapakah yang lebih baik Diennya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan... (An Nisa 4:125).

Sebenarnya, jelas sekali Allah swt telah menjadikan penyerahan (tunduk dan patuh) seseorang itu kepada perintah Nya dan Rasul Nya sebagai satu syarat keimanan.

Firman Allah swt, Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah saw) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak meresa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa 4:65)

Malang sekali, terdapat kini banyak kenyataan-kenyataan bahawa tidak ada hubung-kait di antara iman dengan amalan. Malah kita boleh mendengar seorang Muslim mengata tentang seorang lagi, Dialah orang Islam yang paling baik pernah saya temui, sedangkan orang itu jarang sekali mengamalkan apa-apa amalan Islam. Pemahaman yang salah tentang keimanan ini telah menjalar dengan teruk ke segenap rantau Islam. Sepatutnya Syahadah atau pengakuan keimanan kita itu mesti dilaksanakan atau diterapkan di dalam hati, lidah dan amalan kita. Di dalam hati kita, kita mesti mencintai Allah swt, takutkan Allah swt dan pada masa yang sama menaruh penuh pengharapan kepada Allah swt. Dengan lidah kita, kita mesti menyaksikan atau mengakui Syahadah itu. Dan akhir sekali dengan amal kita, kita mesti mengamalkan apa yang dituntut oleh pengakuan keimanan itu. Sesiapa yang mengaku dirinya Muslim akan tetapi tidak melaksanakan apa-apa amalan, bermakna dia tidak memahami apa itu Islam samasekali ataupun dia sendiri sebenarnya membuktikan bahawa pengakuan keimanannya itu bukan pengakuan keimanan yang benar dan sejati. Ini bukanlah bermakna seorang yang benar-benar beriman bebas sama sekali daripada dosa. Sebenarnya, seseorang yang benar-benar beriman pun tidak bebas daripada dosa. Namun selagi mereka mengakui bahawa apa yang mereka lakukan itu salah dan ianya tidak seiring dengan kewajiban mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt, maka mereka tidaklah membatalkan kesempurnaan pengakuan keimanan atau pun Syahadah mereka. Namun, jangan dilupa, mereka tetap berdosa. Maka apakah tahap penyerahan yang minima yang dituntut daripada seseorang; yang sekiranya tidak ada pada tahap ini (sekurang-kurangnya) maka tidaklah layak pengakuan keimanan. Sekiranya diambil pandangan para ulama’ yang berpendapat bahawa meninggalkan sembahyang itu kufur, ia adalah sembahyang lima waktu sehari semalam. Sesiapa yang tidak melaksanakan sekurang-kurangnya sembahyang lima waktu sehari semalam maka dia telah melanggar had yang dapat diterima dalam kekurangan amalan. Sesungguh Allah Maha Mengetahui.

syarat kelima: jujur

Jujur adalah sebagai lawan kepada sikap berpura-pura (munafiq) dan tidak jujur. Ini bermakna apabila kita melafazkan kalimah Syahadah, kita melafazkannya dengan penuh kejujuran. Kita benar-benar bermaksud akan apa yang dilafazkan itu. Kita tidak menipu dalam soal pengakuan keimanan.

Rasulullah SAW telah bersabda, Tidak ada sesiapa yang mengaku bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dengan ikhlas dari hatinya, melainkan Allah menjadikan api neraka itu haram baginya. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kita tentu mengetahui tentang mereka yang melafazkan kalimah Syahadah akan tetapi mereka tidak melakukannya dengan jujur. Mereka tidak mempercayainya, akan tetapi mereka hanya melafazkannya untuk menjaga keselamatan diri mereka ataupun untuk memperolehi apa-apa ganjaran. Mereka inilah golongan munafiq.

Allah swt telah menerangkan tentang golongan ini di dalam Al Quran seperti berikut, Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sedar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka dusta (Al Baqarah 2:8-10).

Jelas sekali pengakuan Syahadah mereka yang menjadi Muslim semata-mata untuk memperolehi ganjaran duniawi dan bukan kerana mereka benar-benar percayakan Islam akan ditolak oleh Allah swt di Hari Kebangkitan nanti. Mereka akan dihadapkan dengan azab yang pedih kerena penipuan mereka.

syarat keenam: ikhlas

Maksudnya, apabila kita membuat pengakuan Syahadah itu, kita mesti melakukannya semata-mata kerana Allah swt. Kita tidak boleh melakukannya atas apa-apa sebab yang lain. Begitu juga kita tidak boleh melaksanakannnya kerana orang lain. Dalam soal ini, maksud ikhlas itu adalah lawan kepada Syirik ataupun menyekutukan Allah swt. Kita menjadi Muslim dan berkekalan sebagai Muslim semata-mata kerana Allah swt.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, ...Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya (Az Zumar 39:2).

Allah swt juga berfirman, Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) Dien dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah Dien yang lurus. (Al Baiyyinah 98:5).

Rasulullah SAW juga bersabda, Allah telah mengharamkan api neraka ke atas sesiapa yang mengatakan, Tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dan dia mengatakan begitu mengharapkan wajah [dan keredaan] Allah. (Hadis Riwayat Muslim).

Ini adalah sesuatu yang perlu kita fikirkan terutamanya, mereka yang dibesarkan di dalam keluarga Muslim dan dilahirkan sebagai seorang Islam. Kita mesti benar-benar jelaskan kepada diri kita bahawa kita menjadi Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Kita bukan menjadi Muslim demi ibubapa kita, rakan-rakan, keluarga ataupun masyarakat. Ia mestilah benar-benar jelas dalam pemikiran kita bahawa kita adalah Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Namun, sesekali kita akan terfikir sama ada syarat ini dipenuhi oleh kebanyakan orang. Sesetengah orang dari rantau Islam hanya melaksanakan Islam sekadar yang memuaskan hati keluarga mereka. Sekiranya ada apa-apa di dalam Islam yang tidak disukai oleh keluarga mereka (walaupun sebenarnya keluarga mereka juga Muslim lantas perlu menyukai Islam keseluruhannya), lantas mereka tidak melaksanakan aspek Islam tersebut. Salah satu contoh yang biasa adalah dalam soal pergaulan lelaki dan perempuan. Kadang-kadang, seseorang itu tidak akan bergaul secara bebas dengan lelaki/ perempuan yang bukan mahramnya. Akan tetapi, apabila dia pulang ke rumah dan keluarganya tidak menyukai sikap sedemikian, maka mereka dengan mudah meninggalkan tuntutan Islam tersebut demi ibubapa dan keluarga. Orang-orang sebegini harus bertanya dengan ikhlas pada diri mereka, mengapa mereka seorang Muslim. Adakah mereka Muslim demi ibubapa mereka lantas mereka lakukan apa yang ibubapa mereka sukai dan tinggalkan apa yang ibubapa mereka tidak sukai? Ataupun, adakah mereka Muslim demi Allah swt lantas apa yang Allah sukai mereka lakukan dan apa yang Allah tidak sukai mereka tinggalkan?

syarat ketujuh: cinta

Maksudnya di sini, seseorang yang beriman mesti mencintai Syahadah itu, perasaan cinta (kesukaan) nya mesti lah berlandaskan Syahadah, dia mencintai tuntutan dan kesan-kesan Syahadah dan dia juga mencintai mereka yang beramal dan bekerja keras demi Syahadah ini. Ini adalah syarat yang mesti ada di antara syarat-syarat Syahadah. Sekiranya seseorang itu membuat pengakuan Syahadah tetapi tidak mencintai Syahadah itu dan apa yang dimaksudkannya, maka sebenarnya imannya tidaklah sempurna. Ini bukanlah keimanan yang sejati. Malah sekiranya dia mencintai sesuatu lebih daripada Syahadah ini ataupun dia mencintai sesuatu lebih dari Allah swt, maka dia telah batalkan Syahadahnya itu. Orang yang benar-benar beriman, yang memenuhi semua syarat-syarat Syahadah itu tidak akan meletakkan sesuatu apapun setaraf dengan Allah dari segi cintanya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah... (Al Baqarah 2:165).
Dan di bahagian lain Allah swt berfirman, Katakanlah: 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 9:24).

Rasulullah saw telah bersabda, Sesiapa yang mempunyai tiga sifat ini telah merasai kemanisan iman. [Yang pertama] adalah bahawa dia mencintai Allah dan Rasul Nya lebih daripada dia mencintai sesuatu yang lain...." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ini adalah salah satu daripada aspek yang terpenting di dalam Islam, namun, atas sebab-sebab tertentu, ianya tidak wujud di dalam kehidupan ramai orang Islam. Mereka melaksanakan sesuatu di dalam Islam seolah-olah Islam itu merupakan satu tugasan bukannya atas rasa cinta kepada Allah swt. Apabila Allah swt memerintahkan kita supaya melakukan sesuatu, seperti menjadi saksi kepada keimanan itu, kita mesti menyedari bahawa perkara itu adalah disukai oleh Allah swt, lantas atas perasaan cinta kita kepada Allah swt, kita sepatutnya berasa sangat gembira untuk melaksanakan amalan yang disukai oleh Allah swt. Akan tetapi, seperti yang telah saya katakan, perasaan ini semakin menghilang daripada ramai orang-orang Islam masa kini

syarat kelapan: menafikan ilah selain allah

Walaupun ianya sangat jelas menerusi perkataan-perkataan di dalam kalimah Syahadah itu, ia masih kelihatan tidak jelas kepada kebanyakan orang yang membuat pengakuan Syahadah ini. Oleh itu, saya akan membincangkannya di sini Di dalam surah al-Baqarah, Allah swt telah mengingatkan kita dengan jelas akan aspek Syahadah yang penting ini. Syahadah itu bukanlah semata-mata suatu Pengakuan tetapi ia adalah kedua-duanya, Pengakuan dan Penafian.
Firman Allah swt, ...Kerana itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syaitan dan apa sahaja yang disembah selain Allah swt) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus... (Al Baqarah 2:256).
Malah Rasulullah saw juga menjelaskan perkara ini apabila baginda menyatakan Sesiapa yang mengatakan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan menafikan segala yang disembah melainkan Allah, maka harta dan jiwanya dijaga dan perhitungan adalah dengan Allah (Hadis Riwayat Muslim).

Walaupun syarat ini sepatutnya jelas sekali kepada sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah, kita masih boleh melihat Muslim yang melafazkan kalimah Syahadah tetapi kemudiannya melakukan amalan yang termasuk dalam maksud penyembahan untuk sesuatu selain daripada Allah swt. Kita boleh melihat mereka pergi ke kubur-kubur dan menyembah penghuninya. Mereka akan melaksanakan amalan-amalan peribadatan, bukan untuk Allah swt, tetapi untuk 'wali-wali' yang telah meninggal dunia itu. Syahadah jenis apakah yang dibuat oleh mereka ini? Adakah Syahadah mereka akan bermakna di Hari Perhitungan selagi mana mereka percaya bahawa amalan peribadatan boleh dilaksanakan untuk selain daripda Allah SWT?

syarat kesembilan: setia padanya hingga akhir hayat

Ini adalah satu kemestian untuk Syahadah itu bermakna kepadamu di akhirat nanti. Kita tidak boleh bergoyang kaki dan berharap pada apa yang kita lakukan pada masa lalu. Tidak, malah, Syahadah itu mestilah menjadi panji dirimu sehinggalah kematianmu.
Rasulullah saw telah bersabda, Seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Syurga dan kemudiannya dia dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Neraka. Dan seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan kemudiannya dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).
Dalam Hadis yang lain Rasulullah saw telah bersabda, Demi Dia yang tidak ada Ilah melainkan Nya, seorang dari kamu melakukan amalan-amalan Syurga sehingga hanyalah sedepa diantara dia dan Syurga dan kemudiannya buku itu (qada' dan qadar) menentukannya dan dia melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan diapun memasukinya (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dan Firman Allah swt di dalam Al Quran, Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran 3:102).

kesimpulan pra syarat pengakuan keimanan
Saudara-saudaraku sekalian, inilah syarat-syarat Syahadah itu. Ini adalah aspek-aspek Syahadah yang perlu setiap dari kita lihat dalam diri kita dan bertanya pada diri kita, Adakah Syahadahku memenuhi syarat-syarat dan tuntutan-tuntutan ini? Adakah aku melafazkannya dengan penuh keikhlasan, kejujuran dan rasa cinta pada Allah swt? Adakah aku melafazkannya berdasarkan maksudnya yang sebenar? Adakah aku benar-benar menafikan thoghut?....
Soalan-soalan ini perlu kita tanyakan pada diri kita sekarang, sebelum kita dihadapkan di hadapan Allah swt. Inshaallah, kita tanyakan soalan-soalan ini pada diri kita dan semoga kita mendapat semua jawapan yang tepat. Ataupun, jika kita melihat apa-apa kelemahan, kita akan berusaha untuk menghilangkan kelemahan itu. Mudah-mudahan, dengan rahmat Allah swt, di hari akhirat nanti, Syahadah kita akan menjadi kunci-kunci kita ke syurga dan pintu-pintu syurga akan terbuka luas untuk kita dan kita dapat hidup selama-lamanya dalam kenikmatan yang Allah swt kurniakan di syurga, dan Allah swt reda akan kita.

Sekali lagi, soalnya bukanlah kita sekadar mengetahui akan syarat-syarat ini. Malah, kita boleh bertemu dengan ramai Muslim yang menghafal syarat-syarat ini, akan tetapi apibila dilihat akan amalan dan sikap mereka, jelas sekali syarat-syarat ini tidak membuahkan apa-apa kesan ke atas mereka. Ini bermakna, tidak kira sebaik mana dia mengetahui dan menghafal akan syarat-syarat ini, dia sebenarnya belum menyempurnakannya. Sesungguhnya, pengetahuannya itu akan menjadi saksi ke atasnya nanti kerana dia jelas sekali mengetahui akan syarat-syarat yang mesti disempurnakannya akan tetapi dia telah tidak menyempurnakannya semasa hidupnya.
Wallahu'alam bis showab!

SYAHADAH

muqaddimah

1. Sudah menjadi dasar bagi pengikut manhaj Ahli Sunnah Wal Jamaah untuk memahami dan mengaplikasikan makna dan hakikat syahadah secara syumul (menyeluruh).
2. Syahadah merupakan masalah yang sangat asas dalam Dienul Islam. Oleh kerana itu tidak dibenarkan bagi seseorang muslim untuk berpura-pura jahil terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu kalimah syahadah adalah kalimah tauhid yang sekaligus memiliki satu pernyataan khusus tentang sebuah kepasrahan diri (penyerahan diri) daripada segala bid'ah dan kesyirikan, baik yang berkaitan dengan aturan Allah ataupun Rasul Nya.
3. Maka untuk memahaminya, sebuah kajian kritis menurut tinjauan nas dan dalil syarie yang tetap/ konstan (tsabit) dan qot'ie amat diperlukan (kerana perkara ini bukan persoalan ijtihadiyah). Hal ini diperlukan dalam rangka menghindari fitnah syubhat dan syahwat dalam beribadah yang pada masa ini dilakukan oleh majoriti kaum muslimin. Bukti konkrit akibat kejahilannya tidak sahaja akan mampu menelorkan warna kebatilan, kehinaan dan kezaliman bahkan juga perpecahan.
4. Oleh kerana itu Doktor Safar Al Hawaly telah menulis di dalam bukunya, ‘Sekularisme’ bahwa sekularisme sendiri pun yang sekarang ini telah berkembang pada sekelompok umat Islam, tidak lain adalah kerana kekerdilan pemahaman terhadap nilai aqidah (Kalimah Tauhid).
5. Melihat betapa pentingnya perkara diatas, maka hasil daripada pemahaman tersebut bukanlah hanya sekadar perkataan dan doktrin sahaja, tanpa sebuah perealisasian. Berbeza dengan pemahaman yang sering ditunjukkan oleh pelbagai firqah dan aliran sesat seperti khawarij, murjiah, kaum tarikat, sufi dan sebagainya.
6. Maka disinilah bermulalah titik permulaan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam majmu'nya bahwa: Dien ini dibangunkan atas dasar kalimah syahadah, oleh kerana itu janganlah kamu menjadikan Ilah selain Allah, mencintai makhluk sebagaimana cintanya terhadap Allah, berharap dan takut sebagaimana takut dan berharapnya anda kepada Allah dan barangsiapa yang menyamakan antara makhluk dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim/ kafir kepada Nya, sekalipun dia mengakui Allah sebagai Al Khaliq (Maha pencipta).

Pengertian Asyhadu

1. Menyaksikan (Al Hajj 22:28)
2. Sumpah (An Nisa’ 4:15)
3. Bersaksi (Al Munafiqun 63:1)

Pengertian Ilah

1. Sesuatu yang layak diibadahi (disembah) dengan penuh ketaatan. (Ibnu Taimiyyah)
2. Sesuatu yang dicenderungi dan diwala’ (dicintai, berpihak, menyokong) oleh hati dengan penuh kecintaan, keagungan, kemulian, tunduk dan patuh serta takut dan penuh pengharapan. (Ibnu Qayyim)
3. Sesuatu yang:

a. Tidak ada yang mententeramkan hati kecuali Allah. (Ar Ra’d 13:26)
b. Tidak ada tempat berlindung kecuali Allah.(Asy Syura 42:9)
c. Tidak ada yang dicintai kecuali hanya Allah. (At Taubah 9:24)
d. Tidak ada yang diibadahi kecuali Allah. (Al Fatihah 1:4)
e. Tidak ada yang ditaati kecuali Allah. (An Nisa 4:59)
f. Tidak ada pemilik atau raja kecuali Allah. (Ali Imran 3:32)
g. Tidak ada yang diagungkan kecuali Allah. (Al Waqiah 56:96)
h. Tidak ada yang harus dipegang teguh kecuali Allah. (An Nisa 4:176)
i. Tidak ada penguasa kecuali Allah. (Al Anam 6:61)
j. Tidak ada sumber hukum kecuali Allah. (Asy Syura 42:10)
(Ustaz Said Hawa)

1. Sesuatu yang dijadikan ma’bud (yang diibadahi)

Peranan dan Fungsi Syahadah

1. Merupakan dasar bernilainya Dienul Islam. (Ibrahim 14:24-26)
2. Merupakan pembeza antara Muslim dan Kafir.
3. Merupakan syarat mutlak masuk jannah/syurga.Telah bersabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang bersyahadah tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, maka Allah mengharamkan jasadnya untuk disentuh api neraka. (Hadis Riwayat Muslim)

1. Merupakan kunci atau syarat diterima sesuatu ibadah/ amalan. (Al Furqan 25:23)
2. Merupakan syarat untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw pada hari kiamat.

Telah bersabda Rasulullah saw: Manusia yang paling beruntung mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah barangsiapa yang mengatakan ‘lailahailallah’ secara ikhlas dari hati dan jiwanya. (Hadis Riwayat Bukhari)

1. Merupakan syarat jaminan perlindungan harta, jiwa dan kehormatan manusia.

Peringkat-Peringkat Syahadah

1. Ada pengetahuan dan keyakinan atas kebenaran dan ketetapan apa yang disaksikan (syahadah).
2. Mengikrarkan syahadah dengan disaksikan orang lain dengan berbicara, menulis atau berkata pada diri sendiri.
3. Memberitahu, mengkhabarkan dan menjelaskan persaksian orang-orang lain.
4. Iltizam terhadap kandungan syahadah.

Syarat-Syarat Sah Syahadah

Syaikh Wahhab bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah syahadah lailahailallah itu merupakan kunci jannah? Beliau menjawab, “Benar, tetapi tidak ada kunci melainkan ia pasti memiliki gerigi. Apabila engkau datang membawa kunci yang ada geriginya, maka jannah itu akan terbuka bagimu. Namun jika tidak, maka ia akan tetap tertutup bagimu.” (Riwayat Bukhari). Gerigi yang dimaksudkan itu ialah syarat-syarat syahadah Berikut merupakan syarat-syarat syahadah (oleh Al Qohthoni, Al Wala’ Wal Bara’):

1. Al Ilmu, iaitu mengetahui makna syahadah dan apa sahaja yang dinafi atau diithbatkan (ditetapkan). (Muhammad 47:19)
2. Al Yaqin, iaitu yakin tanpa ragu-ragu dengan sebenarnya semua yang terkandung dalam syahadah tersebut. (Al Hujurat 49:15)
3. Al Qobul, iaitu menerima seluruh kandungan syahadah dengan hati dan lisan tanpa meninggalkan sesuatu tuntutan pun. (As Saffat 37:35-36)
4. Al Inqiyad, iaitu tunduk dan patuh dalam mengaplikasikan keseluruhan tuntutan syahadah tanpa keberatan sedikitpun. (An Nisa’ 4:65; An Nisa’ 4:125; Luqman 31:22)
5. As Sidqu, iaitu mengucapkan syahadah dari lubuk hati yang benar-benar jujur dan benar. (Al Ankabut 29:1-3)
6. Al Ikhlas, iaitu mengikhlaskan amal dan niat hanya untuk Allah sahaja tanpa dicemari oleh kotoran-kotoran syirik. (Al Bayyinah 98:5)
7. Al Mahabbah, iaitu menyintai seluruh kandungan syahadah dan apa sahaja yang menjadi tuntutannya serta menyintai orang-orang yang beriltizam dan komitmen dengan kalimah syahadah serta membenci hal-hal yang membatalkan syahadah. (Al Baqarah 2:165)

Kedudukan Syahadah

Perintah Allah yang terbesar kepada seluruh manusia adalah ‘Lailahailallah’ iaitu menafikan segala jenis ilah kecuali Allah (Al Anbiya’ 21:25). Syahadah merupakan pembeza antara muslim dan kafir dan syahadah juga merupakan syarat mutlak masuk jannah. Barangsiapa yang tidak sempurna kedua-dua rukun syahadah (menafikan dan menetapkan), maka ia pasti terjebak dengan dosa besar iaitu menyekutukan Allah, yang tidak dapat ditampal dengan apa jua ibadah hatta solat, puasa mahupun haji.

Telah bersabda Rasulullah saw: Dua hal yang menentukan. Bertanya seorang lelaki: Ya Rasulullah! Apa yang dimaksudkan dengan dua hal yang menentukan itu?, Beliau menjawab, Barangsiapa mati menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk neraka dan barangsiapa mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk jannah. (Hadis Riwayat Muslim)

Pengertian Syahadah Lailahailallah

Kalimah ini bermaksud ‘tiada ilah selain Allah’. Kalimah ‘tiada ilah’ bermaksud bahawa kita menafikan atau menolak semua bentuk sembahan lain selain daripada Allah. Kalimah ‘selain Allah’ pula bermaksud kita menetapkan bahawa yang disembah (ma’bud) itu hanyalah Allah semata-mata dan meyakini bahawa tiada sekutu bagi Allah. Ini sebenarnya mencakupi konsep ‘Nafy wal Itsbat’ (penafian dan penetapan). Kita menafikan semua ilah selain Allah dan menetapkan bahawa hanya Allah sebagai ilah.
Rukun Syahadah Lailahailallah

Rukun syahadah lailahailallah terbahagi kepada dua iaitu:

1. Menafikan

Menurut Doktor Sholih Fauzan (Makna Lailahailallah) dan Muhammad Sa’id Salim Al Qataahani (Antara Kekasih Allah dan Kekasih Syaitan), terdapat 4 sembahan-sembahan palsu/ Ilah-Ilah palsu yang perlu dinafikan iaitu:
a. Al Aliha
Merupakan apa sahaja yang manusia yakini dapat memberikan mudarat ataupun manfaat sehingga manusia bergantung kepadanya. (As Syura 42:9; Al Anam 6:14; Ar Ra’d 13:28; Yunus 10:107)
b. At Thowaghit
Ialah sesiapa sahaja yang disembah serta rela diibadahi, ditaati dan diikuti selain Allah. (Al Baqarah 2:256)
c. Al Andad
Merupakan apa sahaja tandingan-tandingan yang dapat memalingkan manusia daripada Allah. (Al Baqarah 2:165; At Taubah 9:24)
d. Al Arbab
Ialah sesiapa sahaja yang berfatwa (mengeluarkan hukum, undang-undang, perlembagaan atau peraturan) dan bertentangan dengan kebenaran (Al Quran dan As Sunnah) yang kemudiannya diikuti manusia. (At Taubah 9:31)

1. Menetapkan

Di antara hal-hal yang perlu ditetapkan pula ialah:

1. Ilah hanyalah Allah. (Muhammad 47:19)
2. Hanya Allah yang berhak menerima peribadahan daripada Manusia. (Al Fatihah 1:5)
3. Hanya Allah layak menjadi pemilik, pemerintah, pembuat perlembagaan hidup untuk manusia dan penguasa tertinggi alam semesta. (Asy Syura 42:10; Al A’raf 7:3)
4. Al Qosd wal Niyat (tujuan dan niat) hanya kepada Allah. (Al Bayyinah 98:5)
5. Al Ta’zim wal Mahabbah (pengagungan dan kecintaan) hanya kepada Allah. (Al Baqarah 2:165)
6. Al Khouf wal Roja’ (takut dan pengharapan) hanya kepada Allah.
7. At Takwa hanya kepada Allah.

Siapakah THOGUT?

1. Mengingkari thogut dan beriman kepada Allah merupakan hakikat syahadah ‘Lailahailallah’. (An Nisa 4:60; An Nahl 16:36; Al Baqarah 256)
2. Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba Nya supaya mengkafirkan, mengingkari, menjauhi dan menentang serta memerangi thogut dan beriman kepada Allah sahaja. (Majmuat Rasail Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab)
3. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, thogut ialah: Setiap yang diperlakukan manusia dengan cara melampaui batas (yang telah ditentukan Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.
4. Menurut Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab di dalam Majmuat Rasail nya, thogut ialah:

a. Syaitan yang menyeru kepada ibadah selain Allah.
b. Para pemimpin zalim yang meminda hukum-hukum Allah Taala.
c. Mereka yang berhukum dengan hukum yang lain daripada yang telah diturunkan oleh Allah.
d. Mereka yang mendakwa mengetahui ilmu ghaib selain Allah.
e. Segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia reda dengan peribadatan itu
(Yasin 36:60; An Nisa 4:60; Al Maidah 5:44; At Taubah 9:31; Al Jin 72:26-27; Al Anam 6:59)

Tuntutan Syahadah Lailahailallah
Syahadah lailahailallah mengkehendaki seseorang itu:

1. Beribadah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah sahaja dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya.
2. Menerima seluruh syariat Allah samada dalam urusan ibadah, mu’amalah mahupun halal dan haram.
3. Menolak syariat selain daripada syariat Allah.

i. Menolak berhukum dengan selain daripada hukum/ peraturan/ perlembagaan/ undang-undang Allah sahaja (Al Maidah 5:44)
ii. Menolak bida’ah dan khurafat. (Asy Syura 42:21)
iii. Menolak Penghalal (Yang Menghalalkan) dan Pengharam (Yang Mengharamkan) selain daripada Allah. (At Taubah 9:31)

1. Menetapkan asma’ dan sifat Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya, dan menafikan apa yang dinafikan oleh Allah dan Rasul Nya.

Pengertian Syahadah Muhammadur Rasulullah
Mengikrarkan dengan lisan, beriman di dalam hati bahawa Muhammad Rasulullah saw adalah utusan Allah kepada seluruh makhluk Nya.

Tuntutan Syahadah Muhammadur Rasulullah
Syahadah Muhammadur Rasulullah mengkehendaki seseorang itu:

1. Mengimani dan membenarkan semua yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw. (Al A’raf 157-158)
2. Mentaati perintah dan meninggalkan larangannya. (An Nisa’ 4:59; Al Anfal 8:13)
3. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan Rasulullah saw. Kerana Islam itu dibangun diatas landasan beribadah kepada Allah sahaja dan dengan menggunakan syariat yang yang telah disunnahkan Rasulullah saw. (Al Ahzab 33:21)

Nawaqid Asy Syahadah (Pembatal Syahadah)

Empat Elemen Pembatal Syahadah
1. Syirik, iaitu:

1. Beriman kepada Allah tetapi ia menjadikan sekutu bagi Allah pada kerajaan Nya dan pentadbiran makhluk-makhluk Nya, iaitu pada penciptaan, menghidupkan, memberikan rezeki, mematikan, memberikan mudharat dan memberikan manfaat. Contohnya ialah syiriknya orang-orang Kristian dan Majusi. (An Nisa’ 4:48; Al Furqan 25:2)
2. Mensifati dirinya atau mensifati yang lainnya dengan sifat-sifat uluhiyyah. Sifat-sifat yang dimaksudkan itu ialah sifat-sifat yang khusus pada Allah. Termasuk disini ialah mereka yang menentang/ tidak mengakui salah satu sifat-sifat kesempurnaan Allah. (An Nazia’at 79:24; Asy Syuara’ 26:23; Al Furqan 25:60; Ar Ra’d 13:30)
3. Memberikan apa-apa bentuk peribadahan kepada selain Allah. (An Nisa’ 4:36; Az Zumar 39:64-66)

2. Kufur, iaitu tidak beriman kepada Allah dan Rasul Nya samada ia mendustakan atau tidak. Kufur terbahagi dua iaitu:

1. Kufur Akbar, iaitu kufur yang menyebabkan seseorang itu terbatal terus Islamnya. Kufur Akbar terbahagi kepada lima bahagian iaitu:

i. Kufur Takzib iaitu mendustakan rasul tentang salah satu perkara yang dibawanya. (Fatir 35:25)
ii. Kufur Iba’ wa Istikbar ialah seperti kufurnya iblis, ia tidak menentang perintah Allah dan tidak pula menerima perintah Allah dengan pengingkaran tetapi kerana enggan dan rasa sombong ia tidak mahu melaksanakan perintah Allah. (Al Baqarah 2:34)
iii. Kufur Iradh iaitu berpaling (tidak ambil kisah) terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, tidak membenarkan dan tidak juga mendustakannya. (As Sajadah 31:22)
iv. Kufur Syak ialah ragu-ragu terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ia tidak yakin akan kebenarannya dan tidak juga yakin akan kedustaannya. (Ibrahim 14:9)
v. Kufur Jahud iaitu menentang secara keseluruhan apa yang diturunkan oeh Allah atau menentang sebahagiannya yang sudah jelas daripada dasar-dasar Islam. (An Naml 27:14; Al An’am 6:33)

1. Kufur Asgar, iaitu kufur yang tidak mengeluarkan seseorang daripada Dienul Islam. Iaitu dosa-dosa besar yang dinyatakan sebagai suatu kekufuran di dalam Al Quran dan As Sunnah. Contohnya seperti kufur nikmat. (An Nahl 16:112)

3. Nifaq, iaitu seseorang yang menzahirkan/ menampakkan imannya di kalangan kaum Muslimin tetapi sebenarnya hatinya mendustakan dan mengkafirinya. Nifaq terbahagi kepada dua, iaitu:

1. Nifaq Iktikadi menyangkut soal akidah. Mereka dihukumkan kafir Hanyasanya tidak diperlakukan sebagaimana orang-orang kafir lainnya kerana masih tidak memperlihatkan kekufurannya. (Al Munafiqin 63:1-3)
2. Nifaq Amali pula hanya menyangkut soal amalan perbuatan seseorang yang hanya menyebabkan pelakunya menjadi fasiq dan bermaksiat namun tidak sampai kepada kufur. Ia tetap mempunyai iman, hanyasanya melakukan amalan yang berada pada cabang nifaq seperti mengkhianati amanah, berdusta/ berbohong dan mengingkari janji.

Selain itu, terdapat beberapa sifat munafiq yang agak menonjol iaitu:
a. Berbuat kerosakan di mukabumi dengan menyuburkan dan merosakkan syariat Allah dan menuduh orang-orang yang beriman sebagai bodoh. (Al Baqarah 2:11-13)
b. Menipu orang-orang beriman dengan menzahirkan keimanan semasa bertemu dengan mereka dan menzahirkan kekufurannya semasa bersama pendukung dan wali-walinya. (Al Baqarah 2:14)
c. Berpaling daripada berhukum kepada hukum dan syariat Allah dan menghalang-halangi manusia untuk melaksanakan hukum yang diturunkan oleh Allah. (An Nisa’ 60-61)
d. Memerintah yang mungkar dan mencegah yang ma’ruf. (At Taubah 9:67)
e. Menjadikan orang kafir sebagai wali (pemimpin, pendukung, kawan setia) dan meninggalkan orang-orang beriman. (An Nisa’ 4:138-139)
f. Memusuhi, membenci dan memerangi orang-orang beriman kerana Iman mereka dan berwali serta membantu orang kafir kerana kekufuran mereka. (Mujadilah 58:22; Al Buruj 85:8-10; Al Mu’minun 23:110-112)

1. Riddah iaitu kembali kafir setelah beriman. Antara definasi riddah yang lain ialah:

a. Seseorang yang keluar daripada Islam dalam keadaan berakal, sedar dan tidak terpaksa.
b. Seseorang yang mengingkari dasar-dasar Islam.
c. Seseorang yang mengucapkan suatu perkataan yang jelas kufurnya.
d. Seseorang yang secara jelas melakukan amalan-amalan yang bertentangan dengan Islam dan manhajnya.
Pembahagian Riddah ada empat iaitu:
a. Riddah dengan ucapan. Contohnya ialah menghina Allah, Rasul Nya, Islam.
b. Riddah dengan perbuatan. Contohnya ialah sujud kepada berhala, pindah ke Darul Kufur (negara kafir), membela Darul Harbi (Negara Kafir yang sedang berperang dengan Islam) dan memerangi Syariat Islam dan menggantikannya dengan undang-undang kafir.
c. Riddah dengan i’tikad. Contohnya mensyirikkan Allah, mengingkari As Sunnah (hadis yang sahih) dan mendustakan Nabi Muhammad saw.
d. Riddah dengan keraguan. Contohnya meragui perkara yang telah jelas haram di dalam Al Quran dan meragui kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
Terdapat beberapa bentuk kemurtadan iaitu:
a. Menyandarkan hukum kepada selain Allah. (Al Maidah 5:44-47; Al Ahzab 33:36; Al An’am 6:57; An Nisa 4:60)
b. Benci terhadap Syariat Islam atau mengutamakan syariat lain selain Islam atau menganggap bahawa semua dien/ sistem hidup manusia yang lain sama dengan Islam (menyamaratakan). (Muhammad 47:8-9).
c. Mempermainkan atau merendah-rendahkan sebahagian Syariat Islam yang terdapat di dalam Al Quran atau As Sunnah dan syiar-syiar Islam lainnya.
d. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. (An Nahl 16:116-117; Yunus 10:59-60)
e. Beriman kepada Al Quran dan menolak As Sunnah. (An Nisa 4:150)
f. Menjadikan orang kafir, munafik dan atheis (tidak beragama) sebagai pemimpin. (Al Maidah 5:51; At Taubah 9:23)
g. Mempermainkan sifat Rasulullah saw atau pekerjaan Beliau.
h. Menganggap kandungan Al Quran bertentangan dengan realiti kehidupan atau bertentangan dengan apa yang sebenarnya berlaku atau bertentangan dengan fakta sains. (Ar Ra’d 13:37)
i. Mensifati sifat-sifat Allah dengan sifat yang tidak sesuai dengan keagungannya.
j. Fanatik terhadap puak/ bangsa/ negara dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupannya malah sanggup mencurahkan apa sahaja samada usaha atau wang untuk kepentingan golongannya hingga melupakan diennya (Islam).
k. Mengangkat ideologi nasionalisme dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupan.

pra syarat pengakuan keimanan
Setiap Muslim mengetahui bahawa kunci kepada syurga adalah kalimah, ‘Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah’. Namun terlalu ramai Muslim yang dengan mudah bergantung kepada pernyataan ini dan percaya bahawa sekiranya mereka melafazkannya, tiada apa yang buruk akan menimpa mereka. Mereka merasakan mereka akan dianugerahkan dengan syurga semata-mata kerana melafazkan kalimah Syahadah ini. Sebenarnya, memang tidak perlu dipersoalkan bahawa sekadar melafazkan, ‘Aku Menyaksikan Bahawa Tiada Ilah Yang Layak Disembah Melainkan Allah dan Aku Menyaksikan Bahawa Muhammad itu Hamba Dan Rasul-Nya’, adalah tidak memadai. Malah, orang-orang Munafiq juga telah melafazkan kalimah Syahadah dan Allah swt menyatakan bahawa mereka adalah pendusta dan akan menduduki neraka yang paling dalam. Namun begitu, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama’, kalimah atau pernyataan ini adalah kunci syurga. Wahab bin Munabbih pernah ditanya, Bukankan pernyataan Lailahailallah itu kunci syurga? Beliau telah menjawab, Benar, tetapi setiap kunci mempunyai mata-matanya. Sekiranya kamu datang dengan kunci yang mempunyai mata yang betul, pintu itu akan terbuka buatmu. Tetapi sekiranya anak kuncimu tidak mempunyai mata yang betul, pintu itu tidak akan terbuka untukmu. Maksudnya di sini, ada pra syarat yang diperlukan. Pra syarat inilah yang membezakan antara mereka yang mendapat manfaat daripada pernyataan mereka dengan mereka yang tidak mendapat manfaat tersebut, walau sebanyak mana sekalipun mereka membuat pernyataan tersebut.

Sebelum membincangkan pra syarat kalimah Syahadah, saya merasakan bahawa ada satu perkara yang perlu saya jelaskan. Ramai orang gemar mengambil satu hadis atau satu ayat dan kemudiannya, berpandukan satu ayat itu semata-mata, mereka akan membuat kesimpulan seperti, sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah akan memasuki syurga. Sepatutnya kita semua sedar bahawa keseluruhan Al Quran dan hadis itu saling melengkapi dan menerangkan satu sama lain. Untuk menentukan kedudukan sebenar sesuatu persoalan, seseorang itu perlu mengambil kira semua ayat dan hadis yang berkenaan dan kemudian barulah menentukan apakah pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perkara tersebut. Begitu jugalah dalam memahami pra syarat pernyataan kalimah Syahadah itu.

Sekiranya kita mengkaji ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw, kita akan mendapati bahawa terdapat tujuh, lapan atau sembilan (bergantung kepada bagaimana kita melihatnya) syarat-syarat kalimah Syahadah. Adalah sangat penting untuk kita memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat ini dalam kehidupan kita dan dalam pengakuan keimanan kita. Kita perlu berusaha bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat-syarat ini sebelum terlambat bilamana pengakuan keimanan kita tidak akan memanfaatkan kita lagi. Ianya bukanlah sekadar untuk mengajarkan syarat-syarat ini. Malah, tidak ada manfaatnya di situ melainkan kita semua memeriksa (muhasabah) akan diri kita dan memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat tersebut semoga, dengan rahmat Allah swt, pintu-pintu syurga akan terbuka untuk kita menerusi kunci Lailahailallah kita.

syarat pertama: ilmu
Seseorang mesti mempunyai ilmu asas dan am tentang apa yang dimaksudkan oleh kalimah Syahadah. Seseorang mesti memahami apakah yang ditegaskan oleh kalimah Syahadah dan apakah yang dinafikannya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Maka ketahuilah, bahawa sesungguhnya tidak ada Ilah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu... (Muhammad 47:19).
Begitu juga sabda Rasulullah saw, Sesiapa yang meninggal dunia mengakui bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).
Sebenarnya, kalimah Syahadah itu adalah sebuah pengakuan ataupun ikrar. Apabila seseorang berikrar akan sesuatu, dia harus mengerti dan memahami tentang apa yang diikrarkannya itu. Jelas sekali, berikrar tentang sesuatu yang tidak diketahui (tidak mempunyai ilmu tentangnya) adalah tidak dapat diterima sama sekali.

Firman Allah SWT di dalam Al Quran, ...melainkan orang yang mengakui yang hak dan mereka mengetahuinya (Al Zukhruf 43:86).
Syarat ini mungkin kelihatan begitu jelas. Sekiranya seseorang berkata kepadamu, Tiada Ilah Melainkan Allah, dan kemudian menjelaskan bahawa yang dimaksudkannya dengan Allah ada Isa, tentu sekali akan kita katakan Maka bayangkanlah bahawa masih ada umat-umat Islam yang merayakan perayaan tahunan untuk ‘Tuhan-Tuhan (semangat) Laut umpamanya! Namun begitu mereka berterusan menggelar diri mereka Muslim dan melafazkan kalimah Syahadah berkali-kali sehari. Ini jelas menunjukkan bahawa mereka tidak memahami langsung akan maksud Syahadah (pengakuan) itu sendiri. Adakah pada pemikiranmu, Syahadah sebegini akan membuka pintu-pintu Syurga untuk mereka? Pada hari ini, ramai Muslim yang hairan memikirkan mengapa kita tidak sepatutnya menerima sekularisme. Mereka memikirkan bahawa tiada apa yang salah dengan sekularisme! Ramai di antara mereka, malah, bersembahyang lima waktu sehari semalam dan melafazkan Syahadah berulangkali. Namun mereka tidak melihat apa-apa kesalahan dalam menerima Pemberi Undang-Undang selain Allah SWT. Syahadah (pengakuan) jenis apakah yang dilakukan oleh mereka ini? Setiap daripada kita mesti berusaha sedaya-upaya untuk belajar sekurang-kurangnya asas-asas keimanan dalam Islam. Dengan cara ini, Inshaallah, kita akan membuat pengakuan Syahadah yang benar. Kita akan menyaksikan akan kebenaran sebagaimana kita sepatutnya menyaksikan akannya.

syarat kedua: yakin

Ini adalah lawan kepada curiga dan ragu-ragu. Di dalam Islam, sebarang bentuk keraguan boleh membawa kepada Kufur atau tidak beriman. Kita mesti, di dalam hati-hati kita, mempunyai keyakinan yang sepenuhnya akan kebenaran Syahadah itu. Hati-hati kita janganlah berdolak-dalik walau sedikitpun apabila kita menyaksikan akan kebenaran, Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah. Allah swt menggambarkan orang-orang yang beriman di dalam Al Quran sebagai mereka yang mempunyai keimanan kepada Allah dan hati-hati mereka tidak sedikitpun merasa ragu-ragu.

Firman Allah swt, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (Al Hujuraat 49:15).

Demikian juga, Rasulullah saw bersabda, Tidak ada sesiapa yang bertemu dengan Allah dengan pengakuan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan aku Rasul Allah, dan dia tidak mempunyai sedikit keraguan pun dengan kenyataannya itu, melainkan dia akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).

Sesungguhnya, Allah swt menggambarkan para munafiq itu sebagai mereka yang hati-hatinya ragu-ragu. Contohnya, Allah swt berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (untuk tidak menyertai Jihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dah hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, kerana itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya (At Taubah 9:45)

Ramai ulama’ telah menyatakan bahawa penyakit-penyakit hati itu, atau keraguan dan kecurigaan yang seseorang benarkan menempati hatinya, adalah lebih berbahaya kepada keimanan seseorang itu daripada nafsu dan keinginan. Ini adalah kerana nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan itu boleh dihilangkan pada satu-satu masa. Kemudiannya, seseorang itu jelas mengetahui bahawa ianya telah berdosa lantas dia boleh mengawal dirinya, bertaubat dan meninggalkan amalan-amalan yang keji itu. Akan tetapi, keraguan dan kecurigaan akan terus menempati hati sseorang, tanpa apa-apa penawar, hinggalah seseorang itu meninggalkan Islam terus atau berterusan sebagai seorang Muslim, tetapi pada hakikatnya, hatinya masih tidak beriman sepenuhnya. Penawar yang paling mujarab untuk keraguan dan kecurigaan ini adalah dengan menuntut ilmu tentang Al Quran dan As Sunnah lah kebanyakan daripada keraguan dan kecurigaan ini dapat dihilangkan.

Melalui pengajian dan pemahaman, seseorang akan beroleh kepastian. Kemudiannya, dengan pengajian dan pembelajaran yang berterusan, kepastian seseorang itu akan bertambah kuat dan tegas. Saya akan berikanmu satu contoh tentang hakikat ini. Ianya berkenaan dengan segala keraguan, kecurigaan dan salah faham yang berleluasa tentang kesahihan hadis-hadis. Contohnya, ada orang-orang Islam yang mengatakan bahawa hadis-hadis tidaklah dicatatkan sehingga sekurang-kurangnya 200 tahun selepas kewafatan baginda Rasulullah SAW. Malah, terdapat ramai orang Islam yang mempunyai banyak keraguan terhadap hadis dan dengan pantas menolak hadis-hadis berlandaskan perkara ini. Sedangkan, pada kenyataannya, sekiranya seseorang itu memperuntukkan masa untuk mengkaji sejarah dan usaha menjaga hadis-hadis, beliau akan mendapati bahawa semua tuduhan-tuduhan terhadap hadis-hadis itu adalah tidak berasas sama sekali. Tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah sekadar pendustaan yang lahir dari syaitan dan ramai Muslim yang kurang pemahaman dan ilmunya telah membiarkan pendustaan ini menempati hati-hati mereka. Izinkan saya ulaskan sedikit lagi tentang syarat Yakin ini. Seperti yang telah saya katakan sebelum ini, keraguan dan salah faham adalah sangat merbahaya terhadap iman seseorang. Keraguan dan kecurigaan boleh membawa kepada murtad seperti yang dibincangkan sebelum ini. Oleh kerana itu, setiap Muslim mestilah berusaha sedaya-upaya untuk memelihara dirinya daripada keraguan sebegitu dan sentiasa menjauhkan dirinya dari sumber-sumber keraguan dan kecurigaan itu; lebih-lebih lagi sekiranya dirinya tidak mempunyai asas-asas keilmuan Islam yang kuat dan tidak mempunyai ilmu untuk menyanggah keraguan, kecurigaan dan salah faham tersebut. Oleh yang demikian, sekiranya seseorang itu punya kenalan atau rakan, walaupun rakannya itu Muslim, yang sentiasa membuatkan beliau ragu-ragu akan Allah swt dan Dien ini, maka beliau harus menjauhkan diri daripada individu tersebut demi menjaga Dien dan imannya. Ramai dari kalangan Muslim pada hari ini belajar kursus-kursus Islam yang diajar oleh para orientalis dan disebabkan oleh latarbelakang keislaman mereka yang longgar, mereka dengan mudah terpengaruh dengan perkara-perkara karut yang diajarkan oleh sesetengah daripada para orientalis ini atas nama 'sains'. Begitu juga, ramai daripada umat Islam hari ini menghabiskan masa berjam-jam di dalam 'newsgroups' dan 'bulletin boards' menerusi computer (internet). Sekali lagi, dia yang cetek ilmu Islamnya akan dengan mudah terpengaruh dengan salah faham dan hujah-hujah palsu yang dibacanya dari sumber-sumber sedemikian. Dia sepatutnya menjauhkan diri dari perkara-perkara sedemikian dan berusaha mendapatkan ilmu Islam yang mendalam menerusi sumber-sumber yang sahih tentang Islam. Sekali lagi, penawar yang paling mujarab untuk menghilangkan keraguan dan salah faham ini, setelah dirahmati dan diberi petunjuk oleh Allah SWT, adalah ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam. Apabila seseorang itu punya ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam, beliau tidak akan terpengaruh dengan hujah-hujah yang palsu lagi lemah yang didatangkan oleh musuh-musuh Islam dan beliau, insha-Allah, akan menjadi dari kalangan yang digambarkan di dalam Al Quran, ...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya hanyalah ulama’ (Faathir 35:28).

syarat ketiga: penerimaan (Al Qabool)

Sekiranya seseorang itu telah mempunyai ilmu dan keyakinan akan Syahadah itu; ini mesti diikuti pula dengan penerimaan, dengan lidah dan juga tuntutan Syahadah tersebut. Sesiapa yang enggan menerima Syahadah itu serta tuntutannya, walaupun dia mempunyai ilmu yang Syahadah itu benar dan yakin dengan kebenaran itu, maka dia adalah seorang yang tidak beriman (kafir). Keengganan untuk menerima itu mungkin disebabkan oleh rasa bongkak, irihati atau lain-lain. Walauapapun sebabnya, Syahadah itu bukanlah Syahadah yang sejati tanpa penerimaan yang tidak berbelah-bagi. Para ulama’ semuanya mengulas tentang syarat ini secara am seperti yang telah saya nyatakan di atas. Akan tetapi, ia juga mempunyai perincian-perincian yang mesti kita sedari. Orang-orang yang beriman menerima dengan sepenuhnya segala tuntutan Syahadah itu. Ini juga bermaksud, mereka beriman dengan segala yang termaktub di dalam Al Quran atau yang dinyatakan oleh Rasulullah saw, tanpa mempersoalkan hak untuk memilih apa yang ingin dipercayai dan apa yang ingin ditolak.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Apakah kamu beriman kepada sebahagian al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah daripada apa yang kamu perbuat (Al Baqarah 2:85).

Ini adalah satu aspek yang mesti disedari oleh orang-orang Islam. Walaupun ia tidaklah sama seperti penolakan sepenuhnya untuk menerima kebenaran, tetapi dengan menolak sebahagian daripada kebenaran yang datangnya daripada Allah SWT, seseorang itu juga telah menafikan penyaksian keimanannya. Malangnya, pada hari ini, ramai orang-orang Islam melakukan penolakan ini dengan pelbagai cara. Walaupun bukan semuanya boleh dikira sebagai murtad, perkara-perkara ini tetap sangat membahayakan. Contohnya, sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sepotong ayat di dalam Al Quran, mereka dengan mudah menafsir semula ayat tersebut agar sesuai dengan apa yang mereka sukai. Sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sebuah hadis, mereka lantas menyatakan bahawa hadis tersebut adalah tidak sahih walaupun mereka sebenarnya bukanlah ulama’ di dalam bidang tersebut. Perlakuan serta sikap sebegini adalah merupakan perlakuan dan sikap yang berlawanan dengan perlakuan dan sikap Muslim sejati. Apa-apa sahaja yang datang daripada Allah swt dan Rasul Nya saw, seorang Muslim sejati akan beriman dengannya. Inilah sikap yang seiringan dengan pengakuan keimanan.

syarat keempat: penyerahan, tunduk dan patuh

Syarat ini bermaksud perlaksanaan Syahadah kita melalui amalan zahir tubuh badan. Malah, ini adalah merupakan satu daripada maksud terpenting perkataan Islam itu sendiri, Tunduk dan patuh kepada kehendak dan perintah Allah.

Inilah yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam Al Quran, Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi) (Az Zumar 39:54).
Allah swt telah memuji mereka yang tunduk patuh kepada perintah Nya melalui amalan mereka.

Firman Allah swt, Dan siapakah yang lebih baik Diennya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan... (An Nisa 4:125).

Sebenarnya, jelas sekali Allah swt telah menjadikan penyerahan (tunduk dan patuh) seseorang itu kepada perintah Nya dan Rasul Nya sebagai satu syarat keimanan.

Firman Allah swt, Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah saw) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak meresa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa 4:65)

Malang sekali, terdapat kini banyak kenyataan-kenyataan bahawa tidak ada hubung-kait di antara iman dengan amalan. Malah kita boleh mendengar seorang Muslim mengata tentang seorang lagi, Dialah orang Islam yang paling baik pernah saya temui, sedangkan orang itu jarang sekali mengamalkan apa-apa amalan Islam. Pemahaman yang salah tentang keimanan ini telah menjalar dengan teruk ke segenap rantau Islam. Sepatutnya Syahadah atau pengakuan keimanan kita itu mesti dilaksanakan atau diterapkan di dalam hati, lidah dan amalan kita. Di dalam hati kita, kita mesti mencintai Allah swt, takutkan Allah swt dan pada masa yang sama menaruh penuh pengharapan kepada Allah swt. Dengan lidah kita, kita mesti menyaksikan atau mengakui Syahadah itu. Dan akhir sekali dengan amal kita, kita mesti mengamalkan apa yang dituntut oleh pengakuan keimanan itu. Sesiapa yang mengaku dirinya Muslim akan tetapi tidak melaksanakan apa-apa amalan, bermakna dia tidak memahami apa itu Islam samasekali ataupun dia sendiri sebenarnya membuktikan bahawa pengakuan keimanannya itu bukan pengakuan keimanan yang benar dan sejati. Ini bukanlah bermakna seorang yang benar-benar beriman bebas sama sekali daripada dosa. Sebenarnya, seseorang yang benar-benar beriman pun tidak bebas daripada dosa. Namun selagi mereka mengakui bahawa apa yang mereka lakukan itu salah dan ianya tidak seiring dengan kewajiban mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt, maka mereka tidaklah membatalkan kesempurnaan pengakuan keimanan atau pun Syahadah mereka. Namun, jangan dilupa, mereka tetap berdosa. Maka apakah tahap penyerahan yang minima yang dituntut daripada seseorang; yang sekiranya tidak ada pada tahap ini (sekurang-kurangnya) maka tidaklah layak pengakuan keimanan. Sekiranya diambil pandangan para ulama’ yang berpendapat bahawa meninggalkan sembahyang itu kufur, ia adalah sembahyang lima waktu sehari semalam. Sesiapa yang tidak melaksanakan sekurang-kurangnya sembahyang lima waktu sehari semalam maka dia telah melanggar had yang dapat diterima dalam kekurangan amalan. Sesungguh Allah Maha Mengetahui.

syarat kelima: jujur

Jujur adalah sebagai lawan kepada sikap berpura-pura (munafiq) dan tidak jujur. Ini bermakna apabila kita melafazkan kalimah Syahadah, kita melafazkannya dengan penuh kejujuran. Kita benar-benar bermaksud akan apa yang dilafazkan itu. Kita tidak menipu dalam soal pengakuan keimanan.

Rasulullah SAW telah bersabda, Tidak ada sesiapa yang mengaku bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dengan ikhlas dari hatinya, melainkan Allah menjadikan api neraka itu haram baginya. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kita tentu mengetahui tentang mereka yang melafazkan kalimah Syahadah akan tetapi mereka tidak melakukannya dengan jujur. Mereka tidak mempercayainya, akan tetapi mereka hanya melafazkannya untuk menjaga keselamatan diri mereka ataupun untuk memperolehi apa-apa ganjaran. Mereka inilah golongan munafiq.

Allah swt telah menerangkan tentang golongan ini di dalam Al Quran seperti berikut, Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sedar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka dusta (Al Baqarah 2:8-10).

Jelas sekali pengakuan Syahadah mereka yang menjadi Muslim semata-mata untuk memperolehi ganjaran duniawi dan bukan kerana mereka benar-benar percayakan Islam akan ditolak oleh Allah swt di Hari Kebangkitan nanti. Mereka akan dihadapkan dengan azab yang pedih kerena penipuan mereka.

syarat keenam: ikhlas

Maksudnya, apabila kita membuat pengakuan Syahadah itu, kita mesti melakukannya semata-mata kerana Allah swt. Kita tidak boleh melakukannya atas apa-apa sebab yang lain. Begitu juga kita tidak boleh melaksanakannnya kerana orang lain. Dalam soal ini, maksud ikhlas itu adalah lawan kepada Syirik ataupun menyekutukan Allah swt. Kita menjadi Muslim dan berkekalan sebagai Muslim semata-mata kerana Allah swt.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, ...Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya (Az Zumar 39:2).
Allah swt juga berfirman, Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) Dien dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah Dien yang lurus. (Al Baiyyinah 98:5).

Rasulullah SAW juga bersabda, Allah telah mengharamkan api neraka ke atas sesiapa yang mengatakan, Tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dan dia mengatakan begitu mengharapkan wajah [dan keredaan] Allah. (Hadis Riwayat Muslim).

Ini adalah sesuatu yang perlu kita fikirkan terutamanya, mereka yang dibesarkan di dalam keluarga Muslim dan dilahirkan sebagai seorang Islam. Kita mesti benar-benar jelaskan kepada diri kita bahawa kita menjadi Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Kita bukan menjadi Muslim demi ibubapa kita, rakan-rakan, keluarga ataupun masyarakat. Ia mestilah benar-benar jelas dalam pemikiran kita bahawa kita adalah Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Namun, sesekali kita akan terfikir sama ada syarat ini dipenuhi oleh kebanyakan orang. Sesetengah orang dari rantau Islam hanya melaksanakan Islam sekadar yang memuaskan hati keluarga mereka. Sekiranya ada apa-apa di dalam Islam yang tidak disukai oleh keluarga mereka (walaupun sebenarnya keluarga mereka juga Muslim lantas perlu menyukai Islam keseluruhannya), lantas mereka tidak melaksanakan aspek Islam tersebut. Salah satu contoh yang biasa adalah dalam soal pergaulan lelaki dan perempuan. Kadang-kadang, seseorang itu tidak akan bergaul secara bebas dengan lelaki/ perempuan yang bukan mahramnya. Akan tetapi, apabila dia pulang ke rumah dan keluarganya tidak menyukai sikap sedemikian, maka mereka dengan mudah meninggalkan tuntutan Islam tersebut demi ibubapa dan keluarga. Orang-orang sebegini harus bertanya dengan ikhlas pada diri mereka, mengapa mereka seorang Muslim. Adakah mereka Muslim demi ibubapa mereka lantas mereka lakukan apa yang ibubapa mereka sukai dan tinggalkan apa yang ibubapa mereka tidak sukai? Ataupun, adakah mereka Muslim demi Allah swt lantas apa yang Allah sukai mereka lakukan dan apa yang Allah tidak sukai mereka tinggalkan?

syarat ketujuh: cinta

Maksudnya di sini, seseorang yang beriman mesti mencintai Syahadah itu, perasaan cinta (kesukaan) nya mesti lah berlandaskan Syahadah, dia mencintai tuntutan dan kesan-kesan Syahadah dan dia juga mencintai mereka yang beramal dan bekerja keras demi Syahadah ini. Ini adalah syarat yang mesti ada di antara syarat-syarat Syahadah. Sekiranya seseorang itu membuat pengakuan Syahadah tetapi tidak mencintai Syahadah itu dan apa yang dimaksudkannya, maka sebenarnya imannya tidaklah sempurna. Ini bukanlah keimanan yang sejati. Malah sekiranya dia mencintai sesuatu lebih daripada Syahadah ini ataupun dia mencintai sesuatu lebih dari Allah swt, maka dia telah batalkan Syahadahnya itu. Orang yang benar-benar beriman, yang memenuhi semua syarat-syarat Syahadah itu tidak akan meletakkan sesuatu apapun setaraf dengan Allah dari segi cintanya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah... (Al Baqarah 2:165).
Dan di bahagian lain Allah swt berfirman, Katakanlah: 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 9:24).

Rasulullah saw telah bersabda, Sesiapa yang mempunyai tiga sifat ini telah merasai kemanisan iman. [Yang pertama] adalah bahawa dia mencintai Allah dan Rasul Nya lebih daripada dia mencintai sesuatu yang lain...." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ini adalah salah satu daripada aspek yang terpenting di dalam Islam, namun, atas sebab-sebab tertentu, ianya tidak wujud di dalam kehidupan ramai orang Islam. Mereka melaksanakan sesuatu di dalam Islam seolah-olah Islam itu merupakan satu tugasan bukannya atas rasa cinta kepada Allah swt. Apabila Allah swt memerintahkan kita supaya melakukan sesuatu, seperti menjadi saksi kepada keimanan itu, kita mesti menyedari bahawa perkara itu adalah disukai oleh Allah swt, lantas atas perasaan cinta kita kepada Allah swt, kita sepatutnya berasa sangat gembira untuk melaksanakan amalan yang disukai oleh Allah swt. Akan tetapi, seperti yang telah saya katakan, perasaan ini semakin menghilang daripada ramai orang-orang Islam masa kini

syarat kelapan: menafikan ilah selain allah

Walaupun ianya sangat jelas menerusi perkataan-perkataan di dalam kalimah Syahadah itu, ia masih kelihatan tidak jelas kepada kebanyakan orang yang membuat pengakuan Syahadah ini. Oleh itu, saya akan membincangkannya di sini.

Di dalam surah al-Baqarah, Allah swt telah mengingatkan kita dengan jelas akan aspek Syahadah yang penting ini. Syahadah itu bukanlah semata-mata suatu Pengakuan tetapi ia adalah kedua-duanya, Pengakuan dan Penafian.

Firman Allah swt, ...Kerana itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syaitan dan apa sahaja yang disembah selain Allah swt) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus... (Al Baqarah 2:256).
Malah Rasulullah saw juga menjelaskan perkara ini apabila baginda menyatakan Sesiapa yang mengatakan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan menafikan segala yang disembah melainkan Allah, maka harta dan jiwanya dijaga dan perhitungan adalah dengan Allah (Hadis Riwayat Muslim).

Walaupun syarat ini sepatutnya jelas sekali kepada sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah, kita masih boleh melihat Muslim yang melafazkan kalimah Syahadah tetapi kemudiannya melakukan amalan yang termasuk dalam maksud penyembahan untuk sesuatu selain daripada Allah swt. Kita boleh melihat mereka pergi ke kubur-kubur dan menyembah penghuninya. Mereka akan melaksanakan amalan-amalan peribadatan, bukan untuk Allah swt, tetapi untuk 'wali-wali' yang telah meninggal dunia itu. Syahadah jenis apakah yang dibuat oleh mereka ini? Adakah Syahadah mereka akan bermakna di Hari Perhitungan selagi mana mereka percaya bahawa amalan peribadatan boleh dilaksanakan untuk selain daripda Allah SWT?

syarat kesembilan: setia padanya hingga akhir hayat

Ini adalah satu kemestian untuk Syahadah itu bermakna kepadamu di akhirat nanti. Kita tidak boleh bergoyang kaki dan berharap pada apa yang kita lakukan pada masa lalu. Tidak, malah, Syahadah itu mestilah menjadi panji dirimu sehinggalah kematianmu.

Rasulullah saw telah bersabda, Seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Syurga dan kemudiannya dia dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Neraka. Dan seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan kemudiannya dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).

Dalam Hadis yang lain Rasulullah saw telah bersabda, Demi Dia yang tidak ada Ilah melainkan Nya, seorang dari kamu melakukan amalan-amalan Syurga sehingga hanyalah sedepa diantara dia dan Syurga dan kemudiannya buku itu (qada' dan qadar) menentukannya dan dia melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan diapun memasukinya (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dan Firman Allah swt di dalam Al Quran, Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran 3:102).

kesimpulan pra syarat pengakuan keimanan
Saudara-saudaraku sekalian, inilah syarat-syarat Syahadah itu. Ini adalah aspek-aspek Syahadah yang perlu setiap dari kita lihat dalam diri kita dan bertanya pada diri kita, Adakah Syahadahku memenuhi syarat-syarat dan tuntutan-tuntutan ini? Adakah aku melafazkannya dengan penuh keikhlasan, kejujuran dan rasa cinta pada Allah swt? Adakah aku melafazkannya berdasarkan maksudnya yang sebenar? Adakah aku benar-benar menafikan thoghut?....
Soalan-soalan ini perlu kita tanyakan pada diri kita sekarang, sebelum kita dihadapkan di hadapan Allah swt. Inshaallah, kita tanyakan soalan-soalan ini pada diri kita dan semoga kita mendapat semua jawapan yang tepat. Ataupun, jika kita melihat apa-apa kelemahan, kita akan berusaha untuk menghilangkan kelemahan itu. Mudah-mudahan, dengan rahmat Allah swt, di hari akhirat nanti, Syahadah kita akan menjadi kunci-kunci kita ke syurga dan pintu-pintu syurga akan terbuka luas untuk kita dan kita dapat hidup selama-lamanya dalam kenikmatan yang Allah swt kurniakan di syurga, dan Allah swt reda akan kita.

Sekali lagi, soalnya bukanlah kita sekadar mengetahui akan syarat-syarat ini. Malah, kita boleh bertemu dengan ramai Muslim yang menghafal syarat-syarat ini, akan tetapi apibila dilihat akan amalan dan sikap mereka, jelas sekali syarat-syarat ini tidak membuahkan apa-apa kesan ke atas mereka. Ini bermakna, tidak kira sebaik mana dia mengetahui dan menghafal akan syarat-syarat ini, dia sebenarnya belum menyempurnakannya. Sesungguhnya, pengetahuannya itu akan menjadi saksi ke atasnya nanti kerana dia jelas sekali mengetahui akan syarat-syarat yang mesti disempurnakannya akan tetapi dia telah tidak menyempurnakannya semasa hidupnya.

Wallahu'alam bis showab!


Read More..