Sabtu, 28 Maret 2009

Bila tokoh Menjadi Standar Kebenaran

Perbedaan pemahaman merupakan sebuah keniscayaan yang senantiasa ada dalam kehidupan kaum muslimin. Dan ia merupakan salah satu dari tiga permintaan Rasulullah  yang tidak dikabulkan oleh Allahl. Suatu ketika khabbab bin al-art medatangi beliu seusai shalat lail sembari bertanya, demi bapak dan ibuku sesungguhnya aku belum pernah melihatmu shalat seperti ini. Beliau bersabda:
أَجَلْ إِنَّهَا صَلَاةُ رَغَبٍ وَرَهَبٍ سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا ثَلَاثَ خِصَالٍ فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَمَنَعَنِي وَاحِدَةً سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُهْلِكَنَا بِمَا أَهْلَكَ بِهِ الْأُمَمَ قَبْلَنَا فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُظْهِرَ عَلَيْنَا عَدُوًّا مِنْ غَيْرِنَا فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُ رَبِّي أَنْ لَا يَلْبِسَنَا شِيَعًا فَمَنَعَنِيهَا

" benar, sesungguhnya shalatku itu antara berharap dan cemas, aku telah meminta kepada rabb tentang tiga perkara, ia mengabulkan yang tiga dan menolak yang satu. Aku memohon agar kita tidak dibinasakan sebagai ummat-ummat terdahulu, dan ia mengabulkan. Dan akau meminta agar musuh tidak menguasai kita maka itupun dikabulkan. Dan aku meminta agar kita tidak jihadikan berrgolongan-golongan, tetapi ia menolak permohonanku ini" . Perbedaan yang terjadi itu ada yang bisa ditoleransi dan ada pula yang tidak. Sebagai mana apabila ia terletak pada permasalahan fiqh yang merupakan furu (cabang), maka saling tasamuh (toleransi) harus selalu dikedepankan. Berbeda apabila ia terletak pada persoalah yang bersifat Ushul (prinsip).


Terkadang sebahagian kaum muslimin apabila dibenturkan dengan perbedaan yang terjadi, salah kaprah dalam mengambil barometer yang dijadikan ukuran benar atau tidaknya sesuatu. Ada yang terpatok oleh tokoh-tokoh tertentu sehingga menganggap setiap apa yang keluar dari lisan mereka adalah sebuah kebenaran. Konsekwensinya ia akan menganggap kebenaran selain dari pendapat tokoh tersebut pasti salah. Padahal imam malik pernah berkata "setiap kita pendapatnya bisa ditolak dan di terima kecuali penghuni kuburan ini (maksudnya adalah Rasulullah )"
Ada beberapa dampak negatife dari sikap yang demikian ini, diantaranya adalah
1. Pengkultusan seorang tokoh yang menandingi Rasulullah . Karena pada hakikatnya hanya pendapat Rasulullah  yang kebenarannya diakui secara mutlak.
2. Terhalanginya diri dari kebenaran yang mungkin saja berada pada pihak lain.
Allah l berfirman:
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
"dan apabila datang kepada mereka Rasul dengan membawa bukti-bukti, maka mereka lebih bangga denga keilmuan yang ada pada diri mereka". (QS. Ghafir: 83)
3. Tumbuhnya rasa ta'ashub yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh kaum muslimin.
Tiga hal diatas merupakan dampak negatif yang sangat fatal dan sumber dari perpecahan yang ada. Sehingga kita banyak menyaksikan sebahagian kaum muslimin yang rela menyesatkan saudaranya hanya karena statemen yang keluar dari lisan para tokoh mereka meski tanpa didasari oleh landasan dalil yang benar.
Barometer semu dan hakiki
Barometer semu tidaklah mempunyai patokan yang pasti sehingga ia akan bersifat relatif. Bisa jadi menurut golongan tertentu dengan kondisi tertentu ia dinilai sebagai kebenaran namun tidak dengan golongan yang lain. Hal ini sebagaimana mereka yang menjadikan tokoh sebagai ukuran kebenaran yang belum tentu akan diterima oleh kelompok lain. Sedangkan barometer yang bersifat hakiki tidak akan berubah dengan perubahan kondisi dan perkembangan zaman. Kebenarannya abadi dan sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini dikarenakan ia merupakan barometer yang langsung ditetapkan oleh Allah sang pencipta menusia. Dan ia maha mengetahui terhadap kemaslahatan para hambanya.
Sahabat mulia Aliy  menjelaskan tentang barometer yang seharusnya kita jadikan pengukur kebenaran. Suatu ketika datang seorang kepada beliau dan berkata:
يا علي ، أتظن أن الحق معك والباطل مع طلحة والزبير وعائشة ؟ يعني في معركة الجمل.قال : ويلك !! اعرف الحق تعرف أهله , ولا تعرف الحق بالرجال .

"wahai aliy, apakah engakau beranggapan bahwa kebenaran berada pada pada dirimu dan kebathilan berada pada Thalhah, Zubair dan ai'syah? (maksudnya adalah pada permasalahan perang jamal). Maka beliau berkata "celaka kamu, ketahuilah kebenaran maka niscaya engkau akan tau ahlinya (maksudnya yang berada dalam kebenara). sesungguhnya kebenaran tidak diukur dengan kotokohan.”
Sikap aliy dalam mengukur kebenaran sama sekali bukan dengan ketokohan, akan tetapi dengan kebenaran yang hakiki sebagaimana tersirat dari perkataan beliau "ketahuilah kebenaran maka niscaya engkau akan mengetahui ahlinya". Dan tidak dapat diragukan lagi bahwa kebenaran hakiki adalah apa yang bersumber dari Allah l yang disampaikan oleh Rasulnya . Allah l berfirman:
إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
"sesungguhnya al-haq itu dari Rabb kalian akan tetapi kebanyakan manusia tidak meyakininya". (QS. Huud: 17)
Imam at-thabari berkata: "Allah l memberikan khabar dengan mengatakan, bahwa al-qur'an yang aku turunkan kepadamu wahai Muhammad adalah al-haq dari rabbmu dan janganlah engkau ragu, akan tetapi kebanyakan manusia mengingkarinya". Dan Rasulullah  bersabda:
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
"aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang tidak akan tersesat selama kalian berpegang pada keduanya yaitu kitab Allah dan sunnah nabinya".
Sikap empat imam madzhab dalam mengukur kebenaran
Seharusnya kaum muslimin mau bersikap sportif dalam menanggapi pendapat orang lain sebagaimana dicontohkan oleh para ulama salaf. Mereka terbuka dan tidak menjadikan perbedaan sebagai pintu perpecahan serta tidak mengharuskan pengikutnya fanatik terhadapnya.
Imam Abu hanifah berkata:
إذا قلت قولا يخالف كتاب الله ، وخبر الرسول صلى الله عليه وسلم فاتركوا قولي .
"bila aku mengeluarkan perkataan yang menyelisihi kitab Allahldan khabar dari rasulullah  maka tinggalkanlah perkataanku".
Imam malik berkata:
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب ، فانظروا في رأيي ، فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه ، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه .
"sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa yang mungkin benar dan salah, mak lihatlah telitilah pendapatku, maka setiap apa yang sesuai dengan kitab dan sunnah maka ambilla, sedangkan apa yang tidak sesuai dengannya maka tinggalkanlah".
Imam syafi'i pernah berkata kepada imam ahmad bin hambal:
أنتم أعلم بالحديث والرجال مني ، فإذا كان الحديث صحيحا فأعلموني به حتى أذهب إليه
"engakau lebih mengetahui tentang hadits dan perawi dibangdingkan aku. Maka jika engakau mengetahui hadits yang shahih, beritahulah aku agar aku bisa mengikutinya".
Imam Ahmad bin hambal berkata:
لا تقلدني ، ولا تقلد مالكا ، ولا الشافعي ، ولا الأوزاعي ، ولا الثوري ، وخذ من حيث أخذوا
"janganlah kalian bertaklid kepada diriku, dan malik, dan as-syafi'i, dan al-auza'i, dan ats-tsauriy, akan tetapi ambillah dari sumber yang mereka ambil".
Demikianlah pernyataan mereka tentang barometer kebenaran yang tidak terbelenggu dengan tokoh-tokoh tertentu. Bahkan dengan perbedaan tersebut tidak mengurangi rasa persaudaraan diantara mereka. Qodhi iyadh berkata dari laits bin sa'ad dia berkata "saya bertemu dengan imam malik di madinah dan berkata kepadanya, saya melihat anda mengusap keringat di keningmu. Ia menjawab, wahai orang mesir, saya berkeringat karena abu hanifah benar-benar faqih. Laits berkata, kemudian saya bertemu dengan abu hanifah dan berkata kepadanya, beliau (imam malik) telah mengatakan yang baik tentang anda. Maka abu hanifah berkata, belum pernah aku melihat orang yang lebih cepat dari imam malik dalam menjawab kebenaran dan kritikan yang sempurna.
Sikap serupa juga dicontohkan imam ahmad terhadap imam syafi'i, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin ahmad bin hambal berkata: saya bertanya kepada bapak saya, siapakah syafi'i wahai bapak, saya mendengar bapak sering mendo'akannya. Bapakku menjawab, wahai anakku semoga Allah l melimpahkan rahmatny kepada syafi'i ia lakasana matahari bagi dunia dan penolong bagi manusia. Lihatlah apakah ada yang dapat menggantikan keduanya bagi manusia.
Referensi:
• Al-Muwatto, karya imam malik
• Sunan Nasa'i, karya imam nasa'i
• Tsalatsah rosa'il fis sholat, maktabah syamilah karya nashiruddin al-baniy
• Al-khilaf asbabuhu wa adabuhu, maktabah syamilah karya aidh al-qarniy
• Tafsir jami'ul bayan an ta'wil aayil qur'an, karya imam at-thabariy
• Taujihat al-islamiyah li'islahil fardhu wal mujtama' maktabah syamilah karya Muhammad bin jamil zainu


1 komentar:

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.