Jumat, 20 November 2009

Antara Kebangkitan Islam Dan Radikalisme

(Tela’ah kritis terhadap tulisan “Isy kariman aw mut syahidan Slogan pembangkit militansi Teologi kematian dan Kekuasaan”. Jawa pos 27 sept 2009)
Pasca serangan 11 september 2001 dengan merebaknya issu “pemberantasan terorisme” nampaknya menjadi senjata ampuh bagi amerika “sang teroris sejati” untuk menghancurkan islam. Setelah sekian lama mendapatkan jalan buntu akhirnya mereka mendapatkan jalan baru untuk mewujudkan obsesi mereka selama ini. Dengan issu itulah mereka mengadakan infasi ke Afghanistan dan irak yang merupakan bahagian dari negeri kaum muslimin. Tidak cukup sampai disitu bagi negera-negara islam yang belum memungkinkan bagi mereka untuk dijajah, mereka menyerangnya dengan pemikiran.


Tak dapat dipungkiri bahwa metode baru yang mereka gunakan cukup memberikan pengaruh terhadap ummat islam diseluruh penjuru dunia. Jutaan nyawa kaum muslimin melayang dan lebih ironisnya, sebahagian kaum muslimin tidak perduli terhadap nasib mereka dan dengan tidak sadar justru menyalahkan kaum muslimin dan mendukung kejahatan orang-orang kafir yang dibalut dengan slogan “Pemberantasan Teroris”. Mereka tidak sadar kalau ternyata mereka juga sudah terjajah secara pemikiran oleh musuh-musuh islam sehingga hakikat kebenaran tentutup dari pandangan mereka.
Pernyataan bush pasca serangan WTC “with us or with terrorist” ternyata mampu mengelabui kaum muslimin. Mereka menelan pernyataan dengan mentah-mentah dan tidak menyikapinya secara obyektif yang mengakibatkan mereka terjebak kedalam perangkap musuh. Hingga jangan heran kalau ternyat jutru kaum muslimin sendiri yang turut menghancurkan benih-benih kebangkitan islam yang sering diidentikkan dengan radikalisme.
Berbagai tulisan yang menyudutkan gelora kebangkitan islam tersebar diberbagai media. Sebagai mana sebuah tulisan yang dimuat dalam harian Jawa Pos 27 september 2009 dengan judul “Isy kariman aw mut syahidan Slogan pembangkit militansi Teologi kematian dan Kekuasaan”. Dari opini yang coba dibangun oleh sang penulis memberikan gambaran bahwa gelora kebangkitan islam yang merebak ditengah-tengah ummat bukanlah merupakan satu nilai positif yang perlu dilestarikan. Justru sang penulis menggapnya sebagai suatu kekeliruan yang perlu dibenahi atau diberantas.
Padaha sejatinya, slogan “isy kariman aw mut syahidan” yang penulis anggap sebagai slogan pembangkit Radikalisme adalah cerminan pribadi seorang muslim yang sebenarnya. Kalau beliau mau menyikapi slogan tersebut secar obyektif tentunya beliau akan mengetahui bahwa dengan tampilalnya islam sebagai satu sosok yang mulian, dengan itulah ia akan mampu menjadi khalifah dipermukaan bumi yang akan mampu melestarikan keadilan dan menghancurkan keadilan. Berarti dengan merealisasikan slogan tersebutlah islam akan tampil sebagai rahmatan lil alamin sebagaimana yang dikatakan oleh sang penulis bahwa islam adalah Rahmatan Lil Alamin.
Penulis juga sepertinya rancu dalam memahami istilah “Rahmatan lil alamin” sehingga menganggap bahwa jihad bukanlah bahagian dari rahmatan lil alamin. Satu hal yang harus kita fahami bahwa istilah-istilah syarie seharusnya ditafsirkan dengan perngertian syariw pula. Bukan menafsirkan istilah-istilah syarie hanya berdasarkan kepada akal dan perasaan belaka. Tidak ada yang memungkiri bahawa rasulullah saw adalah satu sosok yang paling mampu merealisasikan istilah Rahmatan lil alamin. Namun sejarah membuktikan bahwa beliau adalah seorang panglima perang yang sering melakukan peperangan yang tentu padanya terdapat korban dan kerusakan meski itu semua tetap berada dalam batasan-batasan syar’ie. Dengan kata lain, ketikan seseorang benar-benar ingin menjadi satu sosok yang tampil sebagai rahmatan lil alamin, maka hendaklah ia melaksanakan setiap syariat islam meskipun hal tersebut terasa asing dan berat bagi dirinya.
Kalau saja sang penulis ingin benara-benar menjadi sosok yang rahmatan lil alamin, seharusnya beliau turut mendukung gelora kebangkitan islam dan bukan jutsru menuduhnya sebagai radikalisme.
By: Uweis Abdullah


0 komentar: