Selasa, 15 Juli 2008

Mengapa kita menolak sekulerisme

Oleh: Muhammad Shiddiq al-Jawi
1. Pengertian Sekularisme
Sekularisme (secularism) secara etimologis menurut Larry E. Shiner berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “zaman sekarang ini” (the present age). Kemudian dalam perspektif religius saeculum dapat mempunyai makna netral, yaitu “sepanjang waktu yang tak terukur” dan dapat pula mempunyai makna negatif yaitu “dunia ini”, yang dikuasai oleh setan.*1)

Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1864 M, George Jacob Holyoke menggunakan istilah sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural.*2)

Setelah itu, pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme didefinisikan sebagai:

A system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship.

(Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan)

Atau sebagai:

The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter into the function of the state especially into public education.

(Sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik).*3)

Jadi, makna sekularisme, secara terminologis, adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlud din ‘an al hayah), yakni pemisahan agama dari segala aspek kehidupan, yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan politik.*4)

Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang kontradiktif, yaitu:

Pertama, pemikiran tokoh-tokoh gereja dan raja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang mengharuskan segala urusan kehidupan tunduk menurut ketentuan agama (Katolik). Mulai dari urusan keluarga, ekonomi, politik, sosial, seni, hingga teologi dan ilmu pengetahuan, harus mengikuti ketentuan para gerejawan Katolik.

Kedua, pemikiran sebagian pemikir dan filsuf –misalnya Machiaveli (w.1527 M) dan Michael Mountaigne (w. 1592 M)-- yang mengingkari keberadaan Tuhan atau menolak hegemoni agama dan gereja Katolik.

Jalan tengah dari keduanya ialah, agama tetap diakui, tapi tidak boleh turut campur dalam pengaturan urusan masyarakat.*5) Jadi, agama tetap diakui eksistensinya, tidak dinafikan, hanya saja perannya dibatasi pada urusan privat saja, yakni interaksi antara manusia dan Tuhannya (seperti aqidah, ibadah ritual, dan akhlak). Tapi agama tidak mengatur urusan publik, yakni interaksi antara manusia dengan manusia lainnya, seperti politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.*6)


2. Sekularisme: Asas Ideologi Kapitalisme

Secara ideologis, sekularisme merupakan aqidah (ide dasar), yaitu pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) mengenai alam semesta, manusia, dan kehidupan. Sekularisme juga merupakan qiyadah fikriyah bagi peradaban Barat, yaitu ide dasar yang menentukan arah dan pandangan hidup (worldview/weltanschauung) bagi manusia dalam hidupnya. Sekularisme juga merupakan qa’idah fikriyah, yakni sebagai basis pemikiran yang menjadi landasan bagi ide-ide cabangnya.

Dalam kedudukannya sebagai qa’idah fikriyah ini, sekularisme menempati posisinya sebagai basis bagi ideologi kapitalisme, sebab sekularisme adalah asas filosofis yang menjadi induk bagi lahirnya berbagai pemikiran dalam ideologi kapitalisme (peradaban Barat), seperti demokrasi (sebagai sistem pemerintahan), kapitalisme (sebagai sistem ekonomi), liberalisme, dan sebagainya.*7)

Sebagai qaidah fikriyah, kemunculan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme akan dapat dilacak kelahirannya dari sekularisme. Ketika agama sudah dipisahkan dari kehidupan, berarti agama dianggap tak punya otoritas lagi untuk mengatur kehidupan. Jika demikian, maka manusia itu sendirilah yang mengatur hidupnya, bukan agama. Dari sinilah lahir demokrasi, yang menjadikan manusia mempunyai wewenang untuk membuat aturan hidupnya sendiri. Dengan perkataan lain, demokrasi menjadikan rakyat sebagai source of power (sumber kekuasaan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif), sekaligus sebagai souce of legislation (sumber penetapan hukum).*8)

Demokrasi ini, selanjutnya membutuhkan prasyarat kebebasan. Sebab tanpa kebebasan, rakyat tidak dapat mengekspresikan kehendaknya dengan sempurna, baik ketika rakyat berfungsi sebagai sumber kekuasaan, maupun sebagai pemilik kedaulatan. Kebebasan ini dapat terwujud dalam kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah), kebebasan berpendapat (hurriyah al-ar`y), kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah), dan kebebasan kepemilikan (hurriyah at-tamalluk). Dari kebebasan kepemilikan inilah, pada gilirannya, lahir sistem ekonomi kapitalisme.*9)


3. Kritik Atas Sekularisme

Umat Islam wajib menolak sekularisme, paling tidak karena 4 (empat) alasan berikut, yaitu:

Pertama, sekularisme adalah ide yang tidak memuaskan akal. Dengan kata lain, sekularisme tidak sejalan dengan akal (nalar) sehat manusia. tapi lebih didasarkan pada sikap jalan tengah.

Kedua, sekularisme tidak sesuai dengan fitrah manusia, karena sekulerisme menempatkan manusia pada posisi Tuhan yang Maha berkuasa untuk mengatur kehidupan manusia yang sedemikian kompleks. Padahal manusia adalah makhluk yang lemah untuk bisa mengatur kehidupan manusia.

Ketiga, sekularisme telah melahirkan berbagai ide yang gagal dalam praktik yang malah menimbulkan penderitaan pedih pada manusia, misalkan ide demokrasi dan ekonomi kapitalisme.

Keempat, sekularisme bertentangan dengan Islam.

Argumen pertama hingga ketiga, adalah berupa dalil-dalil yang rasional (dalil aqli). Sedang argumen keempat, adalah berupa dalil-dalil naqli (dalil syar’i).

3.1. Sekularisme Tidak Memuaskan Akal

Menurut Abdul Qadim Zallum dalam Al Hamlah al Amirikiyah li Al Qadha` ‘ala Al Islam (1996) sekularisme sebenarnya bukanlah hasil proses berpikir. Bahkan, tak dapat dikatakan sebagai pemikiran yang dihasilkan oleh logika sehat.

Aqidah pemisahan agama dari kehidupan tak lain hanyalah penyelesaian jalan tengah atau kompromistik, antara dua pemikiran yang kontradiktif. Kedua pemikiran ini, yang pertama adalah pemikiran yang diserukan oleh tokoh-tokoh gereja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (sekitar abad ke-5 s/d ke-15 M), misalnya Thomas Aquinas, St. Agustine, Tertullian, dan St. Jerome, untuk menundukkan segala urusan kehidupan menurut ketentuan agama Katolik. Sedangkan yang kedua, adalah ide sebagian pemikir dan filsuf yang mengingkari keberadaan Tuhan dan agama. Mereka itu misalnya Machiavelli (w. 1527 ) dan Michael Mountaigne (w. 1592). Contoh lainnya adalah Nietzsche (w. 1778) yang menyatakan, “Orang liberal harus mengakui, bahwa tuhan telah mati (God is dead)”.*10) Ludwig Feurbach (w. 1872) misalnya, menyatakan bahwa, “God is man, and man is God.” (Tuhan itu sebenarnya adalah manusia, dan manusia itu adalah Tuhan). Feurbach juga menyatakan, “Religion is the dream of human mind.” (Agama adalah impian dari pikiran manusia).*11)

Walhasil, ide sekularisme merupakan jalan tengah di antara dua sisi ide ekstrem tadi, yakni ide yang mengharuskan ketundukan pada agama secara mutlak, dan ide yang menolak eksistensi agama juga secara mutlak. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradiktif. Yang mustahil diselesaikan dengan jalan tengah. Jadi, sekularisme, bisa diumpamakan jalan tengah dari dua ide yang tidak mungkin dicari titik tengahnya. Misalkan, di satu sisi kita katakan, “Saat ini saya ada di ruang ini.” Sedang di sisi lain, “Saat ini saya tidak ada di ruang ini.” Mungkinkah ada jalan tengah di antara dua ide yang sangat bertolak belakang ini? Jika ada jalan tengahnya, jelas ide itu tidak masuk akal.

Jadi, jelaslah bahwa sekularisme adalah jalan tengah di antara pemikiran-pemikiran kontradiktif yang mustahil diselesaikan dengan jalan tengah. Maka dari itu, sekularisme adalah ide yang tidak memuaskan akal.

3.2. Sekularisme Tidak Sesuai Fitrah Manusia

Taqiyuddin An-Nabhani dalam Nizhamul Islam (2001) mengatakan bahwa sekularisme bertentangan dengan fitrah manusia, yang terwujud secara menonjol pada naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an (pensucian); di samping juga tampak dalam pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Jika pengaturan kehidupan diserahkan kepada manusia, akan tampak perbedaan dan pertentangan tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya.

Sebagai contoh ketidakmampuan manusia ini, bisa kita saksikan sistem hukum di Indonesia yang melahirkan banyak pertentangan dan kontradiksi. Di Indonesia diterapkan 3 sistem hukum,yaitu hukum adat, hukum sipil (warisan Belanda), dan hukum Islam. Akibat beragamnya sistem hukum ini, timbul banyak problem, antara lain adanya kontradiksi hukum positif dengan Syariah Islam. Hukum pidana (KUHP) peninggalan penjajah, falsafah yang mendasarinya sangat bertolak belakang dengan syariah Islam. Misalnya dalam kejahatan kesusilaan, KUHP pasal 284 berbunyi: “Barangsiapa melakukan persetubuhan dengan laki-laki atau perempuan yang bukan suami atau istrinya, maka diancam dengan sanksi pidana.” Jadi perzinaan hanya terjadi jika kedua pelakunya sudah menikah (berstatus suami atau isteri). Maka, pasal ini tidak melarang hubungan seksual yang dilakukan secara suka sama suka oleh kedua orang yang belum menikah (fornication), tidak melarang homoseksual, dan tidak melarang hubungan seksual dengan binatang (bestiality).*12)

Kontradiksi ini lahir karena akal manusia dianggap hebat dan super sehingga berani menerapkan berbagai sistem hukum secara campur aduk, berasaskan sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan). Ini jelas bertentangan dengan fitrah manusia yang seharusnya mengakui kelemahannya, sehingga akhirnya mau berhukum kepada aturan dari Allah semata. Oleh karena itu, menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Dengan kata lain, menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan dari manusia adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu, sekularisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia.

3.3. Sekularisme Melahirkan Ide Gagal Dan Membahayakan Manusia

Sekularisme antara lain melahirkan ide demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam praktiknya secara empiris, kedua ide ini telah gagal. Tidak membawa kepada kebahagiaan dan kebaikan untuk manusia, tetapi justru menjerumuskan umat manusia ke dalam jurang penderitaan yang sangat mengerikan dan memilukan. Mari kita lihat data-datanya.

A. Kegagalan Demokrasi

Demokrasi yang merupakan anak kandung sekularisme, sebenarnya lebih banyak menyajikan ilusi dan tragedi yang mengerikan daripada kemaslahatan dan kebaikan umat manusia. Di AS sendiri, demokrasi telah menemui kegagalannya yang tragis.

AS yang oleh Alexis de Tocqueiville sebagai “guru” demokrasi kini sangat jauh dari demokrasi. Harian AS USA Today (25/4/2003) lalu melaporkan, AS kini tak sepatutnya lagi mengklaim diri sebagai negara paling demokrastis. Mengapa? Karena berkaitan dengan invasi AS ke Irak, sejumlah kasus menunjukkan AS tidak demokratis justru di negaranya sendiri.*13) Sebagai catatan, demo yang menentang invasi AS itu hingga 15 Pebruari 2003 setidaknya mencapai 15 juta orang di 600 kota di seluruh dunia. Tapi semua upaya yang konon demokratis itu menemui kegagalan justru karena sikap AS yang mengabaikan aspirasi dunia seraya tetap ngotot untuk menghancurkan Irak.

Yang lebih gila lagi, seperti dicatat Johan Galtung, intervensi AS ke Irak itu adalah yang ke-69 sejak 1945, dan yang ke-238 sejak Thomas Jefferson pada tahun 1804 mengawali perangnya terhadap kaum muslimin yang dulu disebut sebagai “perompak” dan kini disebut Libya. Sejak tahun 1945 itu tercatat 12 hingga 16 juta manusia terbunuh. Dan sejak tahun 1947, telah tewas sebanyak 6 juta jiwa karena ulah CIA.

Dan itu belum berakhir, sebab Wakil Presiden Dick Cheney mengumumkan, masih akan ada perang-perang lain yang menurut data BBC akan mencapai 60 negara. JINSA (Institut Yahudi untuk Urusan Keamanan Nasional) di Washington memiliki rencana perubahan rezim pemerintahan di 22 negara Arab.*14)

Itulah wajah nyata dari demokrasi. Ide demokrasi yang muluk-muluk seperti egalitarian (kesetaraaan), keadilan, toleransi, dan sebagainya hanyalah utopia. Demokrasi telah gagal. Gagal.

B. Kegagalan Ekonomi Kapitalisme

Kapitalisme sebagai sistem ekonomi juga merupakan anak kandung sekularisme. Prinsip-prinsip yang diajarkannya seperti kebebasan individu, persaingan bebas, mekanisme pasar, dan sebagainya ternyata telah menghancurkan dunia. Kalaupun ada yang untung, itu hanya dinikmati oleh mereka yang kuat. Sedangkan mayoritas manusia yang lemah, harus rela menderita dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan penderitaan akibat kapitalisme. Hal ini bisa dibuktikan, baik di AS maupun di belahan bumi lainnya. Berikut sekilas data-datanya*15):

-Kemiskinan dan Kesenjangan

Tren kemiskinan semakin memburuk akibat kapitalisme. Jumlah orang miskin yang hidupnya kurang dari 1 dollar sehari meningkat dari 1,197 milyar jiwa pada tahun 1987 menjadi 1,214 milyar jiwa pada tahun 1997 (20% dari penduduk dunia). Sementara 1,6 milyar jiwa (25%) penduduk dunia lainnya hidup antara 1-2 dolar perhari. (The United Nations Human Development Report, 1999).

Kesenjangan pendapatan antara 1/5 penduduk dunia di negara-negara kaya dengan 1/5 penduduk di negara-negara termiskin meningkat 2 kali lipat pada tahun 1960-1990 dari 30:1 menjadi 60:1. Pada 1998 meningkat menjadi 78:1. (The United Nations Human Development Report, 1999).

Perubahan teknologi dan liberalisasi keuangan mengakibatkan peningkatan jumlah rumah tangga tidak proposional pada tingkatan yang teramat kaya, tanpa distribusi bagi yang miskin… Dari 1988-1993, pendapatan 10% penduduk termiskin di dunia merosot lebih dari 1/4nya, sedangkan pendapatan 10% penduduk terkaya di dunia meningkat 8%. (Robert Wade, The London School of Economics, The Economist, 2001).

Dua puluh tahun lalu, perbandingan pendapatan rata-rata di 49 negara terbelakang dengan pendapatan negara-negara terkaya adalah 1:87. Saat ini menjadi 1:98. (Kevin Watkins, International Herald Tribune, 2001).

Total kekayaan orang-orang yang mempunyai aset minimal 1 juta dolar meningkat hampir 4 kali lipat pada 1986-2000 dari 7,2 trilyun dolar menjadi 27 trilyun dolar. Meskipun terjadi kemerosotan keuangan global dan bisnis dotcom saat ini, Merril Lynch memprediksikan bahwa kekayaan mereka meningkat 8% setiap tahunnya dan diperkirakan tahun 2005 mencapai 40 trilyun dolar. (Merril Lynch-Cap Gemini, 2001).

Sejak 1994-1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia bertambah dari 40 milyar dolar menjadi lebih dari 1 trilyun dolar. Aset 3 orang terkaya lebih besar dari gabungan GNP 48 negara terkebelakang. Jumlah milyuder meningkat 25% dua tahun terakhir menjadio 475 orang dengan nilai kekayaan lebih besar dari 50% penduduk termiskin dunia. (The United Nations Human Development Report, 1999).

Sebanyak 1/5 orang terkaya di dunia mengkonsumsi 86% semua barang dan jasa, sementara 1/5 orang termiskin di dunia hanya mengkonsumsi kurang dari 1% saja. (The United Nations Human Development Report, 1999).

-Kelaparan & Kekurangan Gizi

Di seluruh dunia kira-kira 50 ribu orang meninggal setiap hari akibat kurngnya kebutuhan tempat tinggal, air yang tercemar, dan sanitasi yang tidak memadai. (Shukor Rahman, Straits of Malaysia Times, 2001).

Kelaparan disebabkan oleh kenyataan bahwa pengembangan perdagangan dunia lebih dititikberatkan pada negara-negara Utara (negara-negara maju), sementara perluasan utang lebih diarahkan ke negara-negara Selatan (negara-negara berkembang). (Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001).

Peningkatan produksi pangan dalam 35 tahun terakhir telah melampaui laju pertumbuhan penduduk dunia sebesar 16%. Peningkatan tersebut belum pernah terjadi. (United Nations Food and Agriculture Organization, 1994).

Pada tahun 1997, 78% anak-anak di bawah usia 5 tahun yang kekurangan gizi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya hidup di negara-negara yang mengalami surplus pangan. (United Nations Food and agriculture Organization, 1998).

Sementara 200 juta orang India kelaparan, pada tahun 1995 India mengekspor gandum dan tepung terigu dengan nilai $ 625 juta, beras 5 juta ton dengan nilai $ 1,3 milyar. (Institute for Food and Development Policy, Backgrounder, Spring 1998).

Dewasa ini 826 juta manusia menderita kekurangan pangan yang sangat kronis dan serius, kendati dunia sebenarnya mampu memberi makan 12 milyar manusia (2 kali lipat dari penduduk dunia) tanpa masalah sedikit pun. (Shukor Rahman, New Straits of Malaysia Times, 2001).

Pada tahun 1997, hampir 10 juta orang AS yang terdiri atas 6,1 juta orang dewasa dan 3,3 juta anak-anak benar-benar dililit kelaparan. Sementara itu, pada tahun 1998, 10,5 juta rumah tangga di AS atau 31 juta orang tidak bisa memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. (US Departement of Agriculture, Food Insecurity Report, 1999).

Jumlah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizinya diperkirakan bertambah besar hingga 3%, dari 1,1 milyar pada tahun 1998 menjadi 1,3 milyar orang pada tahun 2008. 2/3 penduduk Afrika Sub-Sahara dan 40% penduduk Asia akan mengalami kekurangan pangan pada tahun 2008. (US Departemen of Agriculture, Food Security Asessment, 1999).

Setiap hari 11 ribu anak mati kelaparan di seluruh dunia, sedangkan 200 juta anak menderita kekurangan gizi dan protein serta kalori. Lebih dari 800 juta menderita kelaparan di seluruh dunia dan 70% di antara mereka adalah wanita dan anak-anak. (Shukor Rahman, World Food Program, New Staits of Malaysia Times, 2001).

IMF membunuh umat manusia tidak dengan peluru ataupun rudal tetapi dengan wabah kelaparan. (Carlos Andres Perez, Mantan Presiden Venezuela, The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000).

Itulah sekilas daya-data empiris tentang penderitaan umat manusia akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang lahir dari rahim sekularisme. Masihkah kita percaya pada kapitalisme? Pada sekularisme?

3.4.Sekularisme Bertentangan Dengan Islam

Kebatilan sekularisme di samping dapat dibuktikan secara dalil aqli, seperti diuraikan sebelumnya, juga dapat didasarkan pada dalil naqli, yaitu ditinjau dari segi-segi berikut:

A. Sekularisme Adalah Ide Kufur

Sekularisme adalah ide kufur yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah.*16) Segala sesuatu pemikiran tentang kehidupan yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah adalah kufur dan thaghut yang harus diingkari dan dihancurkan. Allah SWT berfirman:

Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Qs. al-Maa'idah [5]: 44).

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 60).

B.Sekularisme Bertentangan Dengan Khilafah

Sekularisme jika diyakini dan diterapkan, akan dapat menghancurkan konsep Islam yang agung, yaitu Khilafah. Jadi sekularisme bertentangan dengan Khilafah. Sebab sekularisme melahirkan pemisahan agama dari politik dan negara. Ujungnya, agama hanya mengatur secuil aspek kehidupan, dan tidak mengatur segala aspek kehidupan. Padahal Islam mewajibkan penerapan Syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, seperti aspek pemerintahan, ekonomi, hubungan internasional, muamalah dalam negeri, dan peradilan. Tak ada pemisahan agama dari kehidupan dan negara dalam Islam. Karenanya wajarlah bila dalam Islam ada kewajiban mendirikan negara Khilafah Islamiyah. Sabda Rasulullah SAW:

...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” [HR. Muslim].*17)

Dari dalil yang seperti inilah, para imam mewajibkan eksistensi Khilafah. Abdurrahman Al Jaziri telah berkata:

Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumulah— telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam (Khalifah)...”*18)

Maka, sekularisme jelas bertentangan dengan Khilafah. Siapa saja yang menganut sekularisme, pasti akan bersemangat untuk menghancurkan Khilafah. Jika sekularisme ini dianut oleh orang Islam, maka berarti dia telah memakai cara pandang musuh yang akan menyesatkannya. Inilah bunuh diri ideologis paling mengerikan yang banyak menimpa umat Islam sekarang.

Padahal, Rasulullah SAW sebenarnya telah mewanti-wanti agar tidak terjadi pemisahan kekuasaan dari Islam, atau keruntuhan Khilafah itu sendiri. Sabda Rasulullah :

[alaa innal kitaab was sulthoona sayaftariqooni falaa tufaariqul kitaaba]

Ingatlah! Sesungguhnya Al Kitab (al-Qur`an) dan kekuasaan akan berpisah. Maka (jika hal itu terjadi) janganlah kalian berpisah dengan al Qur`an!” [HR. Ath Thabrani].*19)

Sabda Rasulullah SAW:

[latanqudhonna ‘urol islami ‘urwatan ‘urwatan fakullamaa intaqadhat ‘urwatun tasyabbatsan naasu billatii taliihaa fa-awwaluhunna naqdhon al hukmu wa aakhiruhunna ash sholaatu]

Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu. Maka setiap kali satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan dengan simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama kali terurai adalah pemerintahan/kekuasaan. Sedang yang paling akhir adalah shalat.” [HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim].*20)

C. Umat Islam Menyerupai Kaum Kafir (tasyabbuh bi al kuffar)

Sekularisme mungkin saja dapat diterima dengan mudah oleh seorang beragama Kristen, sebab agama Kristen memang bukan merupakan sebuah sistem kehidupan (system of life). Perjanjian Baru sendiri memisahkan kehidupan dalam dua kategori, yaitu kehidupan untuk Tuhan (agama), dan kehidupan untuk Kaisar (negara). Disebutkan dalam Injil:

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan” (Matius 22 : 21).

Dengan demikian, seorang Kristen akan dapat menerima dengan penuh keikhlasan paham sekularisme tanpa hambatan apa pun, sebab hal itu memang sesuai dengan norma ajaran Kristen itu sendiri. Apalagi, orang Barat –khususnya orang Kristen-- juga mempunyai argumen rasional untuk mengutamakan pemerintahan sekular (secular regime) daripada pemerintahan berlandaskan agama (religious regime), sebab pengalaman mereka menerapkan religious regimes telah melahirkan berbagai berbagai dampak buruk, seperti kemandegan pemikiran dan ilmu pengetahuan, permusuhan terhadap para ilmuwan seperti Copernicus dan Galileo Galilei, dominasi absolut gereja Katolik (Paus) atas kekuasaan raja-raja Eropa, pengucilan anggota gereja yang dianggap sesat (excommunication), adanya surat pengampunan dosa (Afflatbriefen), dan lain-lain.*21)

Namun bagi seorang muslim, sesungguhnya tak mungkin secara ideologis menerima sekularisme. Karena Islam memang tak mengenal pemisahan agama dari negara. Seorang muslim yang ikhlas menerima sekularisme, ibaratnya bagaikan menerima paham asing keyakinan orang kafir, seperti kehalalan daging babi atau kehalalan khamr. Maka dari itu, ketika Khilafah dihancurkan, dan kemudian umat Islam menerima penerapan sekularisme dalam kehidupannya, berarti mereka telah terjatuh dalam dosa besar karena telah menyerupai orang kafir (tasyabbuh bi al kuffar).

Sabda Rasulullah SAW:

[man tasyabbaha bi qawmin fahuwa minhum]

Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut.” [HR. Abu Dawud].*22)

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan dalam syarahnya mengenai hadits ini:

Hadits tersebut paling sedikit mengandung tuntutan keharaman menyerupai (tasyabbuh) kepada orang kafir, walaupun zhahir dari hadits tersebut menetapkan kufurnya bertasyabbuh dengan mereka...”*23)

Dengan demikian, pada umat Islam menerapkan sekularisme dalam pemerintahannya, maka mereka berarti telah terjerumus dalam dosa karena telah menyerupai orang Kristen yang memisahkan urusan agama dari negara.*24) (Nauzhu billah min dzalik!)


4. Kesimpulan

Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa sekularime wajib ditolak oleh kaum muslimin, karena sekularisme tidak masuk akal, tidak sesuai fitrah manusia, melahirkan kemudharatan dalam praktiknya, serta bertentangan dengan Islam.

Sekularisme adalah ide kufur yang wajib dihancurkan oleh kaum muslimin. Sekulerisme adalah thaghut yang kita telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Sekulerisme wajib dihapuskan dari muka bumi, dalam segala bentuk dan manifestasinya. [ ]


Catatan Kaki:

1. Lihat Larry E. Shinner, “The Concept of Secularization in Empirical Research”, dalam William M. Newman, The Social Meanings of Religion, (Chicago : Rand McNally College Publishing Company, 1974), hal. 304-324.

2. Lihat Eric S. Waterhouse, “Secularism”, Encyclopedia of Religion and Ethics, Vol. XI, (New York : Charles Sribner’s Sons Sons, 1921), hal. 347-350.

3. Lihat “Islam Vs Secularism”, Al Jumuah, [The Friday Report], vol III, no. 10, (http://www.islaam.com.)

4. Lihat Mahmud Abdul Majid Al Khalidi, Qawaid Nizham Al Hukm fi Al Islam, (Kuwait : Darul Buhuts Al Ilmiyah, 1980), hal. 73.

5. Ahmad Al Qashash, Bab II “Falsafah Ah Nahdhah”, Usus An Nahdhah Ar Rasyidah, (Beirut : Darul Ummah, 1995).

6. Taqiyuddin An-Nabhani, Nizhamul Islam, 2001, hal.28.

7. Ustadz Hafizh Shalih, “Al Aqidah wa Al Qa’idah Al Fikriyah”, An Nahdhah, (Beirut : Dar An Nahdhah Al Islamiyah, 1988), hal. 64-88; Ahmad Athiyat, “Ar Ra`sumaliyah Mabda`” Ath Thariq : Dirasah Fikriyah fi Kayfiyah Al Amal li Taghyir Waqi’ Al Ummah wa Inhadhiha, (Beirut : Darul Bayariq, 1996), hal.91-94.

8. Taqiyuddin An Nabhani, Nizham Al-Islam, 2001, hal.27.

9. Lihat Abdul Qadim Zallum, Ad-Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1990.

10. Ahmad Athiyat, Ath Thariq : Dirasah Fikriyah fi Kayfiyah Al Amal li Taghyir Waqi’ Al Ummah wa Inhadhiha, (Beirut : Darul Bayariq, 1996), hal. 121.

11. Adnin Armas, Menelusuri Jejak Sekularisasi, hal. 1, makalah Workshop Pemikiran dan Peradaban Islam, Jakarta, 27-29 Pebruari 2004.

12. Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), hlm. 84; lihat juga Dadang Kusmayadi & Pambudi Utomo, “Hukum Indonesia Menghalalkan Zina” http://www.hidayatullah.com/2001/06/khusus1.shtml; Topo Santoso, “Nasib Kartini dan TKI”, Media Indonesia, Senin 13 Maret 2000, hlm. 8.

13. Suparman & S. Malian, Ide-Ide Besar Sejarah Intelektual Amerika, (Yogyakarta : UII Press, 2003), hal. ix.

14. Ibid.

15. Sumber Data : The International Forum on Globalization, Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan, (Yogyakarta : Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003).

16. Muhammad Khayr Haikal, Al Jihad wal Qital fi Asy Siyasah Asy Syar’iyah, (Beirut : Darul Bayariq, 1996), I/131.

17. Hadits Shahih. Sahih Muslim, III/340, hadits. No. 1851.

18. Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, V/308.

19. Abdurrahman Al Baghdadi,. “Al Khulafa` Alladzina Hakamu Al ‘Alama fi Jami’i Ushuril Islam”, Al Khilafah Al Islamiyah, No.1. Th I (Sya’ban 1415 H / Januari 1995), hal. 14.

20. Abdurrahman Al Baghdadi, “Dzikra Hadmil Khilafah Al Islamiyah : Taqwidhul Khilafah Al Islamiyah”, Al Khilafah Al Islamiyah, No.1. Th I (Sya’ban 1415 H / Januari 1996), hal.13.

21. Yusuf Al Qaradhawi, Al Hulul Al Mustawradah wa Kayfa Ja`at ‘Ala Ummatina, hal. 113-114.

22. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. Lihat Ash Shan’ani, Subulus Salam, IV/175.

23. Ali Belhaj, Ad Damghah Al Qawiyyah li Nasfi Aqidah Ad Dimuqrathiyah, hal. 19.

24. Ash Shan’ani, Subulus Salam, IV/175.

hayatulislam.net - Publikasi 25/04/2004 Read More..
Sabtu, 21 Juni 2008

Syahadat

muqaddimah
  1. Sudah menjadi dasar bagi pengikut manhaj Ahli Sunnah Wal Jamaah untuk memahami dan mengaplikasikan makna dan hakikat syahadah secara syumul (menyeluruh).
  2. Syahadah merupakan masalah yang sangat asas dalam Dienul Islam. Oleh kerana itu tidak dibenarkan bagi seseorang muslim untuk berpura-pura jahil terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu kalimah syahadah adalah kalimah tauhid yang sekaligus memiliki satu pernyataan khusus tentang sebuah kepasrahan diri (penyerahan diri) daripada segala bid'ah dan kesyirikan, baik yang berkaitan dengan aturan Allah ataupun Rasul Nya.
  3. Maka untuk memahaminya, sebuah kajian kritis menurut tinjauan nas dan dalil syarie yang tetap/ konstan (tsabit) dan qot'ie amat diperlukan (kerana perkara ini bukan persoalan ijtihadiyah). Hal ini diperlukan dalam rangka menghindari fitnah syubhat dan syahwat dalam beribadah yang pada masa ini dilakukan oleh majoriti kaum muslimin. Bukti konkrit akibat kejahilannya tidak sahaja akan mampu menelorkan warna kebatilan, kehinaan dan kezaliman bahkan juga perpecahan.
  4. Oleh kerana itu Doktor Safar Al Hawaly telah menulis di dalam bukunya, ‘Sekularisme’ bahwa sekularisme sendiri pun yang sekarang ini telah berkembang pada sekelompok umat Islam, tidak lain adalah kerana kekerdilan pemahaman terhadap nilai aqidah (Kalimah Tauhid).
  5. Melihat betapa pentingnya perkara diatas, maka hasil daripada pemahaman tersebut bukanlah hanya sekadar perkataan dan doktrin sahaja, tanpa sebuah perealisasian. Berbeza dengan pemahaman yang sering ditunjukkan oleh pelbagai firqah dan aliran sesat seperti khawarij, murjiah, kaum tarikat, sufi dan sebagainya.
  6. Maka disinilah bermulalah titik permulaan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam majmu'nya bahwa: Dien ini dibangunkan atas dasar kalimah syahadah, oleh kerana itu janganlah kamu menjadikan Ilah selain Allah, mencintai makhluk sebagaimana cintanya terhadap Allah, berharap dan takut sebagaimana takut dan berharapnya anda kepada Allah dan barangsiapa yang menyamakan antara makhluk dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim/ kafir kepada Nya, sekalipun dia mengakui Allah sebagai Al Khaliq (Maha pencipta).
Pengertian Asyhadu
  1. Menyaksikan (Al Hajj 22:28)
  2. Sumpah (An Nisa’ 4:15)
  3. Bersaksi (Al Munafiqun 63:1)
Pengertian Ilah
  1. Sesuatu yang layak diibadahi (disembah) dengan penuh ketaatan. (Ibnu Taimiyyah)
  2. Sesuatu yang dicenderungi dan diwala’ (dicintai, berpihak, menyokong) oleh hati dengan penuh kecintaan, keagungan, kemulian, tunduk dan patuh serta takut dan penuh pengharapan. (Ibnu Qayyim)
  3. Sesuatu yang:
    a. Tidak ada yang mententeramkan hati kecuali Allah. (Ar Ra’d 13:26)
    b. Tidak ada tempat berlindung kecuali Allah.(Asy Syura 42:9)
    c. Tidak ada yang dicintai kecuali hanya Allah. (At Taubah 9:24)
    d. Tidak ada yang diibadahi kecuali Allah. (Al Fatihah 1:4)
    e. Tidak ada yang ditaati kecuali Allah. (An Nisa 4:59)
    f. Tidak ada pemilik atau raja kecuali Allah. (Ali Imran 3:32)
    g. Tidak ada yang diagungkan kecuali Allah. (Al Waqiah 56:96)
    h. Tidak ada yang harus dipegang teguh kecuali Allah. (An Nisa 4:176)
    i. Tidak ada penguasa kecuali Allah. (Al Anam 6:61)
    j. Tidak ada sumber hukum kecuali Allah. (Asy Syura 42:10)
    (Ustaz Said Hawa)
  4. Sesuatu yang dijadikan ma’bud (yang diibadahi)
Peranan dan Fungsi Syahadah
  1. Merupakan dasar bernilainya Dienul Islam. (Ibrahim 14:24-26)
  2. Merupakan pembeza antara Muslim dan Kafir.
  3. Merupakan syarat mutlak masuk jannah/syurga.Telah bersabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang bersyahadah tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, maka Allah mengharamkan jasadnya untuk disentuh api neraka. (Hadis Riwayat Muslim)
  1. Merupakan kunci atau syarat diterima sesuatu ibadah/ amalan. (Al Furqan 25:23)
  2. Merupakan syarat untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw pada hari kiamat.
Telah bersabda Rasulullah saw: Manusia yang paling beruntung mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah barangsiapa yang mengatakan ‘lailahailallah’ secara ikhlas dari hati dan jiwanya. (Hadis Riwayat Bukhari)
  1. Merupakan syarat jaminan perlindungan harta, jiwa dan kehormatan manusia.
Peringkat-Peringkat Syahadah

  1. Ada pengetahuan dan keyakinan atas kebenaran dan ketetapan apa yang disaksikan (syahadah).
  2. Mengikrarkan syahadah dengan disaksikan orang lain dengan berbicara, menulis atau berkata pada diri sendiri.
  3. Memberitahu, mengkhabarkan dan menjelaskan persaksian orang-orang lain.
  4. Iltizam terhadap kandungan syahadah.
Syarat-Syarat Sah Syahadah

Syaikh Wahhab bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah syahadah lailahailallah itu merupakan kunci jannah? Beliau menjawab, “Benar, tetapi tidak ada kunci melainkan ia pasti memiliki gerigi. Apabila engkau datang membawa kunci yang ada geriginya, maka jannah itu akan terbuka bagimu. Namun jika tidak, maka ia akan tetap tertutup bagimu.” (Riwayat Bukhari). Gerigi yang dimaksudkan itu ialah syarat-syarat syahadah Berikut merupakan syarat-syarat syahadah (oleh Al Qohthoni, Al Wala’ Wal Bara’):
  1. Al Ilmu, iaitu mengetahui makna syahadah dan apa sahaja yang dinafi atau diithbatkan (ditetapkan). (Muhammad 47:19)
  2. Al Yaqin, iaitu yakin tanpa ragu-ragu dengan sebenarnya semua yang terkandung dalam syahadah tersebut. (Al Hujurat 49:15)
  3. Al Qobul, iaitu menerima seluruh kandungan syahadah dengan hati dan lisan tanpa meninggalkan sesuatu tuntutan pun. (As Saffat 37:35-36)
  4. Al Inqiyad, iaitu tunduk dan patuh dalam mengaplikasikan keseluruhan tuntutan syahadah tanpa keberatan sedikitpun. (An Nisa’ 4:65; An Nisa’ 4:125; Luqman 31:22)
  5. As Sidqu, iaitu mengucapkan syahadah dari lubuk hati yang benar-benar jujur dan benar. (Al Ankabut 29:1-3)
  6. Al Ikhlas, iaitu mengikhlaskan amal dan niat hanya untuk Allah sahaja tanpa dicemari oleh kotoran-kotoran syirik. (Al Bayyinah 98:5)
  7. Al Mahabbah, iaitu menyintai seluruh kandungan syahadah dan apa sahaja yang menjadi tuntutannya serta menyintai orang-orang yang beriltizam dan komitmen dengan kalimah syahadah serta membenci hal-hal yang membatalkan syahadah. (Al Baqarah 2:165)
Kedudukan Syahadah

Perintah Allah yang terbesar kepada seluruh manusia adalah ‘Lailahailallah’ iaitu menafikan segala jenis ilah kecuali Allah (Al Anbiya’ 21:25). Syahadah merupakan pembeza antara muslim dan kafir dan syahadah juga merupakan syarat mutlak masuk jannah. Barangsiapa yang tidak sempurna kedua-dua rukun syahadah (menafikan dan menetapkan), maka ia pasti terjebak dengan dosa besar iaitu menyekutukan Allah, yang tidak dapat ditampal dengan apa jua ibadah hatta solat, puasa mahupun haji.

Telah bersabda Rasulullah saw: Dua hal yang menentukan. Bertanya seorang lelaki: Ya Rasulullah! Apa yang dimaksudkan dengan dua hal yang menentukan itu?, Beliau menjawab, Barangsiapa mati menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk neraka dan barangsiapa mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk jannah. (Hadis Riwayat Muslim)

Pengertian Syahadah Lailahailallah

Kalimah ini bermaksud ‘tiada ilah selain Allah’. Kalimah ‘tiada ilah’ bermaksud bahawa kita menafikan atau menolak semua bentuk sembahan lain selain daripada Allah. Kalimah ‘selain Allah’ pula bermaksud kita menetapkan bahawa yang disembah (ma’bud) itu hanyalah Allah semata-mata dan meyakini bahawa tiada sekutu bagi Allah. Ini sebenarnya mencakupi konsep ‘Nafy wal Itsbat’ (penafian dan penetapan). Kita menafikan semua ilah selain Allah dan menetapkan bahawa hanya Allah sebagai ilah.
Rukun Syahadah Lailahailallah

Rukun syahadah lailahailallah terbahagi kepada dua iaitu:
  1. Menafikan
Menurut Doktor Sholih Fauzan (Makna Lailahailallah) dan Muhammad Sa’id Salim Al Qataahani (Antara Kekasih Allah dan Kekasih Syaitan), terdapat 4 sembahan-sembahan palsu/ Ilah-Ilah palsu yang perlu dinafikan iaitu:
a. Al Aliha
Merupakan apa sahaja yang manusia yakini dapat memberikan mudarat ataupun manfaat sehingga manusia bergantung kepadanya. (As Syura 42:9; Al Anam 6:14; Ar Ra’d 13:28; Yunus 10:107)
b. At Thowaghit
Ialah sesiapa sahaja yang disembah serta rela diibadahi, ditaati dan diikuti selain Allah. (Al Baqarah 2:256)
c. Al Andad
Merupakan apa sahaja tandingan-tandingan yang dapat memalingkan manusia daripada Allah. (Al Baqarah 2:165; At Taubah 9:24)
d. Al Arbab
Ialah sesiapa sahaja yang berfatwa (mengeluarkan hukum, undang-undang, perlembagaan atau peraturan) dan bertentangan dengan kebenaran (Al Quran dan As Sunnah) yang kemudiannya diikuti manusia. (At Taubah 9:31)
  1. Menetapkan
Di antara hal-hal yang perlu ditetapkan pula ialah:
    1. Ilah hanyalah Allah. (Muhammad 47:19)
    2. Hanya Allah yang berhak menerima peribadahan daripada Manusia. (Al Fatihah 1:5)
    3. Hanya Allah layak menjadi pemilik, pemerintah, pembuat perlembagaan hidup untuk manusia dan penguasa tertinggi alam semesta. (Asy Syura 42:10; Al A’raf 7:3)
    4. Al Qosd wal Niyat (tujuan dan niat) hanya kepada Allah. (Al Bayyinah 98:5)
    5. Al Ta’zim wal Mahabbah (pengagungan dan kecintaan) hanya kepada Allah. (Al Baqarah 2:165)
    6. Al Khouf wal Roja’ (takut dan pengharapan) hanya kepada Allah.
    7. At Takwa hanya kepada Allah.
Siapakah THOGUT?
  1. Mengingkari thogut dan beriman kepada Allah merupakan hakikat syahadah ‘Lailahailallah’. (An Nisa 4:60; An Nahl 16:36; Al Baqarah 256)
  2. Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba Nya supaya mengkafirkan, mengingkari, menjauhi dan menentang serta memerangi thogut dan beriman kepada Allah sahaja. (Majmuat Rasail Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab)
  3. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, thogut ialah: Setiap yang diperlakukan manusia dengan cara melampaui batas (yang telah ditentukan Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.
  4. Menurut Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab di dalam Majmuat Rasail nya, thogut ialah:
a. Syaitan yang menyeru kepada ibadah selain Allah.
b. Para pemimpin zalim yang meminda hukum-hukum Allah Taala.
c. Mereka yang berhukum dengan hukum yang lain daripada yang telah diturunkan oleh Allah.
d. Mereka yang mendakwa mengetahui ilmu ghaib selain Allah.
e. Segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia reda dengan peribadatan itu
(Yasin 36:60; An Nisa 4:60; Al Maidah 5:44; At Taubah 9:31; Al Jin 72:26-27; Al Anam 6:59)
Tuntutan Syahadah Lailahailallah
Syahadah lailahailallah mengkehendaki seseorang itu:
  1. Beribadah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah sahaja dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya.
  2. Menerima seluruh syariat Allah samada dalam urusan ibadah, mu’amalah mahupun halal dan haram.
  3. Menolak syariat selain daripada syariat Allah.
i. Menolak berhukum dengan selain daripada hukum/ peraturan/ perlembagaan/ undang-undang Allah sahaja (Al Maidah 5:44)
ii. Menolak bida’ah dan khurafat. (Asy Syura 42:21)
iii. Menolak Penghalal (Yang Menghalalkan) dan Pengharam (Yang Mengharamkan) selain daripada Allah. (At Taubah 9:31)
  1. Menetapkan asma’ dan sifat Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya, dan menafikan apa yang dinafikan oleh Allah dan Rasul Nya.
Pengertian Syahadah Muhammadur Rasulullah
Mengikrarkan dengan lisan, beriman di dalam hati bahawa Muhammad Rasulullah saw adalah utusan Allah kepada seluruh makhluk Nya.

Tuntutan Syahadah Muhammadur Rasulullah
Syahadah Muhammadur Rasulullah mengkehendaki seseorang itu:
  1. Mengimani dan membenarkan semua yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw. (Al A’raf 157-158)
  2. Mentaati perintah dan meninggalkan larangannya. (An Nisa’ 4:59; Al Anfal 8:13)
  3. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan Rasulullah saw. Kerana Islam itu dibangun diatas landasan beribadah kepada Allah sahaja dan dengan menggunakan syariat yang yang telah disunnahkan Rasulullah saw. (Al Ahzab 33:21)
Nawaqid Asy Syahadah (Pembatal Syahadah)

Empat Elemen Pembatal Syahadah
  • Syirik, iaitu:
  1. Beriman kepada Allah tetapi ia menjadikan sekutu bagi Allah pada kerajaan Nya dan pentadbiran makhluk-makhluk Nya, iaitu pada penciptaan, menghidupkan, memberikan rezeki, mematikan, memberikan mudharat dan memberikan manfaat. Contohnya ialah syiriknya orang-orang Kristian dan Majusi. (An Nisa’ 4:48; Al Furqan 25:2)
  2. Mensifati dirinya atau mensifati yang lainnya dengan sifat-sifat uluhiyyah. Sifat-sifat yang dimaksudkan itu ialah sifat-sifat yang khusus pada Allah. Termasuk disini ialah mereka yang menentang/ tidak mengakui salah satu sifat-sifat kesempurnaan Allah. (An Nazia’at 79:24; Asy Syuara’ 26:23; Al Furqan 25:60; Ar Ra’d 13:30)
  3. Memberikan apa-apa bentuk peribadahan kepada selain Allah. (An Nisa’ 4:36; Az Zumar 39:64-66)
  1. Kufur, iaitu tidak beriman kepada Allah dan Rasul Nya samada ia mendustakan atau tidak. Kufur terbahagi dua iaitu:
    1. Kufur Akbar, iaitu kufur yang menyebabkan seseorang itu terbatal terus Islamnya. Kufur Akbar terbahagi kepada lima bahagian iaitu:
i. Kufur Takzib iaitu mendustakan rasul tentang salah satu perkara yang dibawanya. (Fatir 35:25)
ii. Kufur Iba’ wa Istikbar ialah seperti kufurnya iblis, ia tidak menentang perintah Allah dan tidak pula menerima perintah Allah dengan pengingkaran tetapi kerana enggan dan rasa sombong ia tidak mahu melaksanakan perintah Allah. (Al Baqarah 2:34)
iii. Kufur Iradh iaitu berpaling (tidak ambil kisah) terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, tidak membenarkan dan tidak juga mendustakannya. (As Sajadah 31:22)
iv. Kufur Syak ialah ragu-ragu terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ia tidak yakin akan kebenarannya dan tidak juga yakin akan kedustaannya. (Ibrahim 14:9)
v. Kufur Jahud iaitu menentang secara keseluruhan apa yang diturunkan oeh Allah atau menentang sebahagiannya yang sudah jelas daripada dasar-dasar Islam. (An Naml 27:14; Al An’am 6:33)
    1. Kufur Asgar, iaitu kufur yang tidak mengeluarkan seseorang daripada Dienul Islam. Iaitu dosa-dosa besar yang dinyatakan sebagai suatu kekufuran di dalam Al Quran dan As Sunnah. Contohnya seperti kufur nikmat. (An Nahl 16:112)
  • Nifaq, iaitu seseorang yang menzahirkan/ menampakkan imannya di kalangan kaum Muslimin tetapi sebenarnya hatinya mendustakan dan mengkafirinya. Nifaq terbahagi kepada dua, iaitu:
  1. Nifaq Iktikadi menyangkut soal akidah. Mereka dihukumkan kafir Hanyasanya tidak diperlakukan sebagaimana orang-orang kafir lainnya kerana masih tidak memperlihatkan kekufurannya. (Al Munafiqin 63:1-3)
  2. Nifaq Amali pula hanya menyangkut soal amalan perbuatan seseorang yang hanya menyebabkan pelakunya menjadi fasiq dan bermaksiat namun tidak sampai kepada kufur. Ia tetap mempunyai iman, hanyasanya melakukan amalan yang berada pada cabang nifaq seperti mengkhianati amanah, berdusta/ berbohong dan mengingkari janji.
Selain itu, terdapat beberapa sifat munafiq yang agak menonjol iaitu:
a. Berbuat kerosakan di mukabumi dengan menyuburkan dan merosakkan syariat Allah dan menuduh orang-orang yang beriman sebagai bodoh. (Al Baqarah 2:11-13)
b. Menipu orang-orang beriman dengan menzahirkan keimanan semasa bertemu dengan mereka dan menzahirkan kekufurannya semasa bersama pendukung dan wali-walinya. (Al Baqarah 2:14)
c. Berpaling daripada berhukum kepada hukum dan syariat Allah dan menghalang-halangi manusia untuk melaksanakan hukum yang diturunkan oleh Allah. (An Nisa’ 60-61)
d. Memerintah yang mungkar dan mencegah yang ma’ruf. (At Taubah 9:67)
e. Menjadikan orang kafir sebagai wali (pemimpin, pendukung, kawan setia) dan meninggalkan orang-orang beriman. (An Nisa’ 4:138-139)
f. Memusuhi, membenci dan memerangi orang-orang beriman kerana Iman mereka dan berwali serta membantu orang kafir kerana kekufuran mereka. (Mujadilah 58:22; Al Buruj 85:8-10; Al Mu’minun 23:110-112)
  1. Riddah iaitu kembali kafir setelah beriman. Antara definasi riddah yang lain ialah:
a. Seseorang yang keluar daripada Islam dalam keadaan berakal, sedar dan tidak terpaksa.
b. Seseorang yang mengingkari dasar-dasar Islam.
c. Seseorang yang mengucapkan suatu perkataan yang jelas kufurnya.
d. Seseorang yang secara jelas melakukan amalan-amalan yang bertentangan dengan Islam dan manhajnya.
Pembahagian Riddah ada empat iaitu:
a. Riddah dengan ucapan. Contohnya ialah menghina Allah, Rasul Nya, Islam.
b. Riddah dengan perbuatan. Contohnya ialah sujud kepada berhala, pindah ke Darul Kufur (negara kafir), membela Darul Harbi (Negara Kafir yang sedang berperang dengan Islam) dan memerangi Syariat Islam dan menggantikannya dengan undang-undang kafir.
c. Riddah dengan i’tikad. Contohnya mensyirikkan Allah, mengingkari As Sunnah (hadis yang sahih) dan mendustakan Nabi Muhammad saw.
d. Riddah dengan keraguan. Contohnya meragui perkara yang telah jelas haram di dalam Al Quran dan meragui kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
Terdapat beberapa bentuk kemurtadan iaitu:
a. Menyandarkan hukum kepada selain Allah. (Al Maidah 5:44-47; Al Ahzab 33:36; Al An’am 6:57; An Nisa 4:60)
b. Benci terhadap Syariat Islam atau mengutamakan syariat lain selain Islam atau menganggap bahawa semua dien/ sistem hidup manusia yang lain sama dengan Islam (menyamaratakan). (Muhammad 47:8-9).
c. Mempermainkan atau merendah-rendahkan sebahagian Syariat Islam yang terdapat di dalam Al Quran atau As Sunnah dan syiar-syiar Islam lainnya.
d. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. (An Nahl 16:116-117; Yunus 10:59-60)
e. Beriman kepada Al Quran dan menolak As Sunnah. (An Nisa 4:150)
f. Menjadikan orang kafir, munafik dan atheis (tidak beragama) sebagai pemimpin. (Al Maidah 5:51; At Taubah 9:23)
g. Mempermainkan sifat Rasulullah saw atau pekerjaan Beliau.
h. Menganggap kandungan Al Quran bertentangan dengan realiti kehidupan atau bertentangan dengan apa yang sebenarnya berlaku atau bertentangan dengan fakta sains. (Ar Ra’d 13:37)
i. Mensifati sifat-sifat Allah dengan sifat yang tidak sesuai dengan keagungannya.
j. Fanatik terhadap puak/ bangsa/ negara dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupannya malah sanggup mencurahkan apa sahaja samada usaha atau wang untuk kepentingan golongannya hingga melupakan diennya (Islam).
k. Mengangkat ideologi nasionalisme dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupan.

pra syarat pengakuan keimanan
Setiap Muslim mengetahui bahawa kunci kepada syurga adalah kalimah, ‘Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah’. Namun terlalu ramai Muslim yang dengan mudah bergantung kepada pernyataan ini dan percaya bahawa sekiranya mereka melafazkannya, tiada apa yang buruk akan menimpa mereka. Mereka merasakan mereka akan dianugerahkan dengan syurga semata-mata kerana melafazkan kalimah Syahadah ini. Sebenarnya, memang tidak perlu dipersoalkan bahawa sekadar melafazkan, ‘Aku Menyaksikan Bahawa Tiada Ilah Yang Layak Disembah Melainkan Allah dan Aku Menyaksikan Bahawa Muhammad itu Hamba Dan Rasul-Nya’, adalah tidak memadai. Malah, orang-orang Munafiq juga telah melafazkan kalimah Syahadah dan Allah swt menyatakan bahawa mereka adalah pendusta dan akan menduduki neraka yang paling dalam. Namun begitu, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama’, kalimah atau pernyataan ini adalah kunci syurga. Wahab bin Munabbih pernah ditanya, Bukankan pernyataan Lailahailallah itu kunci syurga? Beliau telah menjawab, Benar, tetapi setiap kunci mempunyai mata-matanya. Sekiranya kamu datang dengan kunci yang mempunyai mata yang betul, pintu itu akan terbuka buatmu. Tetapi sekiranya anak kuncimu tidak mempunyai mata yang betul, pintu itu tidak akan terbuka untukmu. Maksudnya di sini, ada pra syarat yang diperlukan. Pra syarat inilah yang membezakan antara mereka yang mendapat manfaat daripada pernyataan mereka dengan mereka yang tidak mendapat manfaat tersebut, walau sebanyak mana sekalipun mereka membuat pernyataan tersebut.

Sebelum membincangkan pra syarat kalimah Syahadah, saya merasakan bahawa ada satu perkara yang perlu saya jelaskan. Ramai orang gemar mengambil satu hadis atau satu ayat dan kemudiannya, berpandukan satu ayat itu semata-mata, mereka akan membuat kesimpulan seperti, sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah akan memasuki syurga. Sepatutnya kita semua sedar bahawa keseluruhan Al Quran dan hadis itu saling melengkapi dan menerangkan satu sama lain. Untuk menentukan kedudukan sebenar sesuatu persoalan, seseorang itu perlu mengambil kira semua ayat dan hadis yang berkenaan dan kemudian barulah menentukan apakah pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perkara tersebut. Begitu jugalah dalam memahami pra syarat pernyataan kalimah Syahadah itu.

Sekiranya kita mengkaji ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw, kita akan mendapati bahawa terdapat tujuh, lapan atau sembilan (bergantung kepada bagaimana kita melihatnya) syarat-syarat kalimah Syahadah. Adalah sangat penting untuk kita memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat ini dalam kehidupan kita dan dalam pengakuan keimanan kita. Kita perlu berusaha bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat-syarat ini sebelum terlambat bilamana pengakuan keimanan kita tidak akan memanfaatkan kita lagi. Ianya bukanlah sekadar untuk mengajarkan syarat-syarat ini. Malah, tidak ada manfaatnya di situ melainkan kita semua memeriksa (muhasabah) akan diri kita dan memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat tersebut semoga, dengan rahmat Allah swt, pintu-pintu syurga akan terbuka untuk kita menerusi kunci Lailahailallah kita.

syarat pertama: ilmu
Seseorang mesti mempunyai ilmu asas dan am tentang apa yang dimaksudkan oleh kalimah Syahadah. Seseorang mesti memahami apakah yang ditegaskan oleh kalimah Syahadah dan apakah yang dinafikannya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Maka ketahuilah, bahawa sesungguhnya tidak ada Ilah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu... (Muhammad 47:19).
Begitu juga sabda Rasulullah saw, Sesiapa yang meninggal dunia mengakui bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).

Sebenarnya, kalimah Syahadah itu adalah sebuah pengakuan ataupun ikrar. Apabila seseorang berikrar akan sesuatu, dia harus mengerti dan memahami tentang apa yang diikrarkannya itu. Jelas sekali, berikrar tentang sesuatu yang tidak diketahui (tidak mempunyai ilmu tentangnya) adalah tidak dapat diterima sama sekali.

Firman Allah SWT di dalam Al Quran, ...melainkan orang yang mengakui yang hak dan mereka mengetahuinya (Al Zukhruf 43:86).

Syarat ini mungkin kelihatan begitu jelas. Sekiranya seseorang berkata kepadamu, Tiada Ilah Melainkan Allah, dan kemudian menjelaskan bahawa yang dimaksudkannya dengan Allah ada Isa, tentu sekali akan kita katakan Maka bayangkanlah bahawa masih ada umat-umat Islam yang merayakan perayaan tahunan untuk ‘Tuhan-Tuhan (semangat) Laut umpamanya! Namun begitu mereka berterusan menggelar diri mereka Muslim dan melafazkan kalimah Syahadah berkali-kali sehari. Ini jelas menunjukkan bahawa mereka tidak memahami langsung akan maksud Syahadah (pengakuan) itu sendiri. Adakah pada pemikiranmu, Syahadah sebegini akan membuka pintu-pintu Syurga untuk mereka? Pada hari ini, ramai Muslim yang hairan memikirkan mengapa kita tidak sepatutnya menerima sekularisme. Mereka memikirkan bahawa tiada apa yang salah dengan sekularisme! Ramai di antara mereka, malah, bersembahyang lima waktu sehari semalam dan melafazkan Syahadah berulangkali. Namun mereka tidak melihat apa-apa kesalahan dalam menerima Pemberi Undang-Undang selain Allah SWT. Syahadah (pengakuan) jenis apakah yang dilakukan oleh mereka ini? Setiap daripada kita mesti berusaha sedaya-upaya untuk belajar sekurang-kurangnya asas-asas keimanan dalam Islam. Dengan cara ini, Inshaallah, kita akan membuat pengakuan Syahadah yang benar. Kita akan menyaksikan akan kebenaran sebagaimana kita sepatutnya menyaksikan akannya.

syarat kedua: yakin

Ini adalah lawan kepada curiga dan ragu-ragu. Di dalam Islam, sebarang bentuk keraguan boleh membawa kepada Kufur atau tidak beriman. Kita mesti, di dalam hati-hati kita, mempunyai keyakinan yang sepenuhnya akan kebenaran Syahadah itu. Hati-hati kita janganlah berdolak-dalik walau sedikitpun apabila kita menyaksikan akan kebenaran, Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah. Allah swt menggambarkan orang-orang yang beriman di dalam Al Quran sebagai mereka yang mempunyai keimanan kepada Allah dan hati-hati mereka tidak sedikitpun merasa ragu-ragu.

Firman Allah swt, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (Al Hujuraat 49:15).
Demikian juga, Rasulullah saw bersabda, Tidak ada sesiapa yang bertemu dengan Allah dengan pengakuan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan aku Rasul Allah, dan dia tidak mempunyai sedikit keraguan pun dengan kenyataannya itu, melainkan dia akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).
Sesungguhnya, Allah swt menggambarkan para munafiq itu sebagai mereka yang hati-hatinya ragu-ragu. Contohnya, Allah swt berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (untuk tidak menyertai Jihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dah hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, kerana itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya (At Taubah 9:45)

Ramai ulama’ telah menyatakan bahawa penyakit-penyakit hati itu, atau keraguan dan kecurigaan yang seseorang benarkan menempati hatinya, adalah lebih berbahaya kepada keimanan seseorang itu daripada nafsu dan keinginan. Ini adalah kerana nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan itu boleh dihilangkan pada satu-satu masa. Kemudiannya, seseorang itu jelas mengetahui bahawa ianya telah berdosa lantas dia boleh mengawal dirinya, bertaubat dan meninggalkan amalan-amalan yang keji itu. Akan tetapi, keraguan dan kecurigaan akan terus menempati hati sseorang, tanpa apa-apa penawar, hinggalah seseorang itu meninggalkan Islam terus atau berterusan sebagai seorang Muslim, tetapi pada hakikatnya, hatinya masih tidak beriman sepenuhnya. Penawar yang paling mujarab untuk keraguan dan kecurigaan ini adalah dengan menuntut ilmu tentang Al Quran dan As Sunnah lah kebanyakan daripada keraguan dan kecurigaan ini dapat dihilangkan.

Melalui pengajian dan pemahaman, seseorang akan beroleh kepastian. Kemudiannya, dengan pengajian dan pembelajaran yang berterusan, kepastian seseorang itu akan bertambah kuat dan tegas. Saya akan berikanmu satu contoh tentang hakikat ini. Ianya berkenaan dengan segala keraguan, kecurigaan dan salah faham yang berleluasa tentang kesahihan hadis-hadis. Contohnya, ada orang-orang Islam yang mengatakan bahawa hadis-hadis tidaklah dicatatkan sehingga sekurang-kurangnya 200 tahun selepas kewafatan baginda Rasulullah SAW. Malah, terdapat ramai orang Islam yang mempunyai banyak keraguan terhadap hadis dan dengan pantas menolak hadis-hadis berlandaskan perkara ini. Sedangkan, pada kenyataannya, sekiranya seseorang itu memperuntukkan masa untuk mengkaji sejarah dan usaha menjaga hadis-hadis, beliau akan mendapati bahawa semua tuduhan-tuduhan terhadap hadis-hadis itu adalah tidak berasas sama sekali. Tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah sekadar pendustaan yang lahir dari syaitan dan ramai Muslim yang kurang pemahaman dan ilmunya telah membiarkan pendustaan ini menempati hati-hati mereka. Izinkan saya ulaskan sedikit lagi tentang syarat Yakin ini. Seperti yang telah saya katakan sebelum ini, keraguan dan salah faham adalah sangat merbahaya terhadap iman seseorang. Keraguan dan kecurigaan boleh membawa kepada murtad seperti yang dibincangkan sebelum ini. Oleh kerana itu, setiap Muslim mestilah berusaha sedaya-upaya untuk memelihara dirinya daripada keraguan sebegitu dan sentiasa menjauhkan dirinya dari sumber-sumber keraguan dan kecurigaan itu; lebih-lebih lagi sekiranya dirinya tidak mempunyai asas-asas keilmuan Islam yang kuat dan tidak mempunyai ilmu untuk menyanggah keraguan, kecurigaan dan salah faham tersebut. Oleh yang demikian, sekiranya seseorang itu punya kenalan atau rakan, walaupun rakannya itu Muslim, yang sentiasa membuatkan beliau ragu-ragu akan Allah swt dan Dien ini, maka beliau harus menjauhkan diri daripada individu tersebut demi menjaga Dien dan imannya. Ramai dari kalangan Muslim pada hari ini belajar kursus-kursus Islam yang diajar oleh para orientalis dan disebabkan oleh latarbelakang keislaman mereka yang longgar, mereka dengan mudah terpengaruh dengan perkara-perkara karut yang diajarkan oleh sesetengah daripada para orientalis ini atas nama 'sains'. Begitu juga, ramai daripada umat Islam hari ini menghabiskan masa berjam-jam di dalam 'newsgroups' dan 'bulletin boards' menerusi computer (internet). Sekali lagi, dia yang cetek ilmu Islamnya akan dengan mudah terpengaruh dengan salah faham dan hujah-hujah palsu yang dibacanya dari sumber-sumber sedemikian. Dia sepatutnya menjauhkan diri dari perkara-perkara sedemikian dan berusaha mendapatkan ilmu Islam yang mendalam menerusi sumber-sumber yang sahih tentang Islam. Sekali lagi, penawar yang paling mujarab untuk menghilangkan keraguan dan salah faham ini, setelah dirahmati dan diberi petunjuk oleh Allah SWT, adalah ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam. Apabila seseorang itu punya ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam, beliau tidak akan terpengaruh dengan hujah-hujah yang palsu lagi lemah yang didatangkan oleh musuh-musuh Islam dan beliau, insha-Allah, akan menjadi dari kalangan yang digambarkan di dalam Al Quran, ...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya hanyalah ulama’ (Faathir 35:28).

syarat ketiga: penerimaan (Al Qabool)

Sekiranya seseorang itu telah mempunyai ilmu dan keyakinan akan Syahadah itu; ini mesti diikuti pula dengan penerimaan, dengan lidah dan juga tuntutan Syahadah tersebut. Sesiapa yang enggan menerima Syahadah itu serta tuntutannya, walaupun dia mempunyai ilmu yang Syahadah itu benar dan yakin dengan kebenaran itu, maka dia adalah seorang yang tidak beriman (kafir). Keengganan untuk menerima itu mungkin disebabkan oleh rasa bongkak, irihati atau lain-lain. Walauapapun sebabnya, Syahadah itu bukanlah Syahadah yang sejati tanpa penerimaan yang tidak berbelah-bagi. Para ulama’ semuanya mengulas tentang syarat ini secara am seperti yang telah saya nyatakan di atas. Akan tetapi, ia juga mempunyai perincian-perincian yang mesti kita sedari. Orang-orang yang beriman menerima dengan sepenuhnya segala tuntutan Syahadah itu. Ini juga bermaksud, mereka beriman dengan segala yang termaktub di dalam Al Quran atau yang dinyatakan oleh Rasulullah saw, tanpa mempersoalkan hak untuk memilih apa yang ingin dipercayai dan apa yang ingin ditolak.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Apakah kamu beriman kepada sebahagian al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah daripada apa yang kamu perbuat (Al Baqarah 2:85).

Ini adalah satu aspek yang mesti disedari oleh orang-orang Islam. Walaupun ia tidaklah sama seperti penolakan sepenuhnya untuk menerima kebenaran, tetapi dengan menolak sebahagian daripada kebenaran yang datangnya daripada Allah SWT, seseorang itu juga telah menafikan penyaksian keimanannya. Malangnya, pada hari ini, ramai orang-orang Islam melakukan penolakan ini dengan pelbagai cara. Walaupun bukan semuanya boleh dikira sebagai murtad, perkara-perkara ini tetap sangat membahayakan. Contohnya, sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sepotong ayat di dalam Al Quran, mereka dengan mudah menafsir semula ayat tersebut agar sesuai dengan apa yang mereka sukai. Sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sebuah hadis, mereka lantas menyatakan bahawa hadis tersebut adalah tidak sahih walaupun mereka sebenarnya bukanlah ulama’ di dalam bidang tersebut. Perlakuan serta sikap sebegini adalah merupakan perlakuan dan sikap yang berlawanan dengan perlakuan dan sikap Muslim sejati. Apa-apa sahaja yang datang daripada Allah swt dan Rasul Nya saw, seorang Muslim sejati akan beriman dengannya. Inilah sikap yang seiringan dengan pengakuan keimanan.

syarat keempat: penyerahan, tunduk dan patuh

Syarat ini bermaksud perlaksanaan Syahadah kita melalui amalan zahir tubuh badan. Malah, ini adalah merupakan satu daripada maksud terpenting perkataan Islam itu sendiri, Tunduk dan patuh kepada kehendak dan perintah Allah.

Inilah yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam Al Quran, Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi) (Az Zumar 39:54).
Allah swt telah memuji mereka yang tunduk patuh kepada perintah Nya melalui amalan mereka.

Firman Allah swt, Dan siapakah yang lebih baik Diennya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan... (An Nisa 4:125).

Sebenarnya, jelas sekali Allah swt telah menjadikan penyerahan (tunduk dan patuh) seseorang itu kepada perintah Nya dan Rasul Nya sebagai satu syarat keimanan.

Firman Allah swt, Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah saw) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak meresa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa 4:65)

Malang sekali, terdapat kini banyak kenyataan-kenyataan bahawa tidak ada hubung-kait di antara iman dengan amalan. Malah kita boleh mendengar seorang Muslim mengata tentang seorang lagi, Dialah orang Islam yang paling baik pernah saya temui, sedangkan orang itu jarang sekali mengamalkan apa-apa amalan Islam. Pemahaman yang salah tentang keimanan ini telah menjalar dengan teruk ke segenap rantau Islam. Sepatutnya Syahadah atau pengakuan keimanan kita itu mesti dilaksanakan atau diterapkan di dalam hati, lidah dan amalan kita. Di dalam hati kita, kita mesti mencintai Allah swt, takutkan Allah swt dan pada masa yang sama menaruh penuh pengharapan kepada Allah swt. Dengan lidah kita, kita mesti menyaksikan atau mengakui Syahadah itu. Dan akhir sekali dengan amal kita, kita mesti mengamalkan apa yang dituntut oleh pengakuan keimanan itu. Sesiapa yang mengaku dirinya Muslim akan tetapi tidak melaksanakan apa-apa amalan, bermakna dia tidak memahami apa itu Islam samasekali ataupun dia sendiri sebenarnya membuktikan bahawa pengakuan keimanannya itu bukan pengakuan keimanan yang benar dan sejati. Ini bukanlah bermakna seorang yang benar-benar beriman bebas sama sekali daripada dosa. Sebenarnya, seseorang yang benar-benar beriman pun tidak bebas daripada dosa. Namun selagi mereka mengakui bahawa apa yang mereka lakukan itu salah dan ianya tidak seiring dengan kewajiban mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt, maka mereka tidaklah membatalkan kesempurnaan pengakuan keimanan atau pun Syahadah mereka. Namun, jangan dilupa, mereka tetap berdosa. Maka apakah tahap penyerahan yang minima yang dituntut daripada seseorang; yang sekiranya tidak ada pada tahap ini (sekurang-kurangnya) maka tidaklah layak pengakuan keimanan. Sekiranya diambil pandangan para ulama’ yang berpendapat bahawa meninggalkan sembahyang itu kufur, ia adalah sembahyang lima waktu sehari semalam. Sesiapa yang tidak melaksanakan sekurang-kurangnya sembahyang lima waktu sehari semalam maka dia telah melanggar had yang dapat diterima dalam kekurangan amalan. Sesungguh Allah Maha Mengetahui.

syarat kelima: jujur

Jujur adalah sebagai lawan kepada sikap berpura-pura (munafiq) dan tidak jujur. Ini bermakna apabila kita melafazkan kalimah Syahadah, kita melafazkannya dengan penuh kejujuran. Kita benar-benar bermaksud akan apa yang dilafazkan itu. Kita tidak menipu dalam soal pengakuan keimanan.

Rasulullah SAW telah bersabda, Tidak ada sesiapa yang mengaku bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dengan ikhlas dari hatinya, melainkan Allah menjadikan api neraka itu haram baginya. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kita tentu mengetahui tentang mereka yang melafazkan kalimah Syahadah akan tetapi mereka tidak melakukannya dengan jujur. Mereka tidak mempercayainya, akan tetapi mereka hanya melafazkannya untuk menjaga keselamatan diri mereka ataupun untuk memperolehi apa-apa ganjaran. Mereka inilah golongan munafiq.

Allah swt telah menerangkan tentang golongan ini di dalam Al Quran seperti berikut, Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sedar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka dusta (Al Baqarah 2:8-10).

Jelas sekali pengakuan Syahadah mereka yang menjadi Muslim semata-mata untuk memperolehi ganjaran duniawi dan bukan kerana mereka benar-benar percayakan Islam akan ditolak oleh Allah swt di Hari Kebangkitan nanti. Mereka akan dihadapkan dengan azab yang pedih kerena penipuan mereka.

syarat keenam: ikhlas

Maksudnya, apabila kita membuat pengakuan Syahadah itu, kita mesti melakukannya semata-mata kerana Allah swt. Kita tidak boleh melakukannya atas apa-apa sebab yang lain. Begitu juga kita tidak boleh melaksanakannnya kerana orang lain. Dalam soal ini, maksud ikhlas itu adalah lawan kepada Syirik ataupun menyekutukan Allah swt. Kita menjadi Muslim dan berkekalan sebagai Muslim semata-mata kerana Allah swt.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, ...Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya (Az Zumar 39:2).

Allah swt juga berfirman, Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) Dien dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah Dien yang lurus. (Al Baiyyinah 98:5).

Rasulullah SAW juga bersabda, Allah telah mengharamkan api neraka ke atas sesiapa yang mengatakan, Tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dan dia mengatakan begitu mengharapkan wajah [dan keredaan] Allah. (Hadis Riwayat Muslim).

Ini adalah sesuatu yang perlu kita fikirkan terutamanya, mereka yang dibesarkan di dalam keluarga Muslim dan dilahirkan sebagai seorang Islam. Kita mesti benar-benar jelaskan kepada diri kita bahawa kita menjadi Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Kita bukan menjadi Muslim demi ibubapa kita, rakan-rakan, keluarga ataupun masyarakat. Ia mestilah benar-benar jelas dalam pemikiran kita bahawa kita adalah Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Namun, sesekali kita akan terfikir sama ada syarat ini dipenuhi oleh kebanyakan orang. Sesetengah orang dari rantau Islam hanya melaksanakan Islam sekadar yang memuaskan hati keluarga mereka. Sekiranya ada apa-apa di dalam Islam yang tidak disukai oleh keluarga mereka (walaupun sebenarnya keluarga mereka juga Muslim lantas perlu menyukai Islam keseluruhannya), lantas mereka tidak melaksanakan aspek Islam tersebut. Salah satu contoh yang biasa adalah dalam soal pergaulan lelaki dan perempuan. Kadang-kadang, seseorang itu tidak akan bergaul secara bebas dengan lelaki/ perempuan yang bukan mahramnya. Akan tetapi, apabila dia pulang ke rumah dan keluarganya tidak menyukai sikap sedemikian, maka mereka dengan mudah meninggalkan tuntutan Islam tersebut demi ibubapa dan keluarga. Orang-orang sebegini harus bertanya dengan ikhlas pada diri mereka, mengapa mereka seorang Muslim. Adakah mereka Muslim demi ibubapa mereka lantas mereka lakukan apa yang ibubapa mereka sukai dan tinggalkan apa yang ibubapa mereka tidak sukai? Ataupun, adakah mereka Muslim demi Allah swt lantas apa yang Allah sukai mereka lakukan dan apa yang Allah tidak sukai mereka tinggalkan?

syarat ketujuh: cinta

Maksudnya di sini, seseorang yang beriman mesti mencintai Syahadah itu, perasaan cinta (kesukaan) nya mesti lah berlandaskan Syahadah, dia mencintai tuntutan dan kesan-kesan Syahadah dan dia juga mencintai mereka yang beramal dan bekerja keras demi Syahadah ini. Ini adalah syarat yang mesti ada di antara syarat-syarat Syahadah. Sekiranya seseorang itu membuat pengakuan Syahadah tetapi tidak mencintai Syahadah itu dan apa yang dimaksudkannya, maka sebenarnya imannya tidaklah sempurna. Ini bukanlah keimanan yang sejati. Malah sekiranya dia mencintai sesuatu lebih daripada Syahadah ini ataupun dia mencintai sesuatu lebih dari Allah swt, maka dia telah batalkan Syahadahnya itu. Orang yang benar-benar beriman, yang memenuhi semua syarat-syarat Syahadah itu tidak akan meletakkan sesuatu apapun setaraf dengan Allah dari segi cintanya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah... (Al Baqarah 2:165).
Dan di bahagian lain Allah swt berfirman, Katakanlah: 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 9:24).

Rasulullah saw telah bersabda, Sesiapa yang mempunyai tiga sifat ini telah merasai kemanisan iman. [Yang pertama] adalah bahawa dia mencintai Allah dan Rasul Nya lebih daripada dia mencintai sesuatu yang lain...." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ini adalah salah satu daripada aspek yang terpenting di dalam Islam, namun, atas sebab-sebab tertentu, ianya tidak wujud di dalam kehidupan ramai orang Islam. Mereka melaksanakan sesuatu di dalam Islam seolah-olah Islam itu merupakan satu tugasan bukannya atas rasa cinta kepada Allah swt. Apabila Allah swt memerintahkan kita supaya melakukan sesuatu, seperti menjadi saksi kepada keimanan itu, kita mesti menyedari bahawa perkara itu adalah disukai oleh Allah swt, lantas atas perasaan cinta kita kepada Allah swt, kita sepatutnya berasa sangat gembira untuk melaksanakan amalan yang disukai oleh Allah swt. Akan tetapi, seperti yang telah saya katakan, perasaan ini semakin menghilang daripada ramai orang-orang Islam masa kini

syarat kelapan: menafikan ilah selain allah

Walaupun ianya sangat jelas menerusi perkataan-perkataan di dalam kalimah Syahadah itu, ia masih kelihatan tidak jelas kepada kebanyakan orang yang membuat pengakuan Syahadah ini. Oleh itu, saya akan membincangkannya di sini Di dalam surah al-Baqarah, Allah swt telah mengingatkan kita dengan jelas akan aspek Syahadah yang penting ini. Syahadah itu bukanlah semata-mata suatu Pengakuan tetapi ia adalah kedua-duanya, Pengakuan dan Penafian.
Firman Allah swt, ...Kerana itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syaitan dan apa sahaja yang disembah selain Allah swt) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus... (Al Baqarah 2:256).
Malah Rasulullah saw juga menjelaskan perkara ini apabila baginda menyatakan Sesiapa yang mengatakan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan menafikan segala yang disembah melainkan Allah, maka harta dan jiwanya dijaga dan perhitungan adalah dengan Allah (Hadis Riwayat Muslim).

Walaupun syarat ini sepatutnya jelas sekali kepada sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah, kita masih boleh melihat Muslim yang melafazkan kalimah Syahadah tetapi kemudiannya melakukan amalan yang termasuk dalam maksud penyembahan untuk sesuatu selain daripada Allah swt. Kita boleh melihat mereka pergi ke kubur-kubur dan menyembah penghuninya. Mereka akan melaksanakan amalan-amalan peribadatan, bukan untuk Allah swt, tetapi untuk 'wali-wali' yang telah meninggal dunia itu. Syahadah jenis apakah yang dibuat oleh mereka ini? Adakah Syahadah mereka akan bermakna di Hari Perhitungan selagi mana mereka percaya bahawa amalan peribadatan boleh dilaksanakan untuk selain daripda Allah SWT?

syarat kesembilan: setia padanya hingga akhir hayat

Ini adalah satu kemestian untuk Syahadah itu bermakna kepadamu di akhirat nanti. Kita tidak boleh bergoyang kaki dan berharap pada apa yang kita lakukan pada masa lalu. Tidak, malah, Syahadah itu mestilah menjadi panji dirimu sehinggalah kematianmu.
Rasulullah saw telah bersabda, Seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Syurga dan kemudiannya dia dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Neraka. Dan seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan kemudiannya dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).
Dalam Hadis yang lain Rasulullah saw telah bersabda, Demi Dia yang tidak ada Ilah melainkan Nya, seorang dari kamu melakukan amalan-amalan Syurga sehingga hanyalah sedepa diantara dia dan Syurga dan kemudiannya buku itu (qada' dan qadar) menentukannya dan dia melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan diapun memasukinya (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dan Firman Allah swt di dalam Al Quran, Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran 3:102).

kesimpulan pra syarat pengakuan keimanan
Saudara-saudaraku sekalian, inilah syarat-syarat Syahadah itu. Ini adalah aspek-aspek Syahadah yang perlu setiap dari kita lihat dalam diri kita dan bertanya pada diri kita, Adakah Syahadahku memenuhi syarat-syarat dan tuntutan-tuntutan ini? Adakah aku melafazkannya dengan penuh keikhlasan, kejujuran dan rasa cinta pada Allah swt? Adakah aku melafazkannya berdasarkan maksudnya yang sebenar? Adakah aku benar-benar menafikan thoghut?....
Soalan-soalan ini perlu kita tanyakan pada diri kita sekarang, sebelum kita dihadapkan di hadapan Allah swt. Inshaallah, kita tanyakan soalan-soalan ini pada diri kita dan semoga kita mendapat semua jawapan yang tepat. Ataupun, jika kita melihat apa-apa kelemahan, kita akan berusaha untuk menghilangkan kelemahan itu. Mudah-mudahan, dengan rahmat Allah swt, di hari akhirat nanti, Syahadah kita akan menjadi kunci-kunci kita ke syurga dan pintu-pintu syurga akan terbuka luas untuk kita dan kita dapat hidup selama-lamanya dalam kenikmatan yang Allah swt kurniakan di syurga, dan Allah swt reda akan kita.

Sekali lagi, soalnya bukanlah kita sekadar mengetahui akan syarat-syarat ini. Malah, kita boleh bertemu dengan ramai Muslim yang menghafal syarat-syarat ini, akan tetapi apibila dilihat akan amalan dan sikap mereka, jelas sekali syarat-syarat ini tidak membuahkan apa-apa kesan ke atas mereka. Ini bermakna, tidak kira sebaik mana dia mengetahui dan menghafal akan syarat-syarat ini, dia sebenarnya belum menyempurnakannya. Sesungguhnya, pengetahuannya itu akan menjadi saksi ke atasnya nanti kerana dia jelas sekali mengetahui akan syarat-syarat yang mesti disempurnakannya akan tetapi dia telah tidak menyempurnakannya semasa hidupnya.
Wallahu'alam bis showab!

SYAHADAH


muqaddimah
  1. Sudah menjadi dasar bagi pengikut manhaj Ahli Sunnah Wal Jamaah untuk memahami dan mengaplikasikan makna dan hakikat syahadah secara syumul (menyeluruh).
  2. Syahadah merupakan masalah yang sangat asas dalam Dienul Islam. Oleh kerana itu tidak dibenarkan bagi seseorang muslim untuk berpura-pura jahil terhadap ketentuan tersebut. Disamping itu kalimah syahadah adalah kalimah tauhid yang sekaligus memiliki satu pernyataan khusus tentang sebuah kepasrahan diri (penyerahan diri) daripada segala bid'ah dan kesyirikan, baik yang berkaitan dengan aturan Allah ataupun Rasul Nya.
  3. Maka untuk memahaminya, sebuah kajian kritis menurut tinjauan nas dan dalil syarie yang tetap/ konstan (tsabit) dan qot'ie amat diperlukan (kerana perkara ini bukan persoalan ijtihadiyah). Hal ini diperlukan dalam rangka menghindari fitnah syubhat dan syahwat dalam beribadah yang pada masa ini dilakukan oleh majoriti kaum muslimin. Bukti konkrit akibat kejahilannya tidak sahaja akan mampu menelorkan warna kebatilan, kehinaan dan kezaliman bahkan juga perpecahan.
  4. Oleh kerana itu Doktor Safar Al Hawaly telah menulis di dalam bukunya, ‘Sekularisme’ bahwa sekularisme sendiri pun yang sekarang ini telah berkembang pada sekelompok umat Islam, tidak lain adalah kerana kekerdilan pemahaman terhadap nilai aqidah (Kalimah Tauhid).
  5. Melihat betapa pentingnya perkara diatas, maka hasil daripada pemahaman tersebut bukanlah hanya sekadar perkataan dan doktrin sahaja, tanpa sebuah perealisasian. Berbeza dengan pemahaman yang sering ditunjukkan oleh pelbagai firqah dan aliran sesat seperti khawarij, murjiah, kaum tarikat, sufi dan sebagainya.
  6. Maka disinilah bermulalah titik permulaan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam majmu'nya bahwa: Dien ini dibangunkan atas dasar kalimah syahadah, oleh kerana itu janganlah kamu menjadikan Ilah selain Allah, mencintai makhluk sebagaimana cintanya terhadap Allah, berharap dan takut sebagaimana takut dan berharapnya anda kepada Allah dan barangsiapa yang menyamakan antara makhluk dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim/ kafir kepada Nya, sekalipun dia mengakui Allah sebagai Al Khaliq (Maha pencipta).
Pengertian Asyhadu
  1. Menyaksikan (Al Hajj 22:28)
  2. Sumpah (An Nisa’ 4:15)
  3. Bersaksi (Al Munafiqun 63:1)
Pengertian Ilah

  1. Sesuatu yang layak diibadahi (disembah) dengan penuh ketaatan. (Ibnu Taimiyyah)
  2. Sesuatu yang dicenderungi dan diwala’ (dicintai, berpihak, menyokong) oleh hati dengan penuh kecintaan, keagungan, kemulian, tunduk dan patuh serta takut dan penuh pengharapan. (Ibnu Qayyim)
  3. Sesuatu yang:
a. Tidak ada yang mententeramkan hati kecuali Allah. (Ar Ra’d 13:26)
b. Tidak ada tempat berlindung kecuali Allah.(Asy Syura 42:9)
c. Tidak ada yang dicintai kecuali hanya Allah. (At Taubah 9:24)
d. Tidak ada yang diibadahi kecuali Allah. (Al Fatihah 1:4)
e. Tidak ada yang ditaati kecuali Allah. (An Nisa 4:59)
f. Tidak ada pemilik atau raja kecuali Allah. (Ali Imran 3:32)
g. Tidak ada yang diagungkan kecuali Allah. (Al Waqiah 56:96)
h. Tidak ada yang harus dipegang teguh kecuali Allah. (An Nisa 4:176)
i. Tidak ada penguasa kecuali Allah. (Al Anam 6:61)
j. Tidak ada sumber hukum kecuali Allah. (Asy Syura 42:10)
(Ustaz Said Hawa)
  1. Sesuatu yang dijadikan ma’bud (yang diibadahi)
Peranan dan Fungsi Syahadah
  1. Merupakan dasar bernilainya Dienul Islam. (Ibrahim 14:24-26)
  2. Merupakan pembeza antara Muslim dan Kafir.
  3. Merupakan syarat mutlak masuk jannah/syurga.Telah bersabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang bersyahadah tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, maka Allah mengharamkan jasadnya untuk disentuh api neraka. (Hadis Riwayat Muslim)
  1. Merupakan kunci atau syarat diterima sesuatu ibadah/ amalan. (Al Furqan 25:23)
  2. Merupakan syarat untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw pada hari kiamat.
Telah bersabda Rasulullah saw: Manusia yang paling beruntung mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah barangsiapa yang mengatakan ‘lailahailallah’ secara ikhlas dari hati dan jiwanya. (Hadis Riwayat Bukhari)
  1. Merupakan syarat jaminan perlindungan harta, jiwa dan kehormatan manusia.
Peringkat-Peringkat Syahadah

  1. Ada pengetahuan dan keyakinan atas kebenaran dan ketetapan apa yang disaksikan (syahadah).
  2. Mengikrarkan syahadah dengan disaksikan orang lain dengan berbicara, menulis atau berkata pada diri sendiri.
  3. Memberitahu, mengkhabarkan dan menjelaskan persaksian orang-orang lain.
  4. Iltizam terhadap kandungan syahadah.
Syarat-Syarat Sah Syahadah

Syaikh Wahhab bin Munabbih pernah ditanya, “Bukankah syahadah lailahailallah itu merupakan kunci jannah? Beliau menjawab, “Benar, tetapi tidak ada kunci melainkan ia pasti memiliki gerigi. Apabila engkau datang membawa kunci yang ada geriginya, maka jannah itu akan terbuka bagimu. Namun jika tidak, maka ia akan tetap tertutup bagimu.” (Riwayat Bukhari). Gerigi yang dimaksudkan itu ialah syarat-syarat syahadah Berikut merupakan syarat-syarat syahadah (oleh Al Qohthoni, Al Wala’ Wal Bara’):

  1. Al Ilmu, iaitu mengetahui makna syahadah dan apa sahaja yang dinafi atau diithbatkan (ditetapkan). (Muhammad 47:19)
  2. Al Yaqin, iaitu yakin tanpa ragu-ragu dengan sebenarnya semua yang terkandung dalam syahadah tersebut. (Al Hujurat 49:15)
  3. Al Qobul, iaitu menerima seluruh kandungan syahadah dengan hati dan lisan tanpa meninggalkan sesuatu tuntutan pun. (As Saffat 37:35-36)
  4. Al Inqiyad, iaitu tunduk dan patuh dalam mengaplikasikan keseluruhan tuntutan syahadah tanpa keberatan sedikitpun. (An Nisa’ 4:65; An Nisa’ 4:125; Luqman 31:22)
  5. As Sidqu, iaitu mengucapkan syahadah dari lubuk hati yang benar-benar jujur dan benar. (Al Ankabut 29:1-3)
  6. Al Ikhlas, iaitu mengikhlaskan amal dan niat hanya untuk Allah sahaja tanpa dicemari oleh kotoran-kotoran syirik. (Al Bayyinah 98:5)
  7. Al Mahabbah, iaitu menyintai seluruh kandungan syahadah dan apa sahaja yang menjadi tuntutannya serta menyintai orang-orang yang beriltizam dan komitmen dengan kalimah syahadah serta membenci hal-hal yang membatalkan syahadah. (Al Baqarah 2:165)
Kedudukan Syahadah

Perintah Allah yang terbesar kepada seluruh manusia adalah ‘Lailahailallah’ iaitu menafikan segala jenis ilah kecuali Allah (Al Anbiya’ 21:25). Syahadah merupakan pembeza antara muslim dan kafir dan syahadah juga merupakan syarat mutlak masuk jannah. Barangsiapa yang tidak sempurna kedua-dua rukun syahadah (menafikan dan menetapkan), maka ia pasti terjebak dengan dosa besar iaitu menyekutukan Allah, yang tidak dapat ditampal dengan apa jua ibadah hatta solat, puasa mahupun haji.

Telah bersabda Rasulullah saw: Dua hal yang menentukan. Bertanya seorang lelaki: Ya Rasulullah! Apa yang dimaksudkan dengan dua hal yang menentukan itu?, Beliau menjawab, Barangsiapa mati menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk neraka dan barangsiapa mati tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia masuk jannah. (Hadis Riwayat Muslim)

Pengertian Syahadah Lailahailallah

Kalimah ini bermaksud ‘tiada ilah selain Allah’. Kalimah ‘tiada ilah’ bermaksud bahawa kita menafikan atau menolak semua bentuk sembahan lain selain daripada Allah. Kalimah ‘selain Allah’ pula bermaksud kita menetapkan bahawa yang disembah (ma’bud) itu hanyalah Allah semata-mata dan meyakini bahawa tiada sekutu bagi Allah. Ini sebenarnya mencakupi konsep ‘Nafy wal Itsbat’ (penafian dan penetapan). Kita menafikan semua ilah selain Allah dan menetapkan bahawa hanya Allah sebagai ilah.
Rukun Syahadah Lailahailallah

Rukun syahadah lailahailallah terbahagi kepada dua iaitu:
  1. Menafikan
Menurut Doktor Sholih Fauzan (Makna Lailahailallah) dan Muhammad Sa’id Salim Al Qataahani (Antara Kekasih Allah dan Kekasih Syaitan), terdapat 4 sembahan-sembahan palsu/ Ilah-Ilah palsu yang perlu dinafikan iaitu:
a. Al Aliha
Merupakan apa sahaja yang manusia yakini dapat memberikan mudarat ataupun manfaat sehingga manusia bergantung kepadanya. (As Syura 42:9; Al Anam 6:14; Ar Ra’d 13:28; Yunus 10:107)
b. At Thowaghit
Ialah sesiapa sahaja yang disembah serta rela diibadahi, ditaati dan diikuti selain Allah. (Al Baqarah 2:256)
c. Al Andad
Merupakan apa sahaja tandingan-tandingan yang dapat memalingkan manusia daripada Allah. (Al Baqarah 2:165; At Taubah 9:24)
d. Al Arbab
Ialah sesiapa sahaja yang berfatwa (mengeluarkan hukum, undang-undang, perlembagaan atau peraturan) dan bertentangan dengan kebenaran (Al Quran dan As Sunnah) yang kemudiannya diikuti manusia. (At Taubah 9:31)
  1. Menetapkan
Di antara hal-hal yang perlu ditetapkan pula ialah:
    1. Ilah hanyalah Allah. (Muhammad 47:19)
    2. Hanya Allah yang berhak menerima peribadahan daripada Manusia. (Al Fatihah 1:5)
    3. Hanya Allah layak menjadi pemilik, pemerintah, pembuat perlembagaan hidup untuk manusia dan penguasa tertinggi alam semesta. (Asy Syura 42:10; Al A’raf 7:3)
    4. Al Qosd wal Niyat (tujuan dan niat) hanya kepada Allah. (Al Bayyinah 98:5)
    5. Al Ta’zim wal Mahabbah (pengagungan dan kecintaan) hanya kepada Allah. (Al Baqarah 2:165)
    6. Al Khouf wal Roja’ (takut dan pengharapan) hanya kepada Allah.
    7. At Takwa hanya kepada Allah.
Siapakah THOGUT?
  1. Mengingkari thogut dan beriman kepada Allah merupakan hakikat syahadah ‘Lailahailallah’. (An Nisa 4:60; An Nahl 16:36; Al Baqarah 256)
  2. Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba Nya supaya mengkafirkan, mengingkari, menjauhi dan menentang serta memerangi thogut dan beriman kepada Allah sahaja. (Majmuat Rasail Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab)
  3. Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, thogut ialah: Setiap yang diperlakukan manusia dengan cara melampaui batas (yang telah ditentukan Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti, atau dipatuhi.
  4. Menurut Shaykh Al Islam Muhammad bin Abd Al Wahhab di dalam Majmuat Rasail nya, thogut ialah:

    a. Syaitan yang menyeru kepada ibadah selain Allah.
    b. Para pemimpin zalim yang meminda hukum-hukum Allah Taala.
    c. Mereka yang berhukum dengan hukum yang lain daripada yang telah diturunkan oleh Allah.
    d. Mereka yang mendakwa mengetahui ilmu ghaib selain Allah.
    e. Segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia reda dengan peribadatan itu
    (Yasin 36:60; An Nisa 4:60; Al Maidah 5:44; At Taubah 9:31; Al Jin 72:26-27; Al Anam 6:59)
Tuntutan Syahadah Lailahailallah
Syahadah lailahailallah mengkehendaki seseorang itu:
  1. Beribadah (mengabdikan diri) hanya kepada Allah sahaja dan mengkufuri peribadatan kepada selainnya.
  2. Menerima seluruh syariat Allah samada dalam urusan ibadah, mu’amalah mahupun halal dan haram.
  3. Menolak syariat selain daripada syariat Allah.
i. Menolak berhukum dengan selain daripada hukum/ peraturan/ perlembagaan/ undang-undang Allah sahaja (Al Maidah 5:44)
ii. Menolak bida’ah dan khurafat. (Asy Syura 42:21)
iii. Menolak Penghalal (Yang Menghalalkan) dan Pengharam (Yang Mengharamkan) selain daripada Allah. (At Taubah 9:31)
  1. Menetapkan asma’ dan sifat Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya, dan menafikan apa yang dinafikan oleh Allah dan Rasul Nya.
Pengertian Syahadah Muhammadur Rasulullah
Mengikrarkan dengan lisan, beriman di dalam hati bahawa Muhammad Rasulullah saw adalah utusan Allah kepada seluruh makhluk Nya.

Tuntutan Syahadah Muhammadur Rasulullah
Syahadah Muhammadur Rasulullah mengkehendaki seseorang itu:
  1. Mengimani dan membenarkan semua yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw. (Al A’raf 157-158)
  2. Mentaati perintah dan meninggalkan larangannya. (An Nisa’ 4:59; Al Anfal 8:13)
  3. Tidak beribadah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan Rasulullah saw. Kerana Islam itu dibangun diatas landasan beribadah kepada Allah sahaja dan dengan menggunakan syariat yang yang telah disunnahkan Rasulullah saw. (Al Ahzab 33:21)
Nawaqid Asy Syahadah (Pembatal Syahadah)

Empat Elemen Pembatal Syahadah
1. Syirik, iaitu:
  1. Beriman kepada Allah tetapi ia menjadikan sekutu bagi Allah pada kerajaan Nya dan pentadbiran makhluk-makhluk Nya, iaitu pada penciptaan, menghidupkan, memberikan rezeki, mematikan, memberikan mudharat dan memberikan manfaat. Contohnya ialah syiriknya orang-orang Kristian dan Majusi. (An Nisa’ 4:48; Al Furqan 25:2)
  2. Mensifati dirinya atau mensifati yang lainnya dengan sifat-sifat uluhiyyah. Sifat-sifat yang dimaksudkan itu ialah sifat-sifat yang khusus pada Allah. Termasuk disini ialah mereka yang menentang/ tidak mengakui salah satu sifat-sifat kesempurnaan Allah. (An Nazia’at 79:24; Asy Syuara’ 26:23; Al Furqan 25:60; Ar Ra’d 13:30)
  3. Memberikan apa-apa bentuk peribadahan kepada selain Allah. (An Nisa’ 4:36; Az Zumar 39:64-66)
2. Kufur, iaitu tidak beriman kepada Allah dan Rasul Nya samada ia mendustakan atau tidak. Kufur terbahagi dua iaitu:
  1. Kufur Akbar, iaitu kufur yang menyebabkan seseorang itu terbatal terus Islamnya. Kufur Akbar terbahagi kepada lima bahagian iaitu:
i. Kufur Takzib iaitu mendustakan rasul tentang salah satu perkara yang dibawanya. (Fatir 35:25)
ii. Kufur Iba’ wa Istikbar ialah seperti kufurnya iblis, ia tidak menentang perintah Allah dan tidak pula menerima perintah Allah dengan pengingkaran tetapi kerana enggan dan rasa sombong ia tidak mahu melaksanakan perintah Allah. (Al Baqarah 2:34)
iii. Kufur Iradh iaitu berpaling (tidak ambil kisah) terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, tidak membenarkan dan tidak juga mendustakannya. (As Sajadah 31:22)
iv. Kufur Syak ialah ragu-ragu terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ia tidak yakin akan kebenarannya dan tidak juga yakin akan kedustaannya. (Ibrahim 14:9)
v. Kufur Jahud iaitu menentang secara keseluruhan apa yang diturunkan oeh Allah atau menentang sebahagiannya yang sudah jelas daripada dasar-dasar Islam. (An Naml 27:14; Al An’am 6:33)
    1. Kufur Asgar, iaitu kufur yang tidak mengeluarkan seseorang daripada Dienul Islam. Iaitu dosa-dosa besar yang dinyatakan sebagai suatu kekufuran di dalam Al Quran dan As Sunnah. Contohnya seperti kufur nikmat. (An Nahl 16:112)
3. Nifaq, iaitu seseorang yang menzahirkan/ menampakkan imannya di kalangan kaum Muslimin tetapi sebenarnya hatinya mendustakan dan mengkafirinya. Nifaq terbahagi kepada dua, iaitu:
  1. Nifaq Iktikadi menyangkut soal akidah. Mereka dihukumkan kafir Hanyasanya tidak diperlakukan sebagaimana orang-orang kafir lainnya kerana masih tidak memperlihatkan kekufurannya. (Al Munafiqin 63:1-3)
  2. Nifaq Amali pula hanya menyangkut soal amalan perbuatan seseorang yang hanya menyebabkan pelakunya menjadi fasiq dan bermaksiat namun tidak sampai kepada kufur. Ia tetap mempunyai iman, hanyasanya melakukan amalan yang berada pada cabang nifaq seperti mengkhianati amanah, berdusta/ berbohong dan mengingkari janji.
Selain itu, terdapat beberapa sifat munafiq yang agak menonjol iaitu:
a. Berbuat kerosakan di mukabumi dengan menyuburkan dan merosakkan syariat Allah dan menuduh orang-orang yang beriman sebagai bodoh. (Al Baqarah 2:11-13)
b. Menipu orang-orang beriman dengan menzahirkan keimanan semasa bertemu dengan mereka dan menzahirkan kekufurannya semasa bersama pendukung dan wali-walinya. (Al Baqarah 2:14)
c. Berpaling daripada berhukum kepada hukum dan syariat Allah dan menghalang-halangi manusia untuk melaksanakan hukum yang diturunkan oleh Allah. (An Nisa’ 60-61)
d. Memerintah yang mungkar dan mencegah yang ma’ruf. (At Taubah 9:67)
e. Menjadikan orang kafir sebagai wali (pemimpin, pendukung, kawan setia) dan meninggalkan orang-orang beriman. (An Nisa’ 4:138-139)
f. Memusuhi, membenci dan memerangi orang-orang beriman kerana Iman mereka dan berwali serta membantu orang kafir kerana kekufuran mereka. (Mujadilah 58:22; Al Buruj 85:8-10; Al Mu’minun 23:110-112)
  1. Riddah iaitu kembali kafir setelah beriman. Antara definasi riddah yang lain ialah:
a. Seseorang yang keluar daripada Islam dalam keadaan berakal, sedar dan tidak terpaksa.
b. Seseorang yang mengingkari dasar-dasar Islam.
c. Seseorang yang mengucapkan suatu perkataan yang jelas kufurnya.
d. Seseorang yang secara jelas melakukan amalan-amalan yang bertentangan dengan Islam dan manhajnya.
Pembahagian Riddah ada empat iaitu:
a. Riddah dengan ucapan. Contohnya ialah menghina Allah, Rasul Nya, Islam.
b. Riddah dengan perbuatan. Contohnya ialah sujud kepada berhala, pindah ke Darul Kufur (negara kafir), membela Darul Harbi (Negara Kafir yang sedang berperang dengan Islam) dan memerangi Syariat Islam dan menggantikannya dengan undang-undang kafir.
c. Riddah dengan i’tikad. Contohnya mensyirikkan Allah, mengingkari As Sunnah (hadis yang sahih) dan mendustakan Nabi Muhammad saw.
d. Riddah dengan keraguan. Contohnya meragui perkara yang telah jelas haram di dalam Al Quran dan meragui kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
Terdapat beberapa bentuk kemurtadan iaitu:
a. Menyandarkan hukum kepada selain Allah. (Al Maidah 5:44-47; Al Ahzab 33:36; Al An’am 6:57; An Nisa 4:60)
b. Benci terhadap Syariat Islam atau mengutamakan syariat lain selain Islam atau menganggap bahawa semua dien/ sistem hidup manusia yang lain sama dengan Islam (menyamaratakan). (Muhammad 47:8-9).
c. Mempermainkan atau merendah-rendahkan sebahagian Syariat Islam yang terdapat di dalam Al Quran atau As Sunnah dan syiar-syiar Islam lainnya.
d. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. (An Nahl 16:116-117; Yunus 10:59-60)
e. Beriman kepada Al Quran dan menolak As Sunnah. (An Nisa 4:150)
f. Menjadikan orang kafir, munafik dan atheis (tidak beragama) sebagai pemimpin. (Al Maidah 5:51; At Taubah 9:23)
g. Mempermainkan sifat Rasulullah saw atau pekerjaan Beliau.
h. Menganggap kandungan Al Quran bertentangan dengan realiti kehidupan atau bertentangan dengan apa yang sebenarnya berlaku atau bertentangan dengan fakta sains. (Ar Ra’d 13:37)
i. Mensifati sifat-sifat Allah dengan sifat yang tidak sesuai dengan keagungannya.
j. Fanatik terhadap puak/ bangsa/ negara dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupannya malah sanggup mencurahkan apa sahaja samada usaha atau wang untuk kepentingan golongannya hingga melupakan diennya (Islam).
k. Mengangkat ideologi nasionalisme dan menjadikannya sebagai tujuan kehidupan.

pra syarat pengakuan keimanan
Setiap Muslim mengetahui bahawa kunci kepada syurga adalah kalimah, ‘Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah’. Namun terlalu ramai Muslim yang dengan mudah bergantung kepada pernyataan ini dan percaya bahawa sekiranya mereka melafazkannya, tiada apa yang buruk akan menimpa mereka. Mereka merasakan mereka akan dianugerahkan dengan syurga semata-mata kerana melafazkan kalimah Syahadah ini. Sebenarnya, memang tidak perlu dipersoalkan bahawa sekadar melafazkan, ‘Aku Menyaksikan Bahawa Tiada Ilah Yang Layak Disembah Melainkan Allah dan Aku Menyaksikan Bahawa Muhammad itu Hamba Dan Rasul-Nya’, adalah tidak memadai. Malah, orang-orang Munafiq juga telah melafazkan kalimah Syahadah dan Allah swt menyatakan bahawa mereka adalah pendusta dan akan menduduki neraka yang paling dalam. Namun begitu, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama’, kalimah atau pernyataan ini adalah kunci syurga. Wahab bin Munabbih pernah ditanya, Bukankan pernyataan Lailahailallah itu kunci syurga? Beliau telah menjawab, Benar, tetapi setiap kunci mempunyai mata-matanya. Sekiranya kamu datang dengan kunci yang mempunyai mata yang betul, pintu itu akan terbuka buatmu. Tetapi sekiranya anak kuncimu tidak mempunyai mata yang betul, pintu itu tidak akan terbuka untukmu. Maksudnya di sini, ada pra syarat yang diperlukan. Pra syarat inilah yang membezakan antara mereka yang mendapat manfaat daripada pernyataan mereka dengan mereka yang tidak mendapat manfaat tersebut, walau sebanyak mana sekalipun mereka membuat pernyataan tersebut.

Sebelum membincangkan pra syarat kalimah Syahadah, saya merasakan bahawa ada satu perkara yang perlu saya jelaskan. Ramai orang gemar mengambil satu hadis atau satu ayat dan kemudiannya, berpandukan satu ayat itu semata-mata, mereka akan membuat kesimpulan seperti, sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah akan memasuki syurga. Sepatutnya kita semua sedar bahawa keseluruhan Al Quran dan hadis itu saling melengkapi dan menerangkan satu sama lain. Untuk menentukan kedudukan sebenar sesuatu persoalan, seseorang itu perlu mengambil kira semua ayat dan hadis yang berkenaan dan kemudian barulah menentukan apakah pandangan Islam yang sebenarnya mengenai perkara tersebut. Begitu jugalah dalam memahami pra syarat pernyataan kalimah Syahadah itu.

Sekiranya kita mengkaji ayat-ayat Al Quran dan hadis-hadis Rasulullah saw, kita akan mendapati bahawa terdapat tujuh, lapan atau sembilan (bergantung kepada bagaimana kita melihatnya) syarat-syarat kalimah Syahadah. Adalah sangat penting untuk kita memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat ini dalam kehidupan kita dan dalam pengakuan keimanan kita. Kita perlu berusaha bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat-syarat ini sebelum terlambat bilamana pengakuan keimanan kita tidak akan memanfaatkan kita lagi. Ianya bukanlah sekadar untuk mengajarkan syarat-syarat ini. Malah, tidak ada manfaatnya di situ melainkan kita semua memeriksa (muhasabah) akan diri kita dan memastikan bahawa kita memenuhi syarat-syarat tersebut semoga, dengan rahmat Allah swt, pintu-pintu syurga akan terbuka untuk kita menerusi kunci Lailahailallah kita.

syarat pertama: ilmu
Seseorang mesti mempunyai ilmu asas dan am tentang apa yang dimaksudkan oleh kalimah Syahadah. Seseorang mesti memahami apakah yang ditegaskan oleh kalimah Syahadah dan apakah yang dinafikannya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Maka ketahuilah, bahawa sesungguhnya tidak ada Ilah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu... (Muhammad 47:19).
Begitu juga sabda Rasulullah saw, Sesiapa yang meninggal dunia mengakui bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).
Sebenarnya, kalimah Syahadah itu adalah sebuah pengakuan ataupun ikrar. Apabila seseorang berikrar akan sesuatu, dia harus mengerti dan memahami tentang apa yang diikrarkannya itu. Jelas sekali, berikrar tentang sesuatu yang tidak diketahui (tidak mempunyai ilmu tentangnya) adalah tidak dapat diterima sama sekali.

Firman Allah SWT di dalam Al Quran, ...melainkan orang yang mengakui yang hak dan mereka mengetahuinya (Al Zukhruf 43:86).
Syarat ini mungkin kelihatan begitu jelas. Sekiranya seseorang berkata kepadamu, Tiada Ilah Melainkan Allah, dan kemudian menjelaskan bahawa yang dimaksudkannya dengan Allah ada Isa, tentu sekali akan kita katakan Maka bayangkanlah bahawa masih ada umat-umat Islam yang merayakan perayaan tahunan untuk ‘Tuhan-Tuhan (semangat) Laut umpamanya! Namun begitu mereka berterusan menggelar diri mereka Muslim dan melafazkan kalimah Syahadah berkali-kali sehari. Ini jelas menunjukkan bahawa mereka tidak memahami langsung akan maksud Syahadah (pengakuan) itu sendiri. Adakah pada pemikiranmu, Syahadah sebegini akan membuka pintu-pintu Syurga untuk mereka? Pada hari ini, ramai Muslim yang hairan memikirkan mengapa kita tidak sepatutnya menerima sekularisme. Mereka memikirkan bahawa tiada apa yang salah dengan sekularisme! Ramai di antara mereka, malah, bersembahyang lima waktu sehari semalam dan melafazkan Syahadah berulangkali. Namun mereka tidak melihat apa-apa kesalahan dalam menerima Pemberi Undang-Undang selain Allah SWT. Syahadah (pengakuan) jenis apakah yang dilakukan oleh mereka ini? Setiap daripada kita mesti berusaha sedaya-upaya untuk belajar sekurang-kurangnya asas-asas keimanan dalam Islam. Dengan cara ini, Inshaallah, kita akan membuat pengakuan Syahadah yang benar. Kita akan menyaksikan akan kebenaran sebagaimana kita sepatutnya menyaksikan akannya.

syarat kedua: yakin

Ini adalah lawan kepada curiga dan ragu-ragu. Di dalam Islam, sebarang bentuk keraguan boleh membawa kepada Kufur atau tidak beriman. Kita mesti, di dalam hati-hati kita, mempunyai keyakinan yang sepenuhnya akan kebenaran Syahadah itu. Hati-hati kita janganlah berdolak-dalik walau sedikitpun apabila kita menyaksikan akan kebenaran, Tiada Ilah Yang Berhak Disembah Melainkan Allah. Allah swt menggambarkan orang-orang yang beriman di dalam Al Quran sebagai mereka yang mempunyai keimanan kepada Allah dan hati-hati mereka tidak sedikitpun merasa ragu-ragu.

Firman Allah swt, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (Al Hujuraat 49:15).

Demikian juga, Rasulullah saw bersabda, Tidak ada sesiapa yang bertemu dengan Allah dengan pengakuan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan aku Rasul Allah, dan dia tidak mempunyai sedikit keraguan pun dengan kenyataannya itu, melainkan dia akan memasuki Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).

Sesungguhnya, Allah swt menggambarkan para munafiq itu sebagai mereka yang hati-hatinya ragu-ragu. Contohnya, Allah swt berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (untuk tidak menyertai Jihad), hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dah hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, kerana itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya (At Taubah 9:45)

Ramai ulama’ telah menyatakan bahawa penyakit-penyakit hati itu, atau keraguan dan kecurigaan yang seseorang benarkan menempati hatinya, adalah lebih berbahaya kepada keimanan seseorang itu daripada nafsu dan keinginan. Ini adalah kerana nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan itu boleh dihilangkan pada satu-satu masa. Kemudiannya, seseorang itu jelas mengetahui bahawa ianya telah berdosa lantas dia boleh mengawal dirinya, bertaubat dan meninggalkan amalan-amalan yang keji itu. Akan tetapi, keraguan dan kecurigaan akan terus menempati hati sseorang, tanpa apa-apa penawar, hinggalah seseorang itu meninggalkan Islam terus atau berterusan sebagai seorang Muslim, tetapi pada hakikatnya, hatinya masih tidak beriman sepenuhnya. Penawar yang paling mujarab untuk keraguan dan kecurigaan ini adalah dengan menuntut ilmu tentang Al Quran dan As Sunnah lah kebanyakan daripada keraguan dan kecurigaan ini dapat dihilangkan.

Melalui pengajian dan pemahaman, seseorang akan beroleh kepastian. Kemudiannya, dengan pengajian dan pembelajaran yang berterusan, kepastian seseorang itu akan bertambah kuat dan tegas. Saya akan berikanmu satu contoh tentang hakikat ini. Ianya berkenaan dengan segala keraguan, kecurigaan dan salah faham yang berleluasa tentang kesahihan hadis-hadis. Contohnya, ada orang-orang Islam yang mengatakan bahawa hadis-hadis tidaklah dicatatkan sehingga sekurang-kurangnya 200 tahun selepas kewafatan baginda Rasulullah SAW. Malah, terdapat ramai orang Islam yang mempunyai banyak keraguan terhadap hadis dan dengan pantas menolak hadis-hadis berlandaskan perkara ini. Sedangkan, pada kenyataannya, sekiranya seseorang itu memperuntukkan masa untuk mengkaji sejarah dan usaha menjaga hadis-hadis, beliau akan mendapati bahawa semua tuduhan-tuduhan terhadap hadis-hadis itu adalah tidak berasas sama sekali. Tuduhan-tuduhan tersebut hanyalah sekadar pendustaan yang lahir dari syaitan dan ramai Muslim yang kurang pemahaman dan ilmunya telah membiarkan pendustaan ini menempati hati-hati mereka. Izinkan saya ulaskan sedikit lagi tentang syarat Yakin ini. Seperti yang telah saya katakan sebelum ini, keraguan dan salah faham adalah sangat merbahaya terhadap iman seseorang. Keraguan dan kecurigaan boleh membawa kepada murtad seperti yang dibincangkan sebelum ini. Oleh kerana itu, setiap Muslim mestilah berusaha sedaya-upaya untuk memelihara dirinya daripada keraguan sebegitu dan sentiasa menjauhkan dirinya dari sumber-sumber keraguan dan kecurigaan itu; lebih-lebih lagi sekiranya dirinya tidak mempunyai asas-asas keilmuan Islam yang kuat dan tidak mempunyai ilmu untuk menyanggah keraguan, kecurigaan dan salah faham tersebut. Oleh yang demikian, sekiranya seseorang itu punya kenalan atau rakan, walaupun rakannya itu Muslim, yang sentiasa membuatkan beliau ragu-ragu akan Allah swt dan Dien ini, maka beliau harus menjauhkan diri daripada individu tersebut demi menjaga Dien dan imannya. Ramai dari kalangan Muslim pada hari ini belajar kursus-kursus Islam yang diajar oleh para orientalis dan disebabkan oleh latarbelakang keislaman mereka yang longgar, mereka dengan mudah terpengaruh dengan perkara-perkara karut yang diajarkan oleh sesetengah daripada para orientalis ini atas nama 'sains'. Begitu juga, ramai daripada umat Islam hari ini menghabiskan masa berjam-jam di dalam 'newsgroups' dan 'bulletin boards' menerusi computer (internet). Sekali lagi, dia yang cetek ilmu Islamnya akan dengan mudah terpengaruh dengan salah faham dan hujah-hujah palsu yang dibacanya dari sumber-sumber sedemikian. Dia sepatutnya menjauhkan diri dari perkara-perkara sedemikian dan berusaha mendapatkan ilmu Islam yang mendalam menerusi sumber-sumber yang sahih tentang Islam. Sekali lagi, penawar yang paling mujarab untuk menghilangkan keraguan dan salah faham ini, setelah dirahmati dan diberi petunjuk oleh Allah SWT, adalah ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam. Apabila seseorang itu punya ilmu yang mendalam dan kefahaman yang jelas tentang Islam, beliau tidak akan terpengaruh dengan hujah-hujah yang palsu lagi lemah yang didatangkan oleh musuh-musuh Islam dan beliau, insha-Allah, akan menjadi dari kalangan yang digambarkan di dalam Al Quran, ...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba Nya hanyalah ulama’ (Faathir 35:28).

syarat ketiga: penerimaan (Al Qabool)

Sekiranya seseorang itu telah mempunyai ilmu dan keyakinan akan Syahadah itu; ini mesti diikuti pula dengan penerimaan, dengan lidah dan juga tuntutan Syahadah tersebut. Sesiapa yang enggan menerima Syahadah itu serta tuntutannya, walaupun dia mempunyai ilmu yang Syahadah itu benar dan yakin dengan kebenaran itu, maka dia adalah seorang yang tidak beriman (kafir). Keengganan untuk menerima itu mungkin disebabkan oleh rasa bongkak, irihati atau lain-lain. Walauapapun sebabnya, Syahadah itu bukanlah Syahadah yang sejati tanpa penerimaan yang tidak berbelah-bagi. Para ulama’ semuanya mengulas tentang syarat ini secara am seperti yang telah saya nyatakan di atas. Akan tetapi, ia juga mempunyai perincian-perincian yang mesti kita sedari. Orang-orang yang beriman menerima dengan sepenuhnya segala tuntutan Syahadah itu. Ini juga bermaksud, mereka beriman dengan segala yang termaktub di dalam Al Quran atau yang dinyatakan oleh Rasulullah saw, tanpa mempersoalkan hak untuk memilih apa yang ingin dipercayai dan apa yang ingin ditolak.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Apakah kamu beriman kepada sebahagian al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah daripada apa yang kamu perbuat (Al Baqarah 2:85).

Ini adalah satu aspek yang mesti disedari oleh orang-orang Islam. Walaupun ia tidaklah sama seperti penolakan sepenuhnya untuk menerima kebenaran, tetapi dengan menolak sebahagian daripada kebenaran yang datangnya daripada Allah SWT, seseorang itu juga telah menafikan penyaksian keimanannya. Malangnya, pada hari ini, ramai orang-orang Islam melakukan penolakan ini dengan pelbagai cara. Walaupun bukan semuanya boleh dikira sebagai murtad, perkara-perkara ini tetap sangat membahayakan. Contohnya, sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sepotong ayat di dalam Al Quran, mereka dengan mudah menafsir semula ayat tersebut agar sesuai dengan apa yang mereka sukai. Sekiranya mereka tidak menyukai apa yang dinyatakan oleh sebuah hadis, mereka lantas menyatakan bahawa hadis tersebut adalah tidak sahih walaupun mereka sebenarnya bukanlah ulama’ di dalam bidang tersebut. Perlakuan serta sikap sebegini adalah merupakan perlakuan dan sikap yang berlawanan dengan perlakuan dan sikap Muslim sejati. Apa-apa sahaja yang datang daripada Allah swt dan Rasul Nya saw, seorang Muslim sejati akan beriman dengannya. Inilah sikap yang seiringan dengan pengakuan keimanan.

syarat keempat: penyerahan, tunduk dan patuh

Syarat ini bermaksud perlaksanaan Syahadah kita melalui amalan zahir tubuh badan. Malah, ini adalah merupakan satu daripada maksud terpenting perkataan Islam itu sendiri, Tunduk dan patuh kepada kehendak dan perintah Allah.

Inilah yang diperintahkan oleh Allah swt di dalam Al Quran, Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi) (Az Zumar 39:54).
Allah swt telah memuji mereka yang tunduk patuh kepada perintah Nya melalui amalan mereka.

Firman Allah swt, Dan siapakah yang lebih baik Diennya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan... (An Nisa 4:125).

Sebenarnya, jelas sekali Allah swt telah menjadikan penyerahan (tunduk dan patuh) seseorang itu kepada perintah Nya dan Rasul Nya sebagai satu syarat keimanan.

Firman Allah swt, Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah saw) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak meresa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An Nisa 4:65)

Malang sekali, terdapat kini banyak kenyataan-kenyataan bahawa tidak ada hubung-kait di antara iman dengan amalan. Malah kita boleh mendengar seorang Muslim mengata tentang seorang lagi, Dialah orang Islam yang paling baik pernah saya temui, sedangkan orang itu jarang sekali mengamalkan apa-apa amalan Islam. Pemahaman yang salah tentang keimanan ini telah menjalar dengan teruk ke segenap rantau Islam. Sepatutnya Syahadah atau pengakuan keimanan kita itu mesti dilaksanakan atau diterapkan di dalam hati, lidah dan amalan kita. Di dalam hati kita, kita mesti mencintai Allah swt, takutkan Allah swt dan pada masa yang sama menaruh penuh pengharapan kepada Allah swt. Dengan lidah kita, kita mesti menyaksikan atau mengakui Syahadah itu. Dan akhir sekali dengan amal kita, kita mesti mengamalkan apa yang dituntut oleh pengakuan keimanan itu. Sesiapa yang mengaku dirinya Muslim akan tetapi tidak melaksanakan apa-apa amalan, bermakna dia tidak memahami apa itu Islam samasekali ataupun dia sendiri sebenarnya membuktikan bahawa pengakuan keimanannya itu bukan pengakuan keimanan yang benar dan sejati. Ini bukanlah bermakna seorang yang benar-benar beriman bebas sama sekali daripada dosa. Sebenarnya, seseorang yang benar-benar beriman pun tidak bebas daripada dosa. Namun selagi mereka mengakui bahawa apa yang mereka lakukan itu salah dan ianya tidak seiring dengan kewajiban mereka tunduk dan patuh kepada Allah swt, maka mereka tidaklah membatalkan kesempurnaan pengakuan keimanan atau pun Syahadah mereka. Namun, jangan dilupa, mereka tetap berdosa. Maka apakah tahap penyerahan yang minima yang dituntut daripada seseorang; yang sekiranya tidak ada pada tahap ini (sekurang-kurangnya) maka tidaklah layak pengakuan keimanan. Sekiranya diambil pandangan para ulama’ yang berpendapat bahawa meninggalkan sembahyang itu kufur, ia adalah sembahyang lima waktu sehari semalam. Sesiapa yang tidak melaksanakan sekurang-kurangnya sembahyang lima waktu sehari semalam maka dia telah melanggar had yang dapat diterima dalam kekurangan amalan. Sesungguh Allah Maha Mengetahui.

syarat kelima: jujur

Jujur adalah sebagai lawan kepada sikap berpura-pura (munafiq) dan tidak jujur. Ini bermakna apabila kita melafazkan kalimah Syahadah, kita melafazkannya dengan penuh kejujuran. Kita benar-benar bermaksud akan apa yang dilafazkan itu. Kita tidak menipu dalam soal pengakuan keimanan.

Rasulullah SAW telah bersabda, Tidak ada sesiapa yang mengaku bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dengan ikhlas dari hatinya, melainkan Allah menjadikan api neraka itu haram baginya. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kita tentu mengetahui tentang mereka yang melafazkan kalimah Syahadah akan tetapi mereka tidak melakukannya dengan jujur. Mereka tidak mempercayainya, akan tetapi mereka hanya melafazkannya untuk menjaga keselamatan diri mereka ataupun untuk memperolehi apa-apa ganjaran. Mereka inilah golongan munafiq.

Allah swt telah menerangkan tentang golongan ini di dalam Al Quran seperti berikut, Di antara manusia ada yang mengatakan, Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sedar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka dusta (Al Baqarah 2:8-10).

Jelas sekali pengakuan Syahadah mereka yang menjadi Muslim semata-mata untuk memperolehi ganjaran duniawi dan bukan kerana mereka benar-benar percayakan Islam akan ditolak oleh Allah swt di Hari Kebangkitan nanti. Mereka akan dihadapkan dengan azab yang pedih kerena penipuan mereka.

syarat keenam: ikhlas

Maksudnya, apabila kita membuat pengakuan Syahadah itu, kita mesti melakukannya semata-mata kerana Allah swt. Kita tidak boleh melakukannya atas apa-apa sebab yang lain. Begitu juga kita tidak boleh melaksanakannnya kerana orang lain. Dalam soal ini, maksud ikhlas itu adalah lawan kepada Syirik ataupun menyekutukan Allah swt. Kita menjadi Muslim dan berkekalan sebagai Muslim semata-mata kerana Allah swt.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, ...Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya (Az Zumar 39:2).
Allah swt juga berfirman, Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) Dien dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan solat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah Dien yang lurus. (Al Baiyyinah 98:5).

Rasulullah SAW juga bersabda, Allah telah mengharamkan api neraka ke atas sesiapa yang mengatakan, Tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah, dan dia mengatakan begitu mengharapkan wajah [dan keredaan] Allah. (Hadis Riwayat Muslim).

Ini adalah sesuatu yang perlu kita fikirkan terutamanya, mereka yang dibesarkan di dalam keluarga Muslim dan dilahirkan sebagai seorang Islam. Kita mesti benar-benar jelaskan kepada diri kita bahawa kita menjadi Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Kita bukan menjadi Muslim demi ibubapa kita, rakan-rakan, keluarga ataupun masyarakat. Ia mestilah benar-benar jelas dalam pemikiran kita bahawa kita adalah Muslim semata-mata kerana Allah SWT. Namun, sesekali kita akan terfikir sama ada syarat ini dipenuhi oleh kebanyakan orang. Sesetengah orang dari rantau Islam hanya melaksanakan Islam sekadar yang memuaskan hati keluarga mereka. Sekiranya ada apa-apa di dalam Islam yang tidak disukai oleh keluarga mereka (walaupun sebenarnya keluarga mereka juga Muslim lantas perlu menyukai Islam keseluruhannya), lantas mereka tidak melaksanakan aspek Islam tersebut. Salah satu contoh yang biasa adalah dalam soal pergaulan lelaki dan perempuan. Kadang-kadang, seseorang itu tidak akan bergaul secara bebas dengan lelaki/ perempuan yang bukan mahramnya. Akan tetapi, apabila dia pulang ke rumah dan keluarganya tidak menyukai sikap sedemikian, maka mereka dengan mudah meninggalkan tuntutan Islam tersebut demi ibubapa dan keluarga. Orang-orang sebegini harus bertanya dengan ikhlas pada diri mereka, mengapa mereka seorang Muslim. Adakah mereka Muslim demi ibubapa mereka lantas mereka lakukan apa yang ibubapa mereka sukai dan tinggalkan apa yang ibubapa mereka tidak sukai? Ataupun, adakah mereka Muslim demi Allah swt lantas apa yang Allah sukai mereka lakukan dan apa yang Allah tidak sukai mereka tinggalkan?

syarat ketujuh: cinta

Maksudnya di sini, seseorang yang beriman mesti mencintai Syahadah itu, perasaan cinta (kesukaan) nya mesti lah berlandaskan Syahadah, dia mencintai tuntutan dan kesan-kesan Syahadah dan dia juga mencintai mereka yang beramal dan bekerja keras demi Syahadah ini. Ini adalah syarat yang mesti ada di antara syarat-syarat Syahadah. Sekiranya seseorang itu membuat pengakuan Syahadah tetapi tidak mencintai Syahadah itu dan apa yang dimaksudkannya, maka sebenarnya imannya tidaklah sempurna. Ini bukanlah keimanan yang sejati. Malah sekiranya dia mencintai sesuatu lebih daripada Syahadah ini ataupun dia mencintai sesuatu lebih dari Allah swt, maka dia telah batalkan Syahadahnya itu. Orang yang benar-benar beriman, yang memenuhi semua syarat-syarat Syahadah itu tidak akan meletakkan sesuatu apapun setaraf dengan Allah dari segi cintanya.

Firman Allah swt di dalam Al Quran, Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah... (Al Baqarah 2:165).
Dan di bahagian lain Allah swt berfirman, Katakanlah: 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara- saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khuatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (At Taubah 9:24).

Rasulullah saw telah bersabda, Sesiapa yang mempunyai tiga sifat ini telah merasai kemanisan iman. [Yang pertama] adalah bahawa dia mencintai Allah dan Rasul Nya lebih daripada dia mencintai sesuatu yang lain...." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Ini adalah salah satu daripada aspek yang terpenting di dalam Islam, namun, atas sebab-sebab tertentu, ianya tidak wujud di dalam kehidupan ramai orang Islam. Mereka melaksanakan sesuatu di dalam Islam seolah-olah Islam itu merupakan satu tugasan bukannya atas rasa cinta kepada Allah swt. Apabila Allah swt memerintahkan kita supaya melakukan sesuatu, seperti menjadi saksi kepada keimanan itu, kita mesti menyedari bahawa perkara itu adalah disukai oleh Allah swt, lantas atas perasaan cinta kita kepada Allah swt, kita sepatutnya berasa sangat gembira untuk melaksanakan amalan yang disukai oleh Allah swt. Akan tetapi, seperti yang telah saya katakan, perasaan ini semakin menghilang daripada ramai orang-orang Islam masa kini

syarat kelapan: menafikan ilah selain allah

Walaupun ianya sangat jelas menerusi perkataan-perkataan di dalam kalimah Syahadah itu, ia masih kelihatan tidak jelas kepada kebanyakan orang yang membuat pengakuan Syahadah ini. Oleh itu, saya akan membincangkannya di sini.

Di dalam surah al-Baqarah, Allah swt telah mengingatkan kita dengan jelas akan aspek Syahadah yang penting ini. Syahadah itu bukanlah semata-mata suatu Pengakuan tetapi ia adalah kedua-duanya, Pengakuan dan Penafian.

Firman Allah swt, ...Kerana itu barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut (Syaitan dan apa sahaja yang disembah selain Allah swt) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus... (Al Baqarah 2:256).
Malah Rasulullah saw juga menjelaskan perkara ini apabila baginda menyatakan Sesiapa yang mengatakan bahawa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan menafikan segala yang disembah melainkan Allah, maka harta dan jiwanya dijaga dan perhitungan adalah dengan Allah (Hadis Riwayat Muslim).

Walaupun syarat ini sepatutnya jelas sekali kepada sesiapa yang melafazkan kalimah Syahadah, kita masih boleh melihat Muslim yang melafazkan kalimah Syahadah tetapi kemudiannya melakukan amalan yang termasuk dalam maksud penyembahan untuk sesuatu selain daripada Allah swt. Kita boleh melihat mereka pergi ke kubur-kubur dan menyembah penghuninya. Mereka akan melaksanakan amalan-amalan peribadatan, bukan untuk Allah swt, tetapi untuk 'wali-wali' yang telah meninggal dunia itu. Syahadah jenis apakah yang dibuat oleh mereka ini? Adakah Syahadah mereka akan bermakna di Hari Perhitungan selagi mana mereka percaya bahawa amalan peribadatan boleh dilaksanakan untuk selain daripda Allah SWT?

syarat kesembilan: setia padanya hingga akhir hayat

Ini adalah satu kemestian untuk Syahadah itu bermakna kepadamu di akhirat nanti. Kita tidak boleh bergoyang kaki dan berharap pada apa yang kita lakukan pada masa lalu. Tidak, malah, Syahadah itu mestilah menjadi panji dirimu sehinggalah kematianmu.

Rasulullah saw telah bersabda, Seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Syurga dan kemudiannya dia dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Neraka. Dan seorang lelaki menghabiskan masa yang lama dengan melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan kemudiannya dia menamatkan amalannya dengan amalan ahli Syurga. (Hadis Riwayat Muslim).

Dalam Hadis yang lain Rasulullah saw telah bersabda, Demi Dia yang tidak ada Ilah melainkan Nya, seorang dari kamu melakukan amalan-amalan Syurga sehingga hanyalah sedepa diantara dia dan Syurga dan kemudiannya buku itu (qada' dan qadar) menentukannya dan dia melakukan amalan-amalan ahli Neraka dan diapun memasukinya (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dan Firman Allah swt di dalam Al Quran, Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran 3:102).

kesimpulan pra syarat pengakuan keimanan
Saudara-saudaraku sekalian, inilah syarat-syarat Syahadah itu. Ini adalah aspek-aspek Syahadah yang perlu setiap dari kita lihat dalam diri kita dan bertanya pada diri kita, Adakah Syahadahku memenuhi syarat-syarat dan tuntutan-tuntutan ini? Adakah aku melafazkannya dengan penuh keikhlasan, kejujuran dan rasa cinta pada Allah swt? Adakah aku melafazkannya berdasarkan maksudnya yang sebenar? Adakah aku benar-benar menafikan thoghut?....
Soalan-soalan ini perlu kita tanyakan pada diri kita sekarang, sebelum kita dihadapkan di hadapan Allah swt. Inshaallah, kita tanyakan soalan-soalan ini pada diri kita dan semoga kita mendapat semua jawapan yang tepat. Ataupun, jika kita melihat apa-apa kelemahan, kita akan berusaha untuk menghilangkan kelemahan itu. Mudah-mudahan, dengan rahmat Allah swt, di hari akhirat nanti, Syahadah kita akan menjadi kunci-kunci kita ke syurga dan pintu-pintu syurga akan terbuka luas untuk kita dan kita dapat hidup selama-lamanya dalam kenikmatan yang Allah swt kurniakan di syurga, dan Allah swt reda akan kita.

Sekali lagi, soalnya bukanlah kita sekadar mengetahui akan syarat-syarat ini. Malah, kita boleh bertemu dengan ramai Muslim yang menghafal syarat-syarat ini, akan tetapi apibila dilihat akan amalan dan sikap mereka, jelas sekali syarat-syarat ini tidak membuahkan apa-apa kesan ke atas mereka. Ini bermakna, tidak kira sebaik mana dia mengetahui dan menghafal akan syarat-syarat ini, dia sebenarnya belum menyempurnakannya. Sesungguhnya, pengetahuannya itu akan menjadi saksi ke atasnya nanti kerana dia jelas sekali mengetahui akan syarat-syarat yang mesti disempurnakannya akan tetapi dia telah tidak menyempurnakannya semasa hidupnya.

Wallahu'alam bis showab!
Read More..